Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ulah Presenter ('Penyidik') tvOne

11 September 2013   01:36 Diperbarui: 16 Mei 2016   18:23 14029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presenter tvOne saat telewicara dengan Ahmad Dhani, Senin (9/9). (Foto: Berita TIVI)


Adalah wawancara tvOne dengan Ahmad Dhani yang diduga membuat sang musisi sewot. Saking sewotnya, Dhani minta agar awak media stasiun tvOne tidak melakukan peliputan jurnalistik atas dirinya. Seperti termuat dalam akun twitter Dhani @AHMADDHANIPRAST, pada Selasa 10 September 2013. Kicauannya:  "Saya perintahkan supaya crew @tvOneNews tdk meliput saya... Saya mem Blacklist @tvOneNews. Jadi tau diri aja utk menjauh dari saya".

Diduga, wawancara tersebut adalah yang berlangsung pada Senin, 9 September 2013 di acara "Apa Kabar Indonesia Malam". Bisa disaksikan melalui video di bawah ini

Atau, seperti yang juga telah diberitakan secara sepihak oleh tvOne

Dalam wawancara itu, Dhani memang terlihat kurang suka dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pembawa acara. Dhani sempat menjawab ketus ketika dia merasa ditanya pertanyaaan bagaimana paniknya seorang Ahmad Dhani mendengar anaknya kecelakaan. "Orangtua mana yang tidak panik mendengar anaknya kecelakaan seperti itu, bagaimana sih?" ketus Dhani.

Dhani mendapat pertanyaan seputar kenapa Dul bisa dengan bebas mengendarai mobil dini hari. Dhani awalnya menjawab seadanya. Namun, kekesalan Dhani pun seperti memuncak ketika dirinya merasa seperti diinterograsi. Dhani menyebut sang pembawa acara lebih tepat atau cocok menjadi seorang penyidik ketimbang sebagai presenter TV."Anda ini presenter apa penyidik sih, kok nanyanya kayak saya sedang diinterograsi. Mbak lebih cocok jadi penyidik. Klarifikasi kok gaya pertanyaannya kayak penyidik. Sangat baku sekali," kesal Dhani.

MENARIK MINAT KHALAYAK

Sebenarnya, praktik wawancara yang diduga menyulut emosi Dhani tergolong biasa-biasa saja. Hanya saja memang, nilai berita dan hiburan dari wawancara ini diakui memiliki sejumlah aspek kelayakan dan keunggulan sekaligus, yaitu:

Pertama: Wawancara ini tepat waktu alias aktual. Potensinya dalam menyampaikan informasi perkembangan tragedi kecelakaan lalu-lintas maut tersaji secara langsung (live) dan bersifat segera. Selain itu, kecepatan menghadirkan Dhani melalui sambungan telepon sebagai narasumber, menjadi nilai paling utama dalam menyuguhkan perkembangan informasi dan peristiwa dari waktu ke waktu (updating news).

Kedua: Wawancara ini memiliki prominence, keulungan, interest, atau daya tarik yang tinggi karena narasumbernya menyangkut seorang tokoh publik. Segala peristiwa yang terkait dengan tokoh-tokoh masyarakat selalu menarik perhatian. Hampir semua lini, hal dan waktu kehidupan mereka menarik untuk diketahui khalayak. Boleh dibilang, publik memang menanti-nanti, apa-apa saja yang akan dikatakan oleh Dhani terkait (perkembangan) tragedi kecelakaan lalu-lintas maut yang melibatkan si 'Dul', putra bungsunya.

Ketiga: Wawancara dengan Dhani kuat menarik minat pemirsa karena berhubungan dengan (crime)kriminalitas. Ada si Dul, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yang diduga melarikan kendaraan dengan kecepatan tinggi di jalan tol meski belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Akibatnya, karena tidak bisa mengendalikan laju kendaraannya, mengakibatkan orang lain menjadi korban luka, bahkan nyawa melayang.

Keempat: Interview dengan Dhani makin memiliki nilai tinggi lantaran mengandung human interest, atau minat insani yang istimewa bagi khalayak. Di dalamnya ada cerita soal kesedihan sekian banyak keluarga yang menjadi korban luka/meninggal dunia (termasuk keluarga dari tersangka), sentuhan rasa kemanusiaan (upaya mempertanggung-jawabkan perbuatan yang telah membuat celaka), bayang-bayang kesakitan, kemuraman, dugaan kelalaian orang tua dan lainnya, termasuk menunggu-nunggu apalagi celotehan dari sosok Dhani yang oleh sebagian orang selalu dianggap sombong dan nyeleneh.

Kelima: Wawancara tvOne dengan Dhani juga mempunyai nilai berita sekaligus hiburan yang tinggi pula karena menyangkut peristiwa sensasional. Betapa tidak? Seorang anak berusia 13 tahun, bebas berkendara di jalan tol, tanpa sepengetahuan orangtuanya dan akibat kelalaiannya mengakibatkan enam orang sekaligus nyawa meregang nyawa. Belum lagi, para korban luka lainnya. Sungguh terasa musykil, spektakuler, luar biasa maupun sulit diterima akal.

Dan keenam: Wawancara dengan Dhani ini mencuri perhatian dan semakin bernilai positif karena menumbuhkan kesadaran masyarakat dan negara untuk kehidupan bersama yang lebih baik. Dalam hal ini, memunculkan kesadaran publik bahwa anak-anak di bawah umur yang belum memiliki SIM agar tidak diberi peluang sekaligus keleluasaan untuk mengendarai mobil atau motor seenaknya. Apalagi, Dhani sempat menyebut bahwa tanggung-jawab atas ketertiban berkendara di jalan umum juga menjadi tanggung-jawab semua pihak, termasuk penyelenggara jalan tol, dan negara! Dengan kata lain, ada nilai tanggung jawab sosial dalam wawancara ini.

PRESENTER ATAU PENYIDIK?

Kalau wawancara tvOne dengan Dhani ini dianggap mengandung nilai berita dan hiburan yang tinggi seperti di atas, lantas kenapa presenternya malah membuat narasumber menjadi sewot? Kenapa wawancara ini berubah jadi tidak menyenangkan bagi salah satu pihak? Salahnya dimana?

Wawancara dengan Dhani adalah merupakan The Factual Interview, atau wawancara yang dilakukan untuk memperoleh atau menggali fakta-fakta. Tentu saja, menyangkut kecelakaan lalu lintas maut yang menghilangkan nyawa enam orang dan melukai sekian banyak korban lainnya secara sekaligus, dimana si Dul, putra bungsu Dhani adalah tersangka pelakunya.

Dalam wawancara dengan Dhani, nampak bahwa pewawancara berusaha mencairkan suasana (ice breaking) dengan menyapa Dhani sembari menyatakan turut berduka atas kecelakaan yang menimpa si Dul sekaligus mengalami luka. Disini, ice breaking berlangsung mulus, dan menjadi makin baik dengan lontaran pertanyaan pembuka yang bertipikal terbuka, sehingga membuat narasumber rileks. Pertanyaan pembuka itu adalah: "Ketika mendengar Dul kecelakaan, apa yang ada dalam pikiran Mas Dhani saat itu?"

Tapi, apa selanjutnya? Kekacauan! Pewawancara nampak sekali kurang menunjukkan empati terhadap narasumber dengan langsung memberondong pertanyaan dengan berupaya mengorek informasi teknis sambil sesekali berusaha mendapatkan jawaban klarifikasi. Kurangnya empati makin ditunjukkan oleh interviewer dengan menjustifikasi narasumber secara sepihak, terutama saat Dhani menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa si Dul bisa menyetir mobil. Pewawancara seolah justru menghakimi Dhani dengan melontarkan pernyataan: "Berarti tidak terawasi. Mas Dhani tidak tahu kalau Dul bisa nyetir".

Wajar kalau Dhani merasa dirinya seolah menghadapi penyidik. Dalam kondisi fisik dan psikis yang terkuras, menyimak pertanyaan dan pernyataan pewawancara seperti itu, maklumlah bila Dhani sewot. Padahal, empati bisa ditunjukkan pewawancara misalnya dengan menanyakan: Bagaimana perkembangan perawatan medis si Dul? Apa saja rencana para dokter yang sudah disampaikan kepada pihak keluarga? Dan pertanyaan lain yang menunjukkan empati sambil membuat ice breaking secara simultan dalam sebuah bangunan yang namanya wawancara.

Bukan saja pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kurang berempati terhadap Dhani---orangtua tersangka sekaligus korban kecelakaan lalu-lintas maut ini---, tapi juga nada dan kesan dalam setiap pertanyaan yang diajukan berciri 'penekanan'. Tambah lagi, alur wawancaranya 'meloncat-loncat' sehingga membuat Dhani pun 'kesulitan' merangkai kronologis. Simak saja rangkaian pertanyaan berikut:

"Izin keluarnya bagaimana? Dul bisa keluar malam bagaimana, tanpa izin?"

"Berarti menurut Mas Dhani, diizinkannya oleh bundanya?"

"Berarti Mas Dhani hilang kontak dengan Dul?"

"Sementara Mas Dhani ada di ....?"

"Mas Dhani, ini benar mobil milik Dul? Atas nama Dul, atau nama Mas Dhani?"

"Mas Dhani, Dul ini memang pintar mengemudikan mobil?"

Andai saja pewawancara menunjukkan empati dengan pertanyaan yang memahami sepenuhnya akan situasi dan kondisi dimana Dhani pada malam itu tengah berada (di RS Meilia, Cibubur, Jakarta Timur), tentu wawancara tadi bakal menumbuhkan rasa saling percaya, menghargai dan menyenangkan kedua belah pihak. Dengan berempati, maka pertanyaan-pertanyaan berpola 'tekanan' yang merupakan ciri interogasi atau penyidikan pasti tak akan diajukan. Hasilnya? Rapport tvOne akan baik pula.

Kelemahan lain pewawancara adalah kurang tangkas dalam pertanyaan improvisasi. Beberapa kali Dhani mengajukan jawaban, si pewawancara tidak sigap menambah pertanyaan baru berdasarkan jawaban narasumber, biasanya karena ada hal baru yang tidak diduga sebelumnya. Biasanya, ini diistilahkan sebagai Ordering Question. Andai pewawancara sigap, tentu bukan pernyataan yang terlontar dari mulutnya, dan malah kemudian menjustifikasi Dhani. Seperti pernyataan presenter yang mengatakan: "Berarti tidak terawasi. Mas Dhani tidak tahu kalau Dul bisa nyetir".

Akan lebih baik kalau pewawancara sigap berimprovisasi dengan mengajukan Ordering Question, misalnya: "Wah, ini fakta menarik bahwa ternyata Anda tidak mengerti bahwa Dul sudah bisa menyetir mobil. Bagaimana dengan El dan Al, kapan mereka belajar nyetir dan apakah tak pernah cerita kalau Dul juga sudah bisa nyetir?"

Dalam wawancara tvOne bersama Dhani, parahnya lagi, audio input dan output telewicara ini pun kurang baik. Sehingga antara interviewer dengan Dhani sempat terjadi miskomunikasi yang menegangkan soal kata "panik", dan "pamit". Dhani agak sewot karena menganggap presenter kurang menghargai kepanikan dirinya atas kecelakaan si Dul. Sementara maksud si pewawancara adalah "Bagaimana si Dul ini pamit untuk pergi?" Akibatnya terjadi inefisiensi, dimana pewawancara menyampaikan ulang maksud pertanyaan yang sesungguhnya kepada Dhani. Begitu pun sebaliknya, Dhani berkali-kali bertanya ulang atas maksud dari pertanyaan yang diajukan pewawancara.

Lucunya lagi, saat Dhani sewot dan menuding pewawancara lebih cocok menjadi seorang 'penyidik' ketimbang presenter TV---karena pertanyaan yang diajukan cenderung bertipikal interogasi---, si pewawancara justru menyatakan terima kasih kepada Dhani. Sungguh, tak habis pikir menyaksikan ulah presenter seperti ini. Bahkan, selain menyampaikan rasa terima kasih itu, presenter juga menambahkan bahwa (sebagai presenter) memang harus bisa melakukan (atau mengajukan) pertanyaan dengan dalih mengklarifikasi informasi---menurut si presenter, supaya tidak ada yang salah---dengan tipikal 'penyidikan' seperti itu. Bahkan, satu pernyataan mencengangkan yang tak perlu, justru meluncur dari lisan sang presenter kepada Dhani: "Memang harus serba bisa, Mas".

Maknanya, harus serba bisa dengan menjadi presenter yang bertipikal 'penyidik'? Lhadalah ... menjadi presenter yang serba bisa itu sah-sah saja. Tapi dalam praktiknya, lihat situasi dan kondisinya terlebih dahulu. Sebagai narasumber, Dhani bukan buronan, apalagi penjahat kerah putih. Fakta dan klarifikasi dari Dhani butuh untuk digali melalui kelihaian pewawancara, tapi bukan dengan cara mengajukan pertanyaan bertipikal interogasi ('penyidikan') seperti itu.

Akhirnya, pewawancara yang baik mewakili khalayak pendengar, bukan dirinya pribadi, atau ego-nya sendiri. (Errol Jonathans dalam buku 'Politik dan Radio', terbitan FNSt, 2000). Kebanyakan interviewer seringkali melupakan penghayatan ini. Akibatnya, mereka tampil dalam aneka talkshow tanpa pernah mewakili khalayak. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada narasumber kadang menjadi tendensius, 'menyerang' narasumber, memojokkan/mengarahkan dengan cara tidak santun, malah pula seringkali pertanyaannya tidak cerdas. Disinilah nilai kegagalan pewawancara, karena pertanyaan yang diajukan tidak mewakili apa yang ada di benak para pemirsanya.

Yuk deh, kita belajar bareng dan latihan cas cis cus lagi ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun