"Sssst...! Aku tidak ingin bernasib seperti senja, yang menjadi tempat pelampiasan kata-kata. Untuk mewakili semua perasaan insan yang bercinta!"Jawab rembulan, lalu kembali ke peraduannya.
Aku menatap langit yang terbentang tanpa cahaya, dan tepekur di atas pasir yang basah. Deburan ombak yang menggiring buih sampai ke tepiannya, bagaikan rintihan sendu dari jiwa yang merana.
"Aku tidak menemukan jawabannya!" Teriakku, yang entah ditujukan kepada siapa?
Karena pantai, hanyalah cerita tentang matahari yang tenggelam di garis cakrawala. Serta orang-orang yang berebut memetik semburat jingga. lalu pergi begitu saja meninggalkan senja, yang berubah pucat tak berdaya.
"Pergilah ke taman kota!" Sayup ku dengar bulan berbisik, sambil mengintip di celah sabitnya.
Aku mengikuti titahnya. Tanpa sedikit pun membantah. karena aku sungguh ingin tahu; "Dunia Tanpa Musim, apa jadinya?"
Gersang!
Hanya tanah kering tempatku berpijak, yang mulai retak dan bercelah. Tidak pula aku dapati, rangkaian bunga aneka warna.
Hampa!
'Say it With Flowers'hanyalah ungkapan cinta tanpa makna. Tidak percaya? Bukalah halaman ketiga, pada baris kedua. Kamus cinta sang pujangga. Kata-kata itu hanya tertulis indah pada zamannya. Sebelum dunia tanpa musim, tentunya!
Spring,