Mohon tunggu...
Ganesha AfnanAdipradana
Ganesha AfnanAdipradana Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Hobi membaca dan mencoba belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola Berubah karena Kapitalisme

15 Januari 2024   14:21 Diperbarui: 15 Januari 2024   14:38 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Piala Asia 2023 ini mendapatkan banyak antisipasi dari publik. Hal ini dikarenakan olahraga sepak bola merupakan olahraga paling populer di dunia ini. Tapi tahukah bahwa dulu sepak bola tidak lebih besar dibandingkan dengan olahraga lain di dunia. Mari kita ulas sejarah sepak bola yang berubah karena kapitalisme berdasarkan ulasan video youtube akun Guru Gembul.

Sepak Bola Sebelum tahun 1990.

Pada masa sebelum tahun 1990 an, fanatisme dan kepopler sepak bola yang dikenal saat ini sangat berbeda jauh. Sepak bola sangatlah hening pada masa tersebut bahkan pernah mengalami krisis sampai puncaknya pada pertengahan 80 an sampai awal 90 an.

Apakah pada masa itu pemain sepak bola menjadi impian banyak orang? Tidak banyak orang yang ingin menjadi pemain bola. Pada masa tersebut pemain banyak yang tidak populer dan klub hanya di isi oleh pemain lokal. Gajinya hanya sebesar UMR setempat bahkan banyak dari mereka yang terpaksa bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Piala dunia tentu sudah di masa itu, namun mirisnya sangat sendikit yang menikmatinya bahkan di eropa sendiri kurang atau sekitar 10 % yang bisa menikmati piala dunia ini.

Jerman dan Inggris saja, dalam liga sepak bola tidak adanya pemain internasioal. Semua hanya memainkan pemain lokal yang jebolan akademi klub masing-masing. Hanya beberapa negara eropa yang sudah memiliki pemain setingkat internasioal seperti Italia dan Spanyol. Tetap saja sangat sedikit pemain internasiol karena terbatas dan diatur regulasi yang sangat ketat.

Industri Bola belum besar dan gila seperti sekarang. Industri Sepak Bola sepenuhnya kompetisi olahraga pada masa itu.

Sepak Bola Setelah Tahun 1990

Perubahan pada industri sepak bola itu dimulai ketika pada awal tahun 1990 an, salah satu televisi di Inggris mengambil hak siar dari liga-liga Inggris yang dipertontonkan oleh publik seluruh dunia. Meski bukan pertama kalinya penyiaran sepak bola di televisi, tak disangkah langkah ini mengubah sepenuhnya industri sepak bola seperti saat ini.

Sejak saat itu sepak bola menjadi industri yang berorientasi pada bisnis dan keuntungan. Perusahaan yang memiliki produk-produk yang ingin dipasarkan mengantri untuk beriklan untuk diperlihatkan di televisi selama masa pertandingan. Hal ini membuat industri sepak bola membesar dan terus membesar. 

Semakin banyak ditonton semakin banyak sponsor. Semakin banyak sponsornya semakin banyak uang. Semakin banyak uangnya semakin bisa menfasilitas pemainnya untuk berlatih dan mendapat gaji yang layak hingga manajer berkualitas dengan upah yang fantastik.

Prestasi yang dihasilkan sepak bola terus meningkat. Hal ini menjadikan semakin banyak fans dan pengamat. Dengan tingginya angka penonton live sepak bola menjadikan tingginya permintaan pegiklanan. Sesuai dengan hukum ekonomi suply demand, semakin  tinggi permintaan semakin mahal sebuah komoditas. Hal ini berlaku pada biaya iklan yang menjadi semakin mahal. Akhirnya bisnis sepak bola menjadi sesuatu yang luar biasa menggiurkan. Tak lagi hanya sekadar sepak bola, tapi juga sering kali berhubungan dengan selebritas, pers, dan kontroversi.

Kebiasaan baru lahir di sepak bola Eropa yaitu jual beli pemain. Pemain tak lagi sebagai asset daerah dan klub, tapi sudah menjadi kooditas yang bisa dijual belikan antar klub yang bisa mencapai lintas beda negara.

Nilai transfer menjadi semakin luar biasa fantastik yang merubah ekonomi pemain yang sebelumnya hanya dibayar sekadar UMR, sekarang mereka dibayar melampai gaji presiden mana pun di seluruh dunia.

Tentu banyak penolakan dari beberapa klub yang mempertahankan idealisme akan tradisi dan filosofi sepak bola itu sendri. Namun tentu saja mereka pun gagal mempertahankan pendiriannya.

Ada satu momen yang benar-benar merevolusi segalanya. Real Madrid, salah satu klub sepak bola Spanyol membuat proyek besar yang dijuliki oleh pers dengan sebutan los galactiocos. Pada masa itu, Presiden klub tersebut Florentino Perez berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin pemain terbaik yang ada di dunia dan dikumpulkan menjadi satu klub. COntoh pemain elite tersebut adalah C. Ronaldo, Becham, Zidane, Roberto Carlos, Figo.

Bahkan ada dalam transfer Figo membuat banyak orang kecewa akan kejadian ini. Barcelona yang sebelumnya klub yang memiliki Figo, akhirnya ditransfer ke klub musuh bebuyutannya. Hal ini membuat Barcelona merasa dikhianati dan mengubah pola pikir yang sepenuhnya akan berhubungan dengan uang dan bisnis.

Kapitalisme Sepak Bola

Kapitalisme ini menjadikan klub berani mengontorkan sejumlah uang besar hanya untuk membeli satu pemain. Dulu Zidane, pernah memecahkan rekor nilai transaksi yang luar biasa yang jika dirupiah kan diperkirakan mencapai 1.3 T rupiah. Pada saat ini, nilai transaksi tersebut  tidak ada apa-apa ketimbang pembelian Neymar dan Mbappe oleh PSG, Klub Perancis milik jurangan Arab yang mencapai 6.2 T rupiiah, itu mencapai 2 kali kekayaan Prabowo saat ini.

Sepak bola tidak hanya mengandalkan uang dari hadiah piala pertandingan, bantuan dari pemerintah daerah. Kapitalisme tentu membantu industri sepak bola tersebut. Pemain sepak bola yang dulu hidup melarat saat ini kehidupan profesi ini sangat makmur.

Tentu permasalahan akan muncul baru. Pertandingan sepak bola yang seharusnya menjadi tempat yang penuh dengan ketidakpastian dan mengharapkan ada sebuah hasil yang tidak bisa diprediksi, sekarang penuh dengan kepastian siapa klub yang akan menang. Tak lagi hiburan akan kejutan dari hasil pertandingan tersebut. Klub kecil sulit menjadi besar tanpa uang besar yang membuat terus bertahan dalam klub kecil. Sedangkan klub besar semakin besar dan makin banyak uang. Memang tidak ada keadilan di sini, namun seperti itulah kapitalisme. 

Dia punya duit dia punya kuasa. Semoga bermanfaat salam pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun