Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mestakung Kalijodo

22 Februari 2016   14:38 Diperbarui: 22 Februari 2016   15:21 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SAYA kok melihat ada mestakung (alam semesta mendukung) dalam kasus Kalijodo,  kawasan yang akan digusur Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Terserahlah kalau Anda mengatakan ada hidayah (Islam) dan tangan Tuhan bekerja (Kristen) di sana.

Mestakung adalah istilah yang pernah dipopulerkan fisikawan Yohanes Surya untuk menggambarkan proses tindakan manusia (yang baik) pasti akan ditopang/didukung oleh alam semesta.

Sebagaimana kita ketahui berdasarkan dari pemberitaan media, rencana Ahok untuk menjadikan Kalijodo seperti sediakala (jalur hijau) melahirkan suasana gegap gempita. Tersebutlah misalnya tuduhan kepada Ahok bahwa ia adalah pejabat yang tidak manusiawi dan melanggar HAM, Ahok sok jagoan dan berbagai umpatan lain.

Harus kita akui, apa yang akan dilakukan Ahok atas sebagian tanah di Kalijodo yang selama ini digunakan sebagai lokasi maksiat adalah program dadakan. “Drama” Kalijodo dipicu adanya kasus anak muda yang mabuk-mabukan di Kalijodo dan mobil yang dikendarainya kemudian mengalami kecelakaan dan menewaskan empat warga.

Oleh sebab itu bisa dipahami jika rencana Ahok itu ditentang habis-habisan sebagian warga di sana, terutama oleh mereka yang selama ini "dihidupi" Kalijodo, baik yang halal, maupun haram.

Dalam suasana panas seperti itu mestakung berpihak kepada Ahok. Tiba-tiba Daeng Azis, “malaikat” (maaf saya tidak menyebut bos preman) Kalijodo keluar dari singgasananya, dan orang pun akhirnya maklum: “Oh, itu toh pahlawan Kalijodo yang selama ini menghidupi banyak perempuan penghibur lelaki hidung belang dan para pekerja kafe remang-remang.”

Gara-gara Kalijodo, “pahlawan” kesiangan pun bermunculan, lalu bersilaturahim ke Kalijodo seolah-olah membela warga di sana, eh siapa tahu bisa “nyalon” sebagai gubernur DKI Jakarta dan menang dalam Pilkada Serentak 2017 nanti. Rasanya mereka begitu bangga hanya karena diprediksi bakal mampu menumbangkan dominasi Ahok setelah menyambangi Kalijodo setelah kawasan itu akan ditamankan dan dihijaukan oleh Ahok. Sebaliknya Ahok malah berujar: “Ngapain gue mesti ke sana, memangnya mau kungfu.”

Mestakung yang berpihak kepada Ahok secara tidak langsung (maaf) membodohkan lawan Ahok atau pihak yang bersimpati kepada segala sesuatu yang berbau Kalijodo. Salah seorang korban yang sekali lagi (maaf) terkena imbas kebodohan itu adalah Razman Arif Nasution yang memanfaatkan Kalijodo untuk menaikkan elektabilitasnya sebagai pengacara.

Seolah menjadi juru damai dan penyejuk, Razman yang katanya sudah ditunjuk sebagai pengacara warga Kalijodo itu, meminta warga tenang dan tidak bertindak anarkis.  Tapi, dia juga tidak bisa menahan keputusan warga yang menolak penggusuran hingga berujung kericuhan (lho, kok malah menghasut secara halus).

Nah, ini yang tidak sedap. Razman bilang bisa saja urat malu para perempuan penghibur lelaki hidung belang (PPLHB) sudah putus. Mereka inilah yang disebut Razman bisa berdemontrasi telanjang. Tak tanggung-tanggung, Razman menyebut, jumlah mereka yang berpeluang bisa berdemonstrasi bugil itu ada 1.000 PPLHB.

Angka 1.000 demonstran bugil itu tak urung menjadi bahan olok-olok para netizen dan dialamatkan ke Razman. Lha, angka 1.000  itu dari mana? Info resmi menyebutkan jumlah PPLHB di Kalijodo ada 445 orang. Lalu Razman mengerahkan yang 555 orang lagi dari mana?

Prakiraan Razman itu ditunggu banyak orang, tidak saja yang tinggal di Jakarta, tapi juga yang tinggal di Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang. Mereka, terutama para lelaki sudah tidak sabar menanti, kapan hari H demo bugil itu tiba. Atraksi ini pastinya tak kalah menarik dengan gerhana matahari total pada 9 Maret mendatang. Ini peluang bisnis buat perusahaan event organizer (EO) dan biro perjalanan. Nama acaranya: “Nonton Bareng Konser Demo Bugil Kalijodo.”

Pekan pertama sejak Ahok mencanangkan bakal menggusur Kalijodo, berita begitu gegap gempita menyudutkan mantan bupati Belitung Timur itu. Tapi, dia tidak surut, bahkan makin galak.

Namun, hari-hari ini mestakung mendukung Ahok. Para perempuan yang disebut Razman bakal demo telanjang itu, sebagian malah sudah pulang kampung.

Karena itu feature yang ditulis koran Kompas hari ini (Senin 22 Februari) sungguh menarik, judulnya “Dan Pesta Itu Pun Usai ...” Dalam tulisan tersebut Kompas menceritakan kisah perempuan asal Yogyakarta bernama Nanik (43) yang punya usaha rumah bordil di Kalijodo. Setelah rumah bordilnya ditutup, ia dan anak-anaknya akan pulang kampung dan membuka bisnis home-stay dan kafe di Yogyakarta.

Ia justru mengungkapkan rasa syukurnya begitu mengetahui Kalijodo akan digusur, termasuk rumah bordilnya. “Kalau nggak ditutup, terus kapan saya mau serius membangun home stay dan kafe di Kaliurang, Yogyakarta,” ujar Nanik kepada para wartawan.

“Anak-anak” yang ditampung di rumah bordilnya, menurut Nanik, satu per satu juga sudah kembali ke kampung halaman masing-masing sejak hampir sepekan ini.  Waduh, “harapan” Razman ada 1.000 peserta demo telanjang, bakal tidak lengkap, dong!

Begitulah kalau mestakung sedang berkarya. Begitulah kalau hidayah sedang menjamah manusia. Begitulah kalau Tuhan sedang bekerja atas niat baik umat-Nya. Apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Apa yang mustahil bisa menjadi kenyataan.

Penggusuran Kalijodo pasti akan menghilangan semua, termasuk sejumlah rumah ibadah, baik masjid maupun gereja. Yang ajaib, umat tidak marah, padahal di kawasan itu ada tokoh masjid yang rutin mengadakan tahlilan bersama para perempuan penjaja “cinta” supaya para perempuan itu tobat dan kembali ke jalan yang benar.

Sangat mungkin, proses pertobatan itu datang dan menampakkan hasilnya manakala Ahok menggusur Kalijodo. Jika Ahok tak bertindak tegas, sangat mungkin para perempuan yang telah dibina oleh tokoh masjid tersebut kembali tergoda ke rumah bordil. Bayangkan siapa yang tidak tergoda sekali menggelinjang dapat Rp 200.000 atau bahkan lebih.

Di Kalijodo rupanya juga ada gereja. Persisnya Gereja Bethel Indonesia (GBI). Tidak ada kompromi, gereja ini pun harus menyingkir dari Kalijodo padahal bangunan gereja ini telah berdiri di kawasan ini sudah 48 tahun!

Hari Minggu 21 Februari lalu, jemaat GBI mengadakan ibadah yang terakhir di Kalijodo. Di depan gedung gereja terpampang spanduk bertuliskan: “Terimakasih masyarakat Kalijodo  untuk 48 tahun kebersamaan. Tuhan mengasihi kita semua.”   

Ya, Tuhan mengasihi semua. Saya percaya jemaat dan pendeta gereja itu beriman bahwa Tuhan melalui Ahok pasti akan memberikan gereja baru kepada jemaat GBI, sebab dalam Injil Lukas 11: 10-11 ada tertulis: “Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan?”

Karena itu meski gerejanya digusur, umat gereja itu tidak protes apalagi demo macam-macam. Jika umat gereja itu berdoa minta gedung gereja, Tuhan pasti tidak akan memberikan rumah bordil. Pun demikian dengan pengelola dan pengurus rumah ibadah lainnya: Tuhan pasti memberikan yang terbaik. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun