Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari rumah Pak erte. Akhirnya kami berhenti di sebuah rumah yang sangat sederhana. Persis di depan pintu, seorang wanita muda dan anaknya yang masih balita menyambut kedatanganku.
"Holee, Papa bawa ayam!" Teriak anak kecil tersebut dengan mata yang berbinar ceria.
"Awas sayang! Entar mata kamu dipatuknya!" Teriak wanita muda itu, sambil menjauhkan aku, dari jangkauan anaknya yang mau memelukku.
"Bah! Mana mungkin aku sejahat itu. Kenapa manusia selalu negative thinking dan menuduh tanpa bukti. Padahal wanita tersebut belum mengenal aku sama sekali"
Pria itu pun meletakkan aku di lantai rumahnya dan mengajak istrinya masuk ke dalam. Tidak berapa lama keduanya keluar lagi menemui aku, yang sedang bermain bersama anaknya.
Segenggam beras dihamburkan wanita itu di lantai. karena sudah bosan setiap hari dikasih makan nasi basi, aku jadi lahap mematuk setiap butir beras, yang beserakan di depanku. karena melihat aku kesulitan makan. Akhirnya pria itu mengeluarkan aku dari tas anyaman rotan, yang sejak tadi menghimpit tubuhku.
Aku langsung melemaskan otot, dengan cara mengepakkan kedua sayapku. lalu berkokok nyaring. Tapi sepertinya mereka tidak mengerti ucapan terima kasih, yang kusampaikan dalam bahasa ayam, tentu saja.
"Jangan lupa beli kelapa parut ya, pa..!"Â Aku mendengar wanita itu berkata pada pria, yang tadi membawaku.
"Kelapa parut? Lha, memangnya mama mau masak apa!" Tanya pria tersebut.
"Mama mau masak, Opor!" Jawab wanita itu lagi.
"OPOR?" Aku mendengar kata 'opor' yang diucapkan dengan jelas, oleh wanita itu barusan.