Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RoseRTC] September Rain

16 September 2016   18:02 Diperbarui: 16 September 2016   23:32 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara guntur yang menggelegar di sertai kilatan cahaya mengejutkan kedua insan tersebut. Hindun berteriak kaget. Kedua tangan gadis itu mencengkram bahu Bangor yang dibalut dengan jaket kulitnya. Sambil menyembunyikan wajahnya di belakang punggung pemuda itu.

Dengan sangat hati-hati pemuda tersebut meraih tangan Hindun. Menggenggamnya, lalu mulai merangkai kata-kata yang akan diucapkannya. Sebuah kalimat cinta yang akan diutarakannya. Malam ini, disaat hujan turun dengan derasnya. Tepat di pertengahan bulan September.

Tapi belum sempat Bangor mengutarakan perasaannya, Pak Haji keburu nimbrung.

"Uhuk, uhuk...!" Babeh Hindun memberikan isyarat dengan batuknya.

Bangor buru-buru bangkit dari duduknya dan berpindah tempat. Sekali lagi guntur menggelegar, disertai cahaya kilat yang menyambar. Gadis itu pun kembali berteriak kaget.

Tiba-tiba seorang pemuda keluar dari dalam rumah dan langsung menghambur ke arah Hindun. Gadis itu langsung berlindung ke belakang tubuh pemuda yang barusan keluar tadi. Bangor memperhatikan pemuda tersebut yang kelihatan sudah sangat dikenal oleh gadis itu. 

"Bang Arya ini kenalkan, Bayu tunangan Hindun dari kota" Kata gadis itu sambil tersenyum.

Bangor menyambut uluran tangan Bayu.

"Iya Bang Arya. Hindun juga banyak cerita soal abang yang sudah dianggap kakaknya sendiri oleh Hindun.

Arya terkesiap perhatian hindun selama ini terhadapnya, tidak lebih dari perhatian seorang adik terhadap kakaknya. sedangkan bangor sudah terlanjur jatuh cinta terhadap Hindun.

Tiba-tiba hujan kembali turun dengan derasnya, disertai kilatan petir dan guntur  yang menggelegar. Pak Haji, Hindun dan pemuda itu bergegas masuk ke dalam rumah. Sementara Bangor masih berdiri di tempatnya, membiarkan hujan di bulan September membasahi tubuhnya, hatinya dan air mata yang jatuh menetes ke pipinya. Sendu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun