Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Cintamu, Tanpa Huruf 'R' Padaku

15 Agustus 2016   15:53 Diperbarui: 16 Agustus 2016   03:03 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semestinya kamu tidak perlu malu karena cadel dan tidak bisa menyebut sebuah abjad 'R'. Karena menurutku. Tidak ada mahluk secantik kamu, yang bisa melafalkan satu abjad itu seunik kamu. Meskipun ada, mahluk itu sudah pasti jelek dan namanya, Rico ceperrr!.

Tapi kenapa juga kamu masih marah dan uring-uringan, tanpa melihat sikon alias situasi dan kondisi. Di sekolah kamu mengeluarkan 'Perintah jaga Jarak', terhadapku.

"Pokoknya, kamu jangan dekati aku, TITIK!" katamu, waktu itu.

Saat kita sedang menikmati bakso bulat seperti bola pingpong. Kalau lewat membuat perut kosong. jadi anak janganlah suka bohong. Kalau bohong, digigit kambing ompong. Begitulah kata Melisa, dalam lagunya 'Abang Tukang Bakso'. Eh, maaf! Hihihi...

Seperti itulah marahmu, padaku. Pas jam istirahat kedua, di kantin sekolah. Dalam rangka, aku mau minta maaf padamu, atas kejadian di rumahmu. Gara-garanya sih, sepee. Tapi selalu saja kamu menganggapnya serius. Ya, itu. Seperti biasa, aku salah mengartikan sedikit saja ucapanmu.

Malam minggu handphoneku berbunyi. Namamu terlihat jelas di layarnya, yang menyala terang tanpa bluelight filter. Aku langsung mengangkatnya.

"Halo sayang..." Suaramu terdengar jelas di ujung sana. "Kesini yah, akuLINDU" Katamu lagi.

"LINDU...?" Aku tegaskan lagi ucapanmu.

"Iya, LINDU..." Jawabmu, dengan nada suaramu sedikit meninggi.

Aku bergegas menuju ke rumahmu, tidak lupa menghubungiBNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) terlebih dahulu. KarenaLINDU (gempa bumi)termasuk bencana alam, yang harus segera ditanggulangi bersama.

Aku tiba di rumahmu tepat waktu. Tapi semua tampak baik-baik saja. Rumahmu yang bertingkat dua, masih berdiri di tempatnya. Tidak ada sama sekali tanda-tanda kerusakan, yang diakibatkan oleh LINDU (gempa bumi).

Malah kamu tampil cantik dengan baju casual, yang kamu kenakan. Berdiri di teras rumahmu, sambil menatapku, bingung. Bukan kamu saja yang melihatku dengan tatapan bingung sepeti itu. Tetangga di komplek perumahanmu, Petugas BNPB, tak ketinggalan juga, papa dan mamamu.

Karena suara sirine yang meraung-raung dari Mobil Pemadam Kebakaran, serta mobil ambulance, yang turut berpartisipasi. Telah mengundang banyak orang datang, membanjiri rumahmu.

Di teras, halaman depan, sepanjang jalan komplek, bahkan ada yang sampai memanjat dan nangkring di atas pagar rumahmu. Semuanya bingung dan bertanya-tanya, ada gerangan apa yang terjadi. Kepoh!

"Apa-apaan ini?"Tanya papamu dalam kebingungannya.

Aku tak bisa menjawab pertanyaan papamu. Aku tak sanggup menatap tatapan matamu, yang melotot kearahku. Juga beratus pasang mata, yang semuanya menunggu jawabanku. Sekarang gantian aku yang bingung. Sungguh!

"Sana, Pulaaang!" Teriakmu sekencang-kencangnya.

Semua orang mendadak bubar. Kembali ke rumahnya masing-masing. Termasuk papa dan mamamu, Yang langsung masuk ke dalam rumah, serta tidak ketinggalan kamu. Tinggallah aku dengan petugas BNPB, petugas Pemadam Kebakaran, serta Supir ambulance. Yang melotot marah ke arahku. Huwaaa...!

Tiga hari kemudian. Aku baru menyadari kesalahanku, yang salah mengartikan ucapanmu. Malam itu di telepon, Yang kamu maksud adalah 'RINDU', tapi aku mengartikannya 'LINDU'. "Ah, Bodohnya aku!"

Kok, bisa-bisanya lupa kalau kamu itu cadel  dan selalu menyebut huruf 'R' menjadi 'L'. "Masalahnya sepele, kan? Tapi kenapa kamu selalu saja menganggapnya serius?"

Sudah seminggu kejadian memalukan itu berlalu. tapi kamu tetap saja marah dan uring-uringan. 'Perintah Jaga Jarak' masih kamu berlakukan. Justru 'Perintah Jaga Jarak' itulah yang menjadi masalah serius bagiku. Kenapa? Karena kamu dan aku sekelas. Duduknya pun sebangku.

Aku sudah berusaha mati-matian. Menawarkan diri untuk bertukar tempat duduk dengan teman sekelas lainnya. Tapi semuanya menolak dan takut dengan ancamanmu.

Karena selain cantik, kamu juga pintar. Otakmu begitu encer jika menyelesaikan soal matematika. Tentu saja mereka yang otaknya beku jika berhadapan dengan pelajaran ini, sangat bergantung padamu saat diberi pe-er matematika, oleh gurunya yang killer.

Coba maklumat yang kamu keluarkan tidak menggunakan kata, TITIK. Tanda KOMA misalnya. Toh, aku masih bisa memberikan penjelasan yang masuk akal. karena malam itu, aku hanya salah sedikit saja mengartikan ucapanmu, yang cadel saat menyebut RINDU menjadi LINDU.

Tapi kamu tetap keukeh dan tidak mau aku berada di dekatmu, meskipun kamu tetap sayang padaku. Akhirnya kamu mengalah juga, dan membiarkan aku kembali duduk di tempat semula. Tapi sedihnya, malah kamu yang duduknya pindah. Hiks...!

Tapi itu adalah kenangan masa lalu. Masa-masa kita pacaran dulu, indah dan penuh cerita lucu. Sekarang kamu sudah menjadi istriku, dan kita telah dikaruniai dua orang anak perempuan, yang cantik dan menggemaskan.

Namun tetap saja cerita kita waktu masih pacaran dulu tetap menarik untuk diceritakan kembali kepada anak-anak kita. Seperti sekarang contohnya, aku menina bobokan putri kembar kita, dengan cerita itu. Layaknya sebuah dongeng pengantar tidur untuk mereka.

Aku merapatkan selimut ke tubuh putri-putri kita. Lalu mencium kening mereka satu persatu dengan lembut. Tidak lupa aku juga mencium keningmu yang tertidur pulas di sebelah mereka.

Tapi kebiasaan jeleknya kalau marah masih seperti dulu. Meski sekarang kami sudah menikah dan membina rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah dan Wa Rahmah.

'Perintah Jaga Jarak' tetap diberikan kepadaku. Seperti biasa, dia selalu menganggap serius hal yang menurutku sepele. Kali ini bukan terjadi karena aku salah mengartikan ucapannya, yang cadel saat menyebut huruf 'R' menjadi 'L'. Tapi gara-garanya, aku memberikan nama yang singkat kepada kedua putri kembarku. Yaitu:

RARA dan RERE. Simpel, kan? Tapi selalu saja dia menganggapnya, serius. Hadeew...!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun