Mohon tunggu...
Ega Noviyanti
Ega Noviyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43121120095 | Program Studi: Sarjana Manajemen | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Manajemen | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

29 November 2024   14:44 Diperbarui: 30 November 2024   12:25 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

Ega Noviyanti
Ega Noviyanti

Pendahuluan

Latar Belakang

Sir Edward Coke (1552--1634) adalah seorang hakim dan pemikir hukum Inggris yang berpengaruh dalam pengembangan sistem hukum pidana. Ia dikenal karena kontribusinya yang signifikan dalam bidang hukum pidana, terutama melalui pengembangan teori Actus Reus dan Mens Rea.

Aktivitas Karier

Selama karirnya, Coke menjabat sebagai Hakim Agung Inggris dan anggota Parlemen. Ia aktif dalam reformasi hukum dan meningkatkan transparansi serta kepastian hukum. Buku-bukunya, seperti "Commentaries upon Littleton", masih digunakan sebagai referensi hukum hingga abad modern.

Teori Actus Reus dan Mens Rea

Definisi

  • Actus Reus: Mengacu pada unsur fisik dari suatu kejahatan, yaitu tindakan atau kelalaian yang melanggar hukum. Contohnya dalam kasus korporasi bisa berupa tindakan seperti menyuap pejabat, melakukan penggelapan dana, atau memalsukan dokumen. Juga bisa berupa kebijakan atau prosedur yang dibuat oleh korporasi yang memungkinkan terjadinya tindak pidana, seperti sistem kontrol internal yang lemah atau kode etik yang tidak ditegakkan.
  • Mens Rea: Merupakan keadaan mental terdakwa pada saat melakukan Actus Reus. Ini dapat berupa niat jahat, kelalaian, atau ketidaksengajaan. Dalam kasus korporasi, Mens Rea bisa berupa niat jahat dari individu yang bertindak atas nama korporasi, seperti keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau keuntungan bagi korporasi dengan cara yang melanggar hukum.

Pentingnya Teori Actus Reus dan Mens Rea

Teori ini sangat penting karena:

  • Memastikan Keadilan: Hanya orang yang benar-benar bertanggung jawab atas tindakan mereka yang dihukum. Ini memastikan bahwa hanya mereka yang sengaja melakukan kesalahan yang dihukum, sehingga memberikan keadilan kepada semua pihak.
  • Melindungi Hak Individu: Melindungi individu dari penuntutan atas tindakan yang tidak mereka lakukan dengan sengaja atau karena kelalaian. Hal ini menjaga agar hak-hak individu tetap dilindungi oleh sistem hukum.
  • Mempromosikan Kepastian Hukum: Memberikan kejelasan dan konsistensi dalam penerapan hukum pidana. Dengan adanya dua elemen ini, sistem hukum menjadi lebih transparan dan akurat dalam menegakkan hukum.

Dampak Global

Kontribusi Coke tidak hanya terbatas di Inggris saja. Teori Actus Reus dan Mens Rea telah diadopsi oleh banyak negara dan menjadi dasar bagi banyak putusan pengadilan penting. Bahkan, dampaknya juga dirasakan di Indonesia, tempat mana-mana sistem hukum pidana modern masih bergantung pada prinsip-prinsip klasik Coke tentang kejahatan.

Ega Noviyanti
Ega Noviyanti

Konsep Actus Reus dan Mens Rea

Actus Reus

Actus Reus adalah istilah hukum yang merujuk pada unsur fisik dari suatu kejahatan. Ini mencakup tindakan yang dilakukan atau kelalaian yang terjadi yang melanggar hukum. Dalam konteks korupsi, contoh-contoh dari Actus Reus dapat meliputi:

  • Menyuap: Memberikan uang atau barang kepada pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan tidak sah.
  • Penggelapan: Mengambil atau menggunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan tertentu, seperti dana publik, untuk kepentingan pribadi.
  • Pemalsuan dokumen: Membuat atau mengubah dokumen secara ilegal untuk menipu pihak lain.

Actus Reus tidak hanya terbatas pada tindakan aktif; kelalaian dalam menjalankan kewajiban juga dapat dianggap sebagai Actus Reus. Misalnya, seorang pejabat yang gagal mengawasi penggunaan anggaran dengan baik dapat dikenakan tanggung jawab jika hal tersebut mengarah pada kerugian negara.

Mens Rea

Mens Rea, di sisi lain, berkaitan dengan keadaan mental terdakwa pada saat melakukan Actus Reus. Ini mencakup elemen-elemen seperti:

  • Niat jahat (malice): Tindakan dilakukan dengan kesadaran penuh dan tujuan untuk melanggar hukum.
  • Kelalaian (negligence): Tindakan dilakukan tanpa memperhatikan risiko yang mungkin ditimbulkan, meskipun pelaku seharusnya menyadari konsekuensi dari tindakannya.
  • Ketidaksengajaan (recklessness): Tindakan dilakukan tanpa peduli terhadap kemungkinan hasil buruk yang dapat terjadi.

Edward Coke, seorang tokoh penting dalam pengembangan hukum pidana, menekankan bahwa "actus non facit reum nisi mens sit rea," yang berarti bahwa seseorang tidak dapat dianggap bersalah atas suatu tindakan kecuali ada niat jahat di baliknya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa kedua elemen---Actus Reus dan Mens Rea---harus dibuktikan secara bersamaan dalam kasus pidana.

Pentingnya Kedua Elemen

Kedua elemen ini sangat penting dalam sistem hukum pidana karena:

  1. Memastikan Keadilan: Hanya individu yang benar-benar bertanggung jawab atas tindakan mereka yang dapat dihukum, sehingga mencegah penuntutan yang tidak adil.
  2. Melindungi Hak Individu: Teori ini melindungi individu dari penuntutan atas tindakan yang tidak mereka lakukan dengan sengaja atau karena kelalaian.
  3. Mempromosikan Kepastian Hukum: Memberikan kejelasan dan konsistensi dalam penerapan hukum pidana, sehingga masyarakat memahami apa yang dianggap sebagai tindak pidana.

Penerapan dalam Kasus Korupsi di Indonesia

Dalam konteks hukum pidana di Indonesia, penerapan teori Actus Reus dan Mens Rea sangat penting untuk membuktikan tindak pidana korupsi. Kedua elemen ini menjadi landasan bagi jaksa penuntut umum dalam menuntut pelaku korupsi.

Actus Reus

Actus Reus mengacu pada tindakan fisik yang dilakukan oleh terdakwa yang melanggar hukum. Dalam kasus korupsi, ini bisa berupa:

  • Menyuap: Tindakan memberikan uang atau barang kepada pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan.
  • Penggelapan: Mengambil atau menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi.
  • Penyalahgunaan wewenang: Menggunakan posisi jabatan untuk keuntungan pribadi yang merugikan negara.

Contoh konkret dari Actus Reus dalam kasus korupsi adalah ketika seorang pejabat menerima suap dari kontraktor untuk memenangkan tender proyek pemerintah.

Mens Rea

Mens Rea, di sisi lain, merujuk pada keadaan mental terdakwa saat melakukan tindakan tersebut. Ini mencakup niat jahat atau kesengajaan dalam melakukan kejahatan. Dalam konteks korupsi, jaksa penuntut umum harus membuktikan bahwa terdakwa memiliki niat untuk:

  • Memperoleh keuntungan pribadi secara ilegal: Terdakwa melakukan tindakan korupsi dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
  • Merugikan negara: Tindakan tersebut dilakukan dengan kesadaran bahwa itu akan merugikan keuangan negara.

Sebagai contoh, jika seorang pejabat publik mengalihkan dana bantuan sosial untuk kepentingan pribadi, maka tidak hanya tindakan pengalihan dana yang perlu dibuktikan (Actus Reus), tetapi juga niat jahat di balik tindakan tersebut (Mens Rea).

Pembuktian di Pengadilan

Untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku korupsi, kedua elemen ini harus dibuktikan secara bersamaan. Dalam praktiknya, jaksa penuntut umum menghadapi tantangan dalam membuktikan Mens Rea, karena sering kali sulit untuk menunjukkan niat jahat tanpa adanya bukti yang jelas. Misalnya, dalam kasus yang melibatkan pejabat publik, perlu ada bukti bahwa tindakan mereka tidak hanya merupakan kelalaian tetapi juga didasari oleh niat untuk merugikan negara.

Implikasi Hukum

Pengertian Actus Reus dan Mens Rea

Actus Reus dan Mens Rea adalah dua elemen kunci dalam hukum pidana yang harus dibuktikan untuk menentukan apakah seseorang dapat dianggap bersalah atas suatu kejahatan.

  • Actus Reus merujuk pada tindakan fisik yang dilakukan oleh individu, baik berupa tindakan aktif (misalnya, mencuri) maupun kelalaian (misalnya, tidak memberikan pertolongan saat diperlukan).
  • Mens Rea, di sisi lain, mengacu pada keadaan mental atau niat di balik tindakan tersebut. Ini mencakup niat jahat, kesengajaan, atau bahkan kelalaian yang menyebabkan terjadinya kejahatan.

Fungsi Actus Reus dan Mens Rea dalam Penegakan Keadilan

  1. Menjamin Akuntabilitas
    Teori ini memastikan bahwa hanya individu yang benar-benar bertanggung jawab atas tindakan mereka yang dapat dihukum. Dengan adanya Actus Reus, sistem hukum dapat menunjukkan bahwa ada tindakan nyata yang melanggar hukum. Sementara itu, Mens Rea memastikan bahwa individu tersebut memiliki niat atau kesadaran saat melakukan tindakan tersebut. Ini mencegah penuntutan terhadap orang-orang yang tidak memiliki kontrol atau niat untuk melakukan kejahatan.
  2. Melindungi Hak Individu
    Prinsip ini berfungsi sebagai perlindungan bagi individu dari penuntutan yang tidak adil. Tanpa adanya bukti dari kedua elemen ini, seseorang tidak dapat dianggap bersalah. Ini penting untuk menjaga hak asasi manusia dan prinsip keadilan dalam sistem hukum. Misalnya, seseorang tidak dapat dihukum hanya karena berada di tempat dan waktu yang salah tanpa bukti bahwa mereka melakukan tindakan kriminal dengan niat jahat.
  3. Mendorong Kewaspadaan dan Tanggung Jawab
    Dengan adanya unsur Mens Rea, individu didorong untuk lebih berhati-hati dalam tindakan mereka. Mereka harus menyadari bahwa tindakan mereka memiliki konsekuensi hukum, terutama jika mereka melakukan sesuatu dengan sengaja atau dengan kelalaian yang signifikan. Ini menciptakan budaya tanggung jawab di masyarakat.
  4. Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan
    Teori ini juga berfungsi sebagai pengaman terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Dengan menetapkan standar bukti yang tinggi untuk membuktikan kedua elemen ini, sistem hukum mengurangi kemungkinan penuntutan yang sewenang-wenang atau tidak berdasar.

Ega Noviyanti
Ega Noviyanti

Contoh Kasus

ERMA) No. 13 Tahun 2016. Salah satu contoh kasus yang menonjol adalah kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), yang sebelumnya dikenal sebagai PT Duta Graha Indah.

Kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE)

Pada tahun 2019, KPK berhasil menuntut PT NKE atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi. Korporasi ini dinyatakan bersalah karena terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan sanksi berupa denda sebesar Rp 700 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 85 miliar kepada perusahaan tersebut. Selain itu, hak PT NKE untuk mengikuti lelang proyek pemerintah dicabut selama enam bulan.

Dasar Hukum Penuntutan

Penuntutan terhadap PT NKE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal 20 UU Tipikor menyatakan bahwa jika tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. Ini menunjukkan bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pegawai atau pengurusnya dalam kapasitas mereka sebagai wakil perusahaan.

Tantangan dalam Penegakan Hukum

Meskipun ada kemajuan dalam penegakan hukum terhadap korporasi, tantangan tetap ada. Salah satu kendala utama adalah bahwa sanksi pidana utama bagi korporasi hanya berupa denda, dan jika denda tidak dibayar, tidak ada alternatif hukuman lain yang dapat dijatuhkan kepada korporasi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa korporasi dapat menghindari konsekuensi serius dari tindakan mereka.

Kesimpulan

Edward Coke telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman kita tentang kejahatan melalui teori Actus Reus dan Mens Rea. Penerapan teori ini dalam kasus korupsi di Indonesia menunjukkan betapa pentingnya kedua elemen tersebut dalam memastikan keadilan dan akuntabilitas hukum. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, sistem hukum di Indonesia dapat lebih efektif dalam menangani kasus-kasus korupsi dan menjaga integritas publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun