Mohon tunggu...
Ganesha AfnanAdipradana
Ganesha AfnanAdipradana Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Hobi membaca dan mencoba belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola Berubah karena Kapitalisme

15 Januari 2024   14:21 Diperbarui: 15 Januari 2024   14:38 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin banyak ditonton semakin banyak sponsor. Semakin banyak sponsornya semakin banyak uang. Semakin banyak uangnya semakin bisa menfasilitas pemainnya untuk berlatih dan mendapat gaji yang layak hingga manajer berkualitas dengan upah yang fantastik.

Prestasi yang dihasilkan sepak bola terus meningkat. Hal ini menjadikan semakin banyak fans dan pengamat. Dengan tingginya angka penonton live sepak bola menjadikan tingginya permintaan pegiklanan. Sesuai dengan hukum ekonomi suply demand, semakin  tinggi permintaan semakin mahal sebuah komoditas. Hal ini berlaku pada biaya iklan yang menjadi semakin mahal. Akhirnya bisnis sepak bola menjadi sesuatu yang luar biasa menggiurkan. Tak lagi hanya sekadar sepak bola, tapi juga sering kali berhubungan dengan selebritas, pers, dan kontroversi.

Kebiasaan baru lahir di sepak bola Eropa yaitu jual beli pemain. Pemain tak lagi sebagai asset daerah dan klub, tapi sudah menjadi kooditas yang bisa dijual belikan antar klub yang bisa mencapai lintas beda negara.

Nilai transfer menjadi semakin luar biasa fantastik yang merubah ekonomi pemain yang sebelumnya hanya dibayar sekadar UMR, sekarang mereka dibayar melampai gaji presiden mana pun di seluruh dunia.

Tentu banyak penolakan dari beberapa klub yang mempertahankan idealisme akan tradisi dan filosofi sepak bola itu sendri. Namun tentu saja mereka pun gagal mempertahankan pendiriannya.

Ada satu momen yang benar-benar merevolusi segalanya. Real Madrid, salah satu klub sepak bola Spanyol membuat proyek besar yang dijuliki oleh pers dengan sebutan los galactiocos. Pada masa itu, Presiden klub tersebut Florentino Perez berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin pemain terbaik yang ada di dunia dan dikumpulkan menjadi satu klub. COntoh pemain elite tersebut adalah C. Ronaldo, Becham, Zidane, Roberto Carlos, Figo.

Bahkan ada dalam transfer Figo membuat banyak orang kecewa akan kejadian ini. Barcelona yang sebelumnya klub yang memiliki Figo, akhirnya ditransfer ke klub musuh bebuyutannya. Hal ini membuat Barcelona merasa dikhianati dan mengubah pola pikir yang sepenuhnya akan berhubungan dengan uang dan bisnis.

Kapitalisme Sepak Bola

Kapitalisme ini menjadikan klub berani mengontorkan sejumlah uang besar hanya untuk membeli satu pemain. Dulu Zidane, pernah memecahkan rekor nilai transaksi yang luar biasa yang jika dirupiah kan diperkirakan mencapai 1.3 T rupiah. Pada saat ini, nilai transaksi tersebut  tidak ada apa-apa ketimbang pembelian Neymar dan Mbappe oleh PSG, Klub Perancis milik jurangan Arab yang mencapai 6.2 T rupiiah, itu mencapai 2 kali kekayaan Prabowo saat ini.

Sepak bola tidak hanya mengandalkan uang dari hadiah piala pertandingan, bantuan dari pemerintah daerah. Kapitalisme tentu membantu industri sepak bola tersebut. Pemain sepak bola yang dulu hidup melarat saat ini kehidupan profesi ini sangat makmur.

Tentu permasalahan akan muncul baru. Pertandingan sepak bola yang seharusnya menjadi tempat yang penuh dengan ketidakpastian dan mengharapkan ada sebuah hasil yang tidak bisa diprediksi, sekarang penuh dengan kepastian siapa klub yang akan menang. Tak lagi hiburan akan kejutan dari hasil pertandingan tersebut. Klub kecil sulit menjadi besar tanpa uang besar yang membuat terus bertahan dalam klub kecil. Sedangkan klub besar semakin besar dan makin banyak uang. Memang tidak ada keadilan di sini, namun seperti itulah kapitalisme. 

Dia punya duit dia punya kuasa. Semoga bermanfaat salam pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun