SAYA bangga sekali deh dengan para anggota DPR dari Komisi III. Dikompori Azis Syamsuddin (Fraksi Golkar) yang waktu itu menjabat sebagai ketua komisi, para wakil rakyat kreatif bingit. Kreatif bikin panitia kerja (panja) “papa minta saham” yang melibatkan Setya Novanto.
Sebagaimana rakyat sudah tahu, Novanto telah mengundurkan diri sebagai ketua DPR, karena “terbukti” bersekongkol dengan “raja minyak” Muhammad Riza Chalid mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk minta saham kepada PT Freeport agar proses perpanjangan kontrak perusahaan Amrik itu mulus.
Singkat cerita, Novanto pun disidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang berlangsung lucu banget sebab konco-konco Novanto di Fraksi Golkar yang ditugaskan bersidang di MKD membela mati-matian bahwa Novanto tak berdosa.
Rakyat dan sebagian besar anggota MKD (terutama dari Fraksi NasDem) menyimpulkan bahwa Novanto telah melanggar etika sedang dan karenanya ia harus dimundurkan sebagai ketua DPR.
Tapi, menariknya di saat-saat injury-time, para anggota MKD “yang mulia” dari Golkar dan Gerindra berbalik arah dan “menuduh” Novanto melakukan pelanggaran etika berat. Keputusan ini sebenarnya akal-akalan Golkar dan Gerindra agar Novanto masih bisa melakukan pembelaan diri, sebab keputusan mengundurkan Novanto harus melalui proses yang lumayan panjang.
Sangat mungkin nantinya, jika langkah itu yang diputuskan dan ditempuh, Novanto dinyatakan tidak melanggar dan tetap berstatus “manusia suci”. Dengan begitu jabatan ketua DPR tetap bisa ia sandang dan bebas lagi main proyek yang memang sudah menjadi hobinya sejak laki-laki ini menggeluti dunia usaha.
Di saat desakan mundur dari rakyat semakin menguat, Novanto akhirnya tidak tahan juga. Sebelum pimpinan sidang MKD mengetuk palu bahwa Novanto melakukan pelanggaran etika sedang (konsekuensinya Novanto dimundurkan), Novanto buru-buru menulis surat pengunduran diri sebagai ketua DPR.
“Terkesima” dengan “kejantanan” Novanto, sampai-sampai MKD lupa membuat keputusan Novanto melanggar etika atau tidak. MKD baru membuat keputusan Novanto melanggar etika sadang dua bulan kemudian.
Setelah mundur, Novanto tetap dianggap sebagai “manusia setengah dewa” yang punya kesaktian mandra guna. Ia tetap dianggap sebagai manusia terhormat dan mendapat posisi ketua Fraksi Partai Golkar menggantikan Ade Komaruddin yang dipromosikan menggantikan Novanto sebagai ketua DPR.
Selain berstatus sebagai ketua Fraksi Golkar, Novanto adalah anggota Komisi III yang membidangi hukum. Anak buahnya, Azis Syamsuddin, duduk sebagai ketua Komisi III. Beberapa hari lalu, posisinya digantikan Bambang Soesatyo.
Permainan politik Novanto harus diakui sangat cantik. Sebelum diganti, Azis Syamsuddin mendapat misi “suci” membentuk panitia kerja (panja) “papa minta saham” yang intinya bertugas mengawal Kejaksaan Agung yang berupaya menegakkan hukum karena Setya Novanto disebut-sebut telah melakukan pemufakatan jahat dalam kasus “papa minta saham.”