"Bapak-bapak, Ibu-ibu, serta saudara-saudara sekalian. Hari ini gue mau nyampein pengumuman penting...."Â Suara Pak Erte memantul keluar dari corong yang dipakainya. "Apa pengumuman pentingnya..." Pak Erte sengaja menggantun kalimatnya, agar terdengar berwibawa.
Semua orang saling berpandangan. Ada juga yang Bisik-bisik tetangga- Umi Elvi. Tapi mereka hanya menunggu. Mesti sayup, terdengar juga suara berdengung. Persis suara nyamuk yang terbang di sekitar kuping.
"Tidak tahu Pak Erte!" Tiba-tiba ada yang nyeletuk.
Semua mata tertuju ke arah orang yang bicara barusan. Ternyata, Bang Toyib. Penghuni kontrakkan nomor tiga.
"Apanya yang tidak tahu" Tanya Pak Erte bingung.
"Barusan Pak Erte tanya, apa pengumuman pentingnya Terus saya jawab, tidak tahu Pak Erte! Begitukan?" Jawab Bang Toyib ikut bingung.
"Eh, Buluk. Itu bukan pertanyaan. Tapi seni pidato yang diajarin ame Babeh gue. Nah, Â Babeh gue di ajarin oleh engkong gue. Terusnya pan, elu tau sendiri. Engkong gue diajarin langsung ame kompeni. Paham kaga, lu?"
Bang Toyib menggeleng-gelengkan kepalanya. Sementara warga lain mulai mengkeret. Karena urusannya bakalan runyem dan lama, kalau Pak Erte sudah bawa-bawa kompeni segala.
Mereka menyesali keberanian Bang Toyib. Padahal sudah tahu kalau Pak Erte Punya undang -undang yang berlaku bagi warga yang menghuni kontrakannya.
Jadi kalau ngomong nggak bakalan salah. Bang Toyib baru ngomong sekali, salahnya malah tujuh belas kali. Hihihi....
Pak Erte nerusin omelannya "Makanya, Bang Toyib tiap lebaran pulang. Jangan tiga kali lebaran, tiga kali puasa baru pulang!" Suara Pak Erte terdengar keras di corong minyak.