Untuk bangunan rumah induk yang terletak di depan, dan berukuran lebih besar, didalamnya hanya terdapat empat ruangan yang cukup lapang. Bangunan rumah induk ini tembus ke bahagian belakang rumah, dan hanya dengan dipisahkan oleh bangunan kamar mandi atau toilet, lalu tersambung lagi dengan bangunan rumah kedua (bangunan sekunder) yang ukurannya lebih kecil, dan mirip pos penjagaan. Hanya terdapat tiga ruangan kosong dalam bangunan rumah kedua, dimana salah satu ruangan jelas sekali dijadikan sebagai dapur.
[caption id="attachment_318107" align="alignnone" width="567" caption="Diantara tulisan yang terpahat di monumen prasasti Peristiwa Lengkong ini terdapat lirik lagu berjudul Pahlawan Lengkong. (Foto: Gapey Sandy)"]
Di sebelah kanan rumah kedua, terdapat petilasan lubang sumur berdiameter sekitar satu meter, tanpa tiang kerekan seperti sumur lain pada umumnya. Lubang sumurnya, kini dalam kondisi yang sudah ditutupi oleh beton tebal. Di belakang rumah kedua, dibangun semacam taman dengan pepohonan yang rindang. Lokasi inilah yang diberi julukan sebagai “Taman Daan Mogot”.
Terdapat papan besi berisi dua informasi yang dipasang di halaman muka depan rumah. Satu informasi mengenai Cagar Budaya Monumen Palagan Lengkong, yang intinya bercerita singkat tentang Peristiwa Lengkong, dan dua bangunan rumah yang belum mengalami perubahan berarti sejak digunakan serdadu Jepang sebagai bagian dari kamp-nya. Informasi lainnya, menegaskan tentang status monumen ini, yang secara hukum dilindungi oleh UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Adapun yang dikutip di papan informasi ini adalah, Pasal 66 dan Pasal 105 dari UU Cagar Budaya tersebut, yang intinya memperingatkan adanya ancaman sanksi hukuman pidana dan atau denda, bagi siapa saja yang terbukti merusak Cagar Budaya ini.
Masih di lokasi yang sama, di atas areal lahan sekitar 500 meter persegi, sejajar dengan kedua bangunan rumah bekas markas serdadu Jepang ini, dibangun sebuah monumen, yang terbuat dari tembok dengan batu keramik berwarna hitam, dan melekat pada gundukan tanah membukit dengan rerumputan yang tertanam dan terpangkas rapi. Pada bagian atas Monumen Palagan Lengkong ini, terdapat patung lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni Burung Garuda, yang juga berwarna hitam, senada dengan warna dinding berbatu keramiknya.
Pada dinding prasasti yang dilapisi keramik berwarna hitam itu terpahat tulisan keterangan mengenai Peristiwa Lengkong, berikut syair Lagu “Pahlawan Lengkong”, dan daftar nama tiga perwira Tentara Republik Indonesia (TRI), serta 34 Taruna Akademi Militer Tangerang yang gugur dalam peristiwa tersebut.
[caption id="attachment_318108" align="alignnone" width="567" caption="Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Burung Garuda, dan pahatan tulisan Peristiwa Lengkong. (Foto: Gapey Sandy)"]
Monumen Palagan Lengkong menjadi saksi bisu Peristiwa Lengkong, yang kejadiannya diperingati pada setiap tanggal 25 Januari. Bukan hanya peringatannya saja, bahkan sejak tahun 2005 lalu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu telah memutuskan sekaligus menetapkan bahwa, peristiwa berdarah tersebut sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer. Hal itu dimaklumatkan melalui Surat Telegram KSAD Nomor ST/12/2005 tertanggal 7 Januari 2005.
Selengkapnya, beginilah, rangkaian tulisan yang terpahat di Monumen Palagan Lengkong yang mulai dibangun sejak tahun 1993:
. . .
PERISTIWA LENGKONG