Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Balik Pesona Golden Bridge Penghubung Cinere - Pondok Cabe

7 April 2015   07:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:26 12652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_408218" align="aligncenter" width="560" caption="Rendahnya pagar pembatas di sisi kiri dan kanan jembatan sangat berbahaya bagi anak-anak tanpa pantauan orangtua. (Foto: Gapey Sandy)"]

1428364866661857324
1428364866661857324
[/caption]

[caption id="attachment_408219" align="aligncenter" width="560" caption="Larangan bagi pengendara kendaraan bermotor untuk berhenti di sepanjang jembatan. (Foto: Gapey Sandy)"]

14283650671725385691
14283650671725385691
[/caption]

Tak hanya larangan dalam bentuk print out di kertas HVS yang kemudian ditempel pada sepanjang pagar jembatan. Larangan tertulis lainnya juga ada. Kali ini khusus untuk kendaraan bermotor, karena terdapat simbol larangan berhenti (letter S yang dicoret). Terbuat dari spanduk ukuran sekira satu meter, tertulis: “DILARANG BERHENTI DI SEPANJANG JALAN JEMBATAN”. Pada praktiknya, larangan ini juga banyak diabaikan pengendara. Terutama pengendara sepeda motor yang justru sejenak meminggirkan kendaraan, untuk kemudian menyaksikan pemandangan sekitar. Sementara, di ujung atas jembatan yang mengarah ke pintu keluar Cinere, sejumlah anggota Patroli Keamanan Dalam (PKD) asyik bercengkerama antar mereka. Seorang di antara mereka mengatur arus lalu-lintas, yang sebenarnya Sabtu (4 April 2015) pagi itu lancar juga lengang.

Pada malam hari, suasana di atas jembatan ini lebih meriah lagi. Seperti yang disaksikan penulis ketika berkesempatan melintas jembatan pada Sabtu (4/4) malam kemarin. Banyak anak-anak muda bergerombol berkumpul di atas jembatan. Sejumlah motor mereka terparkir di sepanjang pinggir jembatan. Di antara mereka, terlihat beberapa anak perempuan, masih Anak Baru Gede (ABG). Parahnya lagi, ada sepasang laki dan perempuan yang terlihat tengah asyik duduk berhimpitan dan bermesraan tanpa peduli riuh-rendah suasana sekitar. Kondisi memprihatinkan demikian mirip dengan perilaku muda-mudi yang sempat menghebohkan di lajur flyover Ciputat, sekitar lima tahun lalu. Mereka asyik ‘bermesraan’ hingga akhirnya, orang-orang sempat mempelesetkan flyover Ciputat sebagai Jembatan Cinta.

[caption id="attachment_408220" align="aligncenter" width="560" caption="Wiraland Golden Bridge pada malam hari, bermandikan cahaya lampu penerang jalan. (Foto: Gapey Sandy)"]

1428365174994605818
1428365174994605818
[/caption]

[caption id="attachment_408222" align="aligncenter" width="560" caption="Suasana malam minggu di atas Wiraland Golden Bridge. (Foto: Gapey Sandy)"]

1428365250399389299
1428365250399389299
[/caption]

[caption id="attachment_408224" align="aligncenter" width="560" caption="Wiraland Golden Bridge pada malam hari menjadi tempat nongkrong dan berpotensi mengulang cerita tentang sebutan Jembatan Cinta seperti di flyover Ciputat, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)"]

14283652881149364480
14283652881149364480
[/caption]

ADA APA DI KOLONG JEMBATAN?

Larangan pihak pengembang agar pelintas tidak menghentikan kendaraannya di sepanjang jembatan, dan larangan duduk serta bersandar di jembatan patut diacungi jempol. Tapi sebenarnya, pemandangan seperti apa yang nampak di bawah jembatan? Sungai Pesanggrahan jelas terlihat paling mengemuka bila kita menyaksikan apa yang ada di kolong jembatan. Airnya yang coklat, jauh dari jernih. Sungainya cukup lebar dan alirannya sedikit meliuk. Ada perasaan ngeri menatapnya dari atas jembatan. Maklum pagar tembok dan besi bundar jembatan, tidak tinggi. Sehingga dada dan kepala orang dewasa dapat menjulur melewati batas pagar. Don’t try this at this bridge. Sebuah hal yang tidak patut dilakukan!

Di kiri-kanan sungai, terdapat rerimbunan tanaman menghijau. Rimbun sekali. Saking lebatnya dedaunan, pandangan dari atas yang mengarah ke sungai jadi terhalang. Persis di kolong jembatan, para pekerja nampak tengah membuat tanggul di bantaran sungai dengan bentuk berundak-undak. Menggunakan batu kali besar-besar, lengkap dengan jaring kawat alias bronjong kawat yang menyelimutinya.

Menurut riset online penulis, bronjong kawat memang lazim dipergunakan untuk mencegah erosi dari tanggul sungai, melindungi terjadinya gorong-gorong, melindungi tiang jembatan dari gerusan aliran arus air sungai, dan pelindung tanah longsor dengan menggunakan konstruksi dinding atau tembok penahan tanah dari batu (kali). Biasanya, bronjong kawat dijual dengan tiga spesifikasi. Meski sama-sama berukuran 200 x 100 x 50 cm, tetapi lubang anyaman berbeda-beda, mulai dari 18 x 20 cm, 15 x 17 cm, dan 8 x 10 cm. Dari atas jembatan, penulis tak dapat mengetahui secara pasti, ukuran lubang anyaman bronjong kawat yang dipasang para pekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun