Sedangkan Boim sibuk membagi-bagikan paket sembako lengkap dengan menyewa orkes dangdut yang memakai gerobak dorong. Akhirnya suara-suara yang keluar dari speaker bercampur jadi satu, serta menimbulkan suara yang nggak nyaman di telinga.
Perhatian warga pun terpecah. Sebagian berebut sembako yang dibagikan oleh Boim. Sebagian asyik berjoget di atas panggung yang disiapkan Jupri. Tidak sedikit pula yang memelototi mbak Romlah yang memakai leging ketat.
Karena semuanya nggak ada yang mau mengalah. Terjadilah pertengkaran di antara ketua tim sukses tersebut. Mbak Romlah mencak- mencak karena peserta yang mengikuti senam, gerakannya jadi campur aduk. Sesekali aerobik, kadang diselingi joget dangdut. Sehingga formasi senam aerobiknya disinyalir acak-kadut.
Jupri nggak kalah ngototnya. Gara-gara pakaian peserta senam yang menggoda Imam Nachrowi. Eh, Iman. Pemain musik tidak ada yang memainkan alat musiknya dengan bener. Penabuh gendangnya malah mengiringi gerakan lincah Mbak Romlah, bukan mengikuti irama musik dangdutnya.
Melihat situasi yang mulai tidak kondusif Pak Erte langsung menghentikan semua kegiatan dan mengumpulkan ketua tim sukses pilkada tersebut di teras rumahnya.
"Kalau begini caranye. Gue kagak demen ame kegiatan elu pade"Â Sewot Pak Erte kepada Boim dan Jupri.
"Ane kan udah minta izin duluan, te..."Â Jawab Jupri.
"Aye juga Pak Erte. Te...Pak Erte!" Boim memanggil nama Pak Erte berulang kali.
Karena Pak Erte malah sibuk memperhatikan mbak Romlah yang mengelap keringat di bagian belahan bajunya. Serta sesekali memberikan udara ke bagian dalemnya dengan cara meniup-niupnya.
"Eh, iya. Sampe dimana tadi, yak.."Â Pak Erte gelagapan
"Sampe di bagian dada, te..." Jawab Jupri dan Boim serentak.