Pada tanggal 25 Mei 1946 kedua pasukan tersebut dengan menggunakan senjata tajam terus berjalan kaki menuju Parungpanjang, suatu tempat disebelah barat Serpong. Disepanjang perjalanan menuju sasaran pasukan bertambah terus di antaranya dari Pasukan dari Kampung Sengkol pimpinan Jaro Tiking, pasukan dari Rangkasbitung pimpinan Mama Hasyim dan Pasukan Laskar pimpinan Nafsirin Hadi dan E.Mohammad Mansyur.
Pada tanggal 25 Mei 1946 malam, para pimpinan pasukan berunding untuk mengatur siasat pertempuran. Esok harinya, tanggal 26 Mei 1946 Serpong di serang. Pasukan Pimpinan KH Harun menyerang dari belakang sedangkan Pasukan Pimpinan KH Ibrahim, pasukan pimpinan Mama Hasyim dan pasukan pimpinan E.Mohammad Masyur menyerang dari depan dengan melalui jalan raya Serpong. Dalam gerakan menuju sasaran pasukan mengumandangkan takbir “Allahu Akbar”. Suara takbir itu membuat pasukan Belanda waspada dan siap mengambil posisi ditempat-tempat yang strategis. Pasukan laskar Banten maju terus dengan mengumandakan takbir dan Pasukan Belanda gencar menembaknya sehingga korban berjatuhan. Suara Takbir lambat laun melemah dan akhirnya tidak terdengar lagi dan pasukan Banten sekitar 200 orang gugur, termasuk KH Ibrahim dan Jaro Tiking.
Untuk mengurus dan memakamkan jenazah para korban, Nafsirin Hadi berhasil menemui Pimpinan tentara Belanda, seorang Letnan KNIL. Permintaannya dikabulkan dengan mengatakan: “Saya diharuskan memberikan Tuan izin untuk menguburkan jenazah-jenazah itu, tetapi hanya oleh empat orang dari Pasukan Tuan. Dan pukul 06.00 sore, Tuan harus sudah meninggalkan tempat ini”. Atas persetujuan pimpinan tentara Belanda para korban itu pada tanggal 27 Mei 21946 siang dikubur secara masal dalam tiga lubang besar. Namun tempat pemakaman itu kemudian diberi nama “MAKAM PAHLAWAN SERIBU” yang terletak di Kampung Pariang, Serpong.
[caption id="attachment_305832" align="aligncenter" width="560" caption="Di belakang tugu berwarna merah itulah bersemayam jasad para pahlawan yang gugur pada saat Pertempuran Seribu di Serpong. (Foto: Dokpri)"]
[/caption]
Sebenarnya, jasad para pahlawan yang ada di TMP Seribu Serpong ini, sebelumnya telah dikebumikan di titik lokasi pertempuran, yaitu di pertigaan Kecamatan Cisauk (atau lebih dikenal dengan Pasar Lebak, Tangerang. Di lokasi tersebut, dibangun juga monumen pahlawan. Tapi, seiring pesatnya perkembangan wilayah, membuat makam para pahlawan itu seolah ‘terpinggirkan’ oleh kesibukan perniagaan komersial, tambah lagi, pertigaan Cisauk memang kondang akan kemacetan lalu-lintasnya. Alhasil, TMP di lokasi titik pertempuran Pahlawan Seribu itu pun dipindahkan ke tempatnya yang sekarang.
Pemindahan ini tak urung menimbulkan kontroversi. Salah satunya, seperti dituturkan salah seorang saksi mata sekaligus pelaku sejarah pertempuran Pahlawan Seribu yaitu Pak Mahadi bin Bantoet (akrab disapa Pak Oyot) yang terlahir pada 20 Februari 1917. “Untuk peristiwa Pahlawan Seribu, titik pertempuran terjadi tepat di kawasan pertigaan Cisauk. TKR atau Tentara Keamanan Rakyat belum ada, jadi perlawanan yang dilakukan bersifat semangat kedaerahan dan lokal. Pada umumnya laskar atau kelompok perlawanan rakyat yang datang menyerbu Belanda di daerah ini datang dari Banten yang berasal dari daerah Madja, Tejo dan sekitar Rangkas Bitung,” urai Pak Oyot seperti pernah dimuat SerpongKita.com.
Pada malam harinya, lanjut Pak Oyot, setelah pertempuran yang berlangsung selama satu hari dari jam 8 pagi hingga jam 8 malam itu, Serpong benar-benar sepi dan sunyi. Warga banyak yang pergi karena ketakutan. “Tapi, saya dan almarhum Jaro Arsyad mulai mengumpulkan dan mengubur jenazah. Jenazah berjumlah 147. Dan dimakamkan ke dalam tiga liang lahat. Kemudian 3 jenazah dimakamkan terpisah oleh warga,” tuturnya sembari menambahkan bahwa setelah keadaan kembali normal, para warga membuat sebuah tugu peringatan yang dibangun secara swadaya. “Tapi saya prihatin. Tugu tersebut saat ini semakin tertutup diantara para pedagang yang berjajar di pertigaan Cisauk”.
[caption id="attachment_305833" align="aligncenter" width="560" caption="TMP Seribu Serpong kini semakin terawat dengan baik, seiring dengan telah dibangunnya pagar tembok yang mengelilingi lokasi pemakaman ini. (Foto: Dokpri)"]
[/caption] Setiap tanggal 17 Agustus, kata Pak Oyot, selalu ada malam renungan. Tapi, monumen dan tugu yang menjadi bangunan saksi sejarah kurang dipelihara, dan malah dipindahkan. Sebagai, contoh tempat titik pertempuran yang terjadi di pertigaan Cisauk yang sudah ada monumen dan makamnya, malah dipindah ke kawasan Taman Tekno BSD. “Pembangunan juga perlu, tapi setidaknya menghargai jasa para pahlawan yang amat berjasa ini. Dengan relokasi makam bukannya menjaga dan merawat malah menjauhkan generasi kita dari sejarah,” keluhnya. Meski terjadi kontroversi, tapi pemindahan lokasi makam Pahlawan Seribu nyatanya berlangsung dengan lancar. Kini, semakin terlihat bagaimana TMP Seribu Serpong dapat tertata rapi, bersih, dan asri. Jauh dari kesan angker, apalagi menakutkan. Hanya saja, pada sisi tembok makam bagian kiri, justru bersebelahan dengan tembok batas lahan milik orang lain yang ironisnya terlihat miring dan dikhawatirkan roboh sehingga menimpa tembok TMP. Kiranya, sebelum terlambat apalagi roboh, pagar milik orang lain di sebelah kiri makam itu dihimbau untuk diperbaiki.
Kejadian-Kejadian Aneh Sebagian orang percaya, lokasi pemakaman seringkali menampakkan hal-hal aneh yang tak bisa dilihat mata telanjang, juga dipahami logika. Bagaimana dengan kejadian-kejadian seperti itu di TMP Seribu Serpong? Menurut Sirojuddin dan Junaedi, selama tiga tahun lebih mereka bertugas di TMP ini, tak pernah ada kejadian aneh, gaib atau mistik seperti yang seringkali diperbincangkan khalayak. “Biasa saja. Tak pernah ada hal-hal yang pernah saya temui. Hanya saja, pernah sekali saya tidur di ruang kerja, yang letaknya ada di sisi sebelah kiri TMP, dan yang saya rasakan, saya diselimuti cahaya putih yang menutupi pandangan. Entah mimpi atau
enggak, tapi semuanya jadi serba putih,” aku Sirojuddin kepada penulis.
[caption id="attachment_305834" align="aligncenter" width="560" caption="Tak ada keterangan nama di papan kayu nisan, tanpa dilengkapi topi baja, tak ada simbol kepahlawanan seperti misalnya bambu runcing dan lainnya, tapi makam di TMP Seribu Serpong ini tetap terlihat suci, gagah dan sederhana. (Foto: Dokpri)"]
[/caption] “Pernah juga, ada seseorang yang tengah dalam perjalanan, dan berhenti untuk mampir sekaligus numpang buang air kecil di toilet yang ada di dekat ruang kerja kami. Waktu itu, saya sempat menunjukkan lokasi toilet kepada orang tersebut. Tadinya, saya pikir, orang itu masuk ke toilet dan menyelesaikan buang hajatnya. Tapi ternyata, orang itu terburu-buru keluar dari toilet, dan langsung menemui saya di ruang kerja. Wajah orang itu pucat pasi, dan sembari bergidik ketakutan, dia bilang, bahwa dirinya tak sanggup dan tak jadi untuk membuang air kecil di toilet yang ada di TMP Seribu Serpong ini. Entah apa yang sempat dilihat oleh orang itu, tapi, jelas bahwa dia sangat ketakutan, seolah baru saja melihat sesuatu yang menakutkannya,” urai Sirojuddin lagi. Sementara itu, Junaedi menambahkan, bahwa meski dirinya tak pernah menemui hal-hal yang gaib, tapi ia sering mendengar pengakuan serta kesaksian dari sejumlah orang yang melintas di depan jalan TMP ini. “Katanya, mereka sempat melihat ada keramaian orang seperti tengah berperang di dalam lokasi TMP. Mereka melihatnya dari luar pintu gerbang, dan menyampaikan apa yang disaksikannya kepada saya. Semua saya dengarkan dengan baik, meskipun saya sendiri hampir tak pernah menyaksikan seperti apa yang mereka lihat itu di lokasi makam para pahlawan ini,” katanya kepada penulis. Beda lagi dengan cerita Ilham. Ketika dihubungi penulis melalui telepon selularnya, Ilham mengaku bahwa dirinya, dulu pernah didatangi beberapa orang yang berprofesi sebagai kontraktor. “Entah apa alasannya, setelah para kontraktor itu berziarah ke taman pemakaman, mereka kemudian menitipkan gambar proyek yang akan dibangunnya kepada saya. Saya sendiri kurang paham apa maksudnya. Tapi, ada yang selang waktu beberapa lama kemudian datang lagi kepada saya untuk memberi hadiah
handphone. Katanya, proyek mereka berhasil. Tapi itu dulu, dan belakangan sudah tidak ada lagi yang semacam ini,” cerita Ilham, yang memang paling sering menginap di ruang kerjanya dibandingkan dengan dua rekannya yang lain.
[caption id="attachment_305836" align="aligncenter" width="560" caption="Pagar bangunan lain di luar sisi kiri tembok pembatas makam milik orang lain, nampak terlihat sudah dalam kondisi yang miring. (Foto: Dokpri)"]
[/caption] [caption id="attachment_305837" align="aligncenter" width="560" caption="Penulis diterima dengan ramah oleh Sirojuddin di ruang kerjanya yang sejuk dan nyaman. (Foto: Dokpri)"]
[/caption] Ilham juga punya pengalaman spiritual lain. Sewaktu baru hari-hari pertama bekerja sebagai petugas kebersihan dan penjaga makam, dirinya mengaku sempat nyaris putus asa, galau dengan pekerjaannya, dan memutuskan untuk
resign dari pekerjaannya. “Tapi, dalam kegalauan itu, pernah sewaktu saya lagi tidur di tempat penjagaan, saya bermimpi didatangi oleh seorang lelaki yang mengaku sebagai salah seorang dari
ahli kubur di TMP ini. Bukannya untuk menakut-nakuti, tapi orang itu hanya berpesan agar dalam hidup ini, saya hendaklah selalu ikhlas dan sabar.
Insya Allah, rezeki dan kelapangan jalan akan selalu diberikan oleh Allah SWT.
Alhamdulillah, sampai sekarang, pesan dalam mimpi itu saya jalankan, dan terbukti, pekerjaan saya sampai saat ini selalu lancar-lancar saja,” ungkapnya. Tak perlu takut dan mengada-ada cerita soal TMP Seribu Serpong ini, ujar Ilham lagi. Asalkan setiap pengunjung punya niat baik saat datang ke TMP ini, maka
insya Allah tidak perlu ada kekhawatiran atau menjumpai hal-hal gaib yang ditakutkan. “Selama niatnya baik, maka semua juga akan baik-baik saja. Boleh percaya atau tidak, tapi memang, sejak memasuki pintu gerbang TMP ini, pengunjung sudah akan
dikawal oleh sejumlah anggota laskar rakyat Banten, dan itu tidak terlihat oleh mata awam,” terangnya. Pengalaman lain, tukas Ilham, adalah yang beberapa kali dirasakannya sendiri. “
Enggak tahu bagaimana kejadiannya, tapi, kalau saya tidur di ruang kerja yang ada di TMP ini, saya suka
kepulesan, kelewat nyenyak. Maksud hati, ingin cuma sekadar tidur siang saja, tapi nyatanya, sering saya malah bangun pas hari sudah sampai larut dan tengah malam,” katanya sembari terkekeh.
[caption id="attachment_305839" align="aligncenter" width="560" caption="Disinilah bersemayam jasad para pahlawan Pertempuran Seribu, sekaligus menjadi saksi atas perlawanan rakyat Banten terhadap penjajah kolonial Belanda. (Foto: Dokpri)"]
[/caption] Penuturan para petugas kebersihan dan penjaga di TMP Serbu Serpong ini memang menjadi cerita lain di balik keberadaan sebuah kompleks pemakaman. Selama niat pengunjung adalah sesuatu yang baik, dan melakukan ziarah ke makam para pahlawan ini sebagaimana mustinya, tentu semua akan baik-baik saja. Lagipula, bukankah ziarah kubur adalah sesuatu yang baik, karena selain mendoakan mereka yang telah mendahului kita, sekaligus dapat mengingatkan kita bahwa
semua yang hidup pasti akan mati. Seperti kata orang bijak,
kematian adalah nasehat yang diam untuk diri kita yang masih menjalani sisa hidup ini.
Lihat Sosbud Selengkapnya