Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengendalikan Harga, Menjangkar Inflasi

25 Juli 2014   23:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:13 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_349682" align="aligncenter" width="540" caption="Menko Perekonomian Chairul Tanjung bersama sejumlah menteri dan Kepala Badan Pusat Statistik melakukan peninjauan harga bahan-bahan kebutuhan masyarakat, pada H-7 menjelang Hari Raya Idul Fitri 1435 H, di Pasar Klender, Jakarta Timur. (Foto: www.ekon.go.id)"]

1406278858653529742
1406278858653529742
[/caption]

Menyadari bahwa kebijakan daerah lebih banyak menjadi pemicu inflasi, Widodo menuturkan, pihaknya telah mempersiapkan tiga agenda penting. Pertama, Mendagri mengeluarkan Permendagri No.9/2014 tentang Pedoman Pengembangan Produk Unggulan Daerah. Kebijakan ini utamanya, meminta kepada seluruh kepala daerah agar menetapkan dan memiliki produk unggulan daerah, sekaligus menentukan harganya. “Supaya petani dan nelayan memiliki harga yang stabil untuk produk tersebut, meskipun dalam kondisi panen raya, maupun tidak dalam kondisi panen raya,” ujarnya.

Kedua, mengeluarkan informasi harga pasar. “Pusat Informasi Harga Pasar sebenarnya sudah ada, tinggal dikuatkan. Ini dilakukan untuk menghindari adanya orang-orang yang hanya mencari untung bagi dirinya sendiri dari informasi harga yang tak diketahui,” harap Widodo.

Dan agenda ketiga adalah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya yakni memperkuat kerjasama antar kabupaten.

Pada bagian lain, Ferry Irawan dari Kementerian Keuangan menjelaskan, selain TPID, sebenarnya ada juga Tim Pemantau dan Pengendalian Inflasi (TPI). Pembentukan tim ini didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB)  Menteri Keuangan No.88/KMK.02/2005 dan Gubernur BI No.7/9/KEP.GBI/2005 yang berlaku untuk masa tugas 1 tahun (tahun 2005).Untuk selanjutnya, dasar hukum pelaksanaan tugas TPI diatur dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan (Menkeu) yang ditetapkan setiap tahun.

[caption id="attachment_349683" align="aligncenter" width="567" caption="Pepih Nugraha (Kompasiana) memberikan plakat penghargaan kepada Widodo Sigit Pudjianto dari Kemendagri, dan pembicara lainnya. (Foto: Gapey Sandy)"]

14062788881220648731
14062788881220648731
[/caption]

TPI dibentuk berdasarkan pertimbangan bahwa, inflasi yang rendah dan stabil merupakan satu sasaran yang ingin dicapai Pemerintah, sebagai bagian dalam upaya menjaga stabilitas makro ekonomi sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6/2009.

Lantas, apa yang dilakukan TPI?

Merujuk pada pertimbangan awal pembentukan TPI yang dituangkan dalam Keputusan  Menteri Keuangan (KMK), didalamnya termaktub beberapa tugas utama yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan tugas TPI, yakni: Melakukan koordinasi dalam rangka penetapan sasaran inflasi tiga tahun ke depan; Melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan evaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan yang ditempuh; dan, Melakukan koordinasi dalam rangka merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung kepada pencapaian sasaran inflasi kepada Menteri Keuangan.

Kenapa kemenkeu berkepentingan juga? Karena, selain diamanatkan oleh UU BI itu sendiri, pada UU APBN juga diamanatkan bahwa, Kemenkeu memiliki beberapa indikator ekonomi untuk membangun atau menyusun APBN, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan seterusnya. Dalam pembahasan APBN yang lebih panjang, dalam konteks ekonomi, biasanya cuma ada dua hal mengemuka, yaitu pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Dua hal ini yang mendorong Kemenkeu untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga inflasi bersama lembaga pemerintah lainnya,” tutur Ferry lugas.

Menjangkar Inflasi

Begitulah, koordinasi yang greget dan harmonis antar kementerian plus BI (beserta lembaga pemerintah lainnya) dalam mengendalikan stabilitas harga serta menjangkar inflasi, agar tidak melambung tinggi. Seperti diketahui, inflasi yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia dikelompokan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu: Kelompok Bahan Makanan; Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau; Kelompok Perumahan; Kelompok Sandang; Kelompok Kesehatan; Kelompok Pendidikan dan Olah Raga; serta, Kelompok Transportasi dan Komunikasi.

[caption id="attachment_349684" align="aligncenter" width="567" caption="Grup musik Lobow tampil menghibur di acara Nangkring Bareng Kompasiana dengan Bank Indonesia, sambil menunggu waktu berbuka puasa. (Foto: Gapey Sandy)"]

1406278991476829429
1406278991476829429
[/caption]

Terhadap ketujuh kelompok pengeluaran ini, lestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi, didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Dalam situsnya, BI memaparkan tiga resiko atas angka inflasi. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Dan, ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

“Bagi kami, yang penting adalah angka inflasi bukan saja stabil, tapi juga harus rendah. Ke depan, kita harus bertahap menjadikan angka inflasi semakin rendah. Pada 2018 mendatang, Kementerian Keuangan sudah menargetkan bahwa inflasi Indonesia berada di bawah 3,5%. Upaya menjadikan inflasi ini rendah, akan terus diupayakan bersama-sama, sehingga angkanya dapat setara dengan negara-negara tetangga yang hanya sekitar 2%,” pungkas Arief Hartawan.

Semoga tercapai.

oooOooo


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun