Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Cewek Simpanan

31 Juli 2016   21:55 Diperbarui: 13 Agustus 2016   15:58 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dimas bangun pagi. Matanya jelalatan kesana kemari, mulai dari laci, Di bawah meja, kursi sampai mengacak-acak isi lemari. Tapi apa yang dia cari, tak kunjung di temui.

"Ditaruh dimana, yah...?" Tanyanya dalam hati. "Ah, mungkin disini..." Pikirnya lagi. Dimas lalu mengeluarkan isi tas Dinda, kakaknya, sampai didapatkan apa yang dicarinya. Sebotol minyak wangi.

Prat, pret, prooot...

Dimas menyemprotkan minyak wangi seenak udelnya. Apalagi disemprotan terakhir, agak lama mencetnya, prooot....Kan  bau 'kabel', alias kaga beli. Lagian Dinda punya cowok anak orang kaya. Istilah kakaknya, 'tinggal disindir, langsung beli'. Hehehe.....

"Ngga percaya, lu...?" kata kakaknya suatu hari, saat melihat keraguan adiknya. Masak ada orang yang sampe segitunya. Tinggal 'disindir, langsung beli'. "N'tar malem kita buktiin..." Katanya lagi waktu itu.

Al hasil, jam tujuh malem, saat Mas Seto pacar kakaknya datang. Dimas molor mingsep, mirip ingus. Jijay, deh...

Dari dalam rumah ke pager depan, masuk lagi ke rumah, terus keluar lagi, sambil  celingukan sesekali,  di pager depan rumah. Padahal rumah mereka nyempil di ujung komplek, ngga bakal ada yg lewat. Satpam komplek aja, ogah.

"Sayang... nunggu apaan, sih?" Tanya Dinda, yang lagi beduaan ama Mas Seto di teras.

Dimas pengen cekikikan, karena dari sore dia, dan kakaknya sudah merencanakan 'aksi jahat' ini. Apalagi pake acara panggil-panggil 'sayang' segala, lebay ah, Pa dahal (suaminya) bu dahal, na dahal (anaknya) bu dahal dan Pa dahal, kalau ngga ada mas Seto, manggilnya kan Elu-gue aja. Hihihi....

Dimas menggaruk kepalanya, yang ngga gatel. "A..anu kak, tukang sate jam berapa biasa lewat, yah...?" Dimas pura-pura nanya, sambil melirik ke arah mas Seto.

Yang dilirik tanpa basa-basi langsung nyahut "Dimas, mau makan sate? Ya udah, gimana kalau kita pergi makan di luar?" Tanya mas seto, lalu melihat ke arah dinda, seperti minta persetujuan.

Sambil tersenyum penuh kemenangan, Dinda mengangguk. Tega, ya! Hihihi.....

Makanya Dimas tanpa ragu dan malu-malu, menyemprotkan minyak wangi ke seluruh badannya. Tak lupa ke dalam sepatunya juga, biar ngga bau kaos kaki, alasannya. Setelah wangi badannya udah mirip taman bunga, cowok itu pun ngacir ke sekolah. Ngeeeng...!

*****

"Busyet.., wangi amat, bro..." Arya yang sejak tadi duduk di sebelahnya, mendengus-dengus badan Dimas. Persis tikus apes, yang diburu dan disambitin anak-anak di saat jam istirahat.

Namanya kok tikus apes, ya? Iya lah, udah tahu jam istirahat, pake acara jelong-jelong segala. Coba jelong-jelongnya pas di jam pelajaran berlangsung, nggak bakalan diuber-uber dan disambitin, kan...

Dimas tidak menggubris rasa penasaran sohibnya, pandangannya terus menempel di gerbang sekolahnya. Sudah sejak tadi dia menunggu sosok karin, Bidadari Kelas IPA dua.

Setelah beberapa saat dan juga terlanjur sebel sama Arya, yang mulai kepoh. Nanya merek minyak wangi, lah.. Nanya belinya dimana, lah...Akhirnya, sosok yang ditunggu nongol juga.

Dimas langsung beranjak meninggalkan Arya, sementara Arya nggak sadar kalau yang diajak ngomong sudah tidak berada lagi di sebelahnya.

"Hai, karin..." Dimas langsung memanggil nama cewek itu.

Karin menghentikan langkah, sambil membalikkan badan...

(Pembaca yang baik hati, saat karin menghentikan langkah dan membalikkan badan, diilustrasikan semirip mungkin dengan adegan film 'Kuch Kuch Hota hai', saat Rahul memandang takjub Tina Maholtra, mahasiswi cantik yang baru tiba di kampusnya. Udah kebayang, kan...?) Hihihi..... 

"Eh, Dimas, udah lama nunggunya...?" jawab karin plus senyumnya.

"Nggak lama kok, paling sepuluh menit" Jawab Dimas, sambil menunjukkan jam yang melingkar di pergelangannya.

"Emangnya udah boleh pulang sekarang, yah...?" Tanya cewek itu lagi.

"Udah boleh, kan guru-gurunya rapat sampai sore"

"Ooo..." Bibir Karin membentuk huruf 'O'.

Sepasang remaja itu pun, sudah terlihat menyusuri koridor sekolah dan langsung menuju parkiran. Sementara di kejauhan, Arya meringis sedih menyaksikan kemesraan Dimas dan Karin, sambil memeluk pohon akasia. "Nasib...Nasib..." Batin Arya, dalam hati. Hiks.....

*****

"Stop...stop...!" Karin menepuk-nepuk pundak Dimas, lalu turun dari boncengan motor. "Tunggu sebentar, yah..." Lanjutnya.

Dimas memperhatikan karin yang menyeberangi jalan dan langsung masuk ke dalam sebuah mobil mewah, yang parkir tidak jauh dari gerbang sekolah. Tidak lama berselang, Cewek itu terlihat keluar dari mobil dan langsung menghampiri Dimas. Tanpa banyak bicara, Karin mendaratkan duduk di belakang Dimas dan menyuruhnya untuk jalan.

Hari ini Dimas menikmati kebersamaannya dengan Karin. Jalan ke toko buku, makan di cafe, lalu kongkow seharian di taman kota. Hampir enam bulanDimas ngejalanin hubungan tanpa statusnya dengan Cewek tersebut, yang menjadi rebutan cowok-cowok di sekolah.

Karin memang cantik. Tubuhnya Tinggi semampai, kulitnya putih bersih, dengan bibir yang selalu nampak tersenyum, meski sedang kedapatan bengong. Beda banget jika dibandingkan dengan Bik Inah,pemilik kantin, yang kalau bengong, kelihatan giginya ompong. Hadeeew...

Tidak terasa hari sudah beranjak malam. Dimas lalu mengantar karin pulang. Sepanjang perjalanan, Karin melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Dimas. Pelukan hangat yang selalu diberikan cewek tersebut, saat Dimas memboncengnya naik motor.

Tapi di saat bersamaan, Dimas memilih asyik dengan pikirannya, serta mencari waktu yang tepat untuk menyatakan cintanya, serta meminta karin untuk menjadi pacarnya. karena sikap dan perhatian yang ditunjukkan Karin selama ini, sudah  lebih dari cukup.

Lamunan Dimas buyar saat mereka tiba di depan Kosannya karin. Cewek itu turun dari motor. Dipegangannya tangan Dimas, lalu mendaratkan bibirnya ke pipi Dimas.

"Makasih, ya..." Bisik karin lembut, lalu menghilang di balik pagar kosannya.

*****

"Udah siap, belum...?" Tanya Dimas pada arya.

"Beres, bro..." Jawab Arya sambil mengacungkan jempolnya.

Hari ini, Dimas telah mempersiapkan segalanya. Dengan di bantu oleh arya dan teman-teman sekelasnya, Dimas mempersiapkan momen untuk menyatakan cintanya, tepat di tengah lapangan basket sekolah. Mirip acara Reality Show yang tayang di sebuah TV Swasta.

Mila, Poppy dan Santi telah mempersiapkan Team cheerleader sekolah. Sebuah konfigurasi dalam bentuk hati pun di persiapkan untuk menambah romantis suasana.

Sebuah spanduk bertuliskan ; "KARIN, I LOVE YOU...!" Sudah terpentang lebar di pinggir lapangan basket.

Saat yang dinanti pun tiba. karin baru saja memasuki halaman sekolah ketika Arya memanggilnya dan langsung mengajak Karin ke tengah-tengah lapangan basket.

Ditengah kebingungannya, karin melihat beberapa anggota Team cheerleader memasuki lapangan dengan gerakan-gerakan akrobatik. Konfigurasi yang tersusun dari teman-teman kelas Dimas, langsung mengelilingi karin. Arya dan beberapa teman  lainnya, telah membentangkan spanduk yang bertuliskan; "KARIN, ILOVE YOU...!".

Dengan diiringi lagu Indonesia Raya, Eh... Salah, maaf. Dengan diiringi lagu 'A Thousand Years'nya- Christian perri. Tampak Dimas berjalan mendekati karin, yang masih tampak berdiri bingung di tengah lapangan basket sekolah. Beberapa teman membuka jalan.....

Dihadapan karin, Dimas langsung berlutut. Digenggamnya tangan karin lalu berkata lembut.

"Karin, maukah kamu menjadi pacarku? Kalau mau, terimalah mawar ini. Tapi, kalau tidak... Awaaas...!" Kata Dimas sembari bercanda.

Karin memandang sendu wajah Dimas, yang berlutut di hadapannya. Pandangan matanya menyapu sekeliling lapangan basket sekolah, yang telah dipenuhi penghuni sekolah yang mulai bersorak-sorak. Memberikan dukungan agar karin menerima cinta Dimas.

Cewek itu tidak mampu berbuat banyak, air matanya mulai menetes. Perasaannya berkecamuk antara sedih dan bahagia. Sementara pikirannya melayang jauh di bawa terbang angin. Lalu jatuh tepat di sebuah mobil mewah, yang parkir di seberang  jalan, tidak jauh dari gerbang sekolah.

Sebuah mobil mewah milik Om Brata, yang juga Papanya mas Seto. Seorang pejabat, yang selama ini membiayai segala keperluan sekolah juga kebutuhan hidup lainnya. Dan sebagai imbalannya, Karin memberikan tubuhnya.

Perlahan, pandangan karin mengabur lalu gelap seluruhnya. Karin terhuyung, lalu jatuh terjerembab di atas lapangan basket sekolah.(Selesai)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun