Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Cerpen] "Dewa..." Ucap Erin Lirih

4 Juni 2016   21:35 Diperbarui: 1 Mei 2017   15:56 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Erin memandangi satu-persatu penghuni kelas ini. tapi tetap saja Ia tak mendapati sosok yang dicarinya. Dia pun bergegas ke pojok kantin, tempat, dimana murid cowok biasa menghabiskan rokok sebatang. Sebelum masuk ke kelas.. Namun hasilnya sama : NIHIL...!!! 

Gadis itu balik ke kelasnya. melempar tas, lalu duduk bertopang dagu, memandang papan tulis yang 'miskin warna'. Beribu pertanyaan bergumul di benaknya. (saling banting... saling sikut dan saling 'kepret'). tetapi tetap saja Dia tidak menemukan jawaban

Erin menghela nafas. melemparkan pandangannya ke luar kelas. lalu hinggap di Akasia pagar sekolahnya. Sudah tiga hari ini, Dewa pacarnya tidak masuk sekolah. Dan sudah tiga hari ini juga, HP Dewa tak bisa dihubungi.

"Eriiin...!!!" gadis itu terkesiap. lamunannya buyar seketika. Jatuh ke lantai, lalu hilang tersapu angin. Vivi sohib kentalnya, berlari menghampirinya. memeluknya, cipika-cipiki, lalu mendaratkan duduk di sebelahnya.

Erin masih asyik dengan galaunya. meski vivi mulai nyerocos. Bla...bla...bla, Kangen. Bla...bla...bla, hari ini ketemu. Bla...bla...bla, karena kemarin hari minggu. Ada banyak abjad yang meluncur keluar dari mulut Vivi. Huruf A-B -C, sampai berserakan di atas meja. Huruf K-L dan M, menempel di langit-langit kelas. dan entah sudah berapa banyak huruf 'O' yang jatuh, lalu menggelinding keluar kelas.

"Viviii...!!!" teriak Erin senewen.

Vivi tercekat. Bibirnya langsung terkatup rapat. Huruf 'E' yang belum sempat keluar, terjepit di sela bibirnya. Vivi melirik Erin yang beranjak keluar kelas. Mulutnya menganga lebar. huruf 'E' itu jatuh perlahan ke lantai. 'blek...' lalu bergegas menyusul temannya, yang menghilang masuk WC.

"Elu tahu rumah dewa, ngga...?" tanya Erin saat mereka sudah duduk di bangku perpustakaan.

"Dewa...? Emang kenapa...?" Vivi blik nanya.

"Sudah Tiga hari Dewa ngga masuk sekolah. tanpa kabar lagi...!" Lanjut Erin.

"Apaaa...!?!" Gokil Vivi mulai kambuh. "Ini ngga bisa dibiarin. elu kudu cepat lapor Polisi. jangan-jangan Cowo lu itu di culik ama Teroris..." vivi diam sejenak. tiba-tiba matanya melotot. Kedua tangannya membekap mulut.

Erin memandang bego.

"OOH, MY GOD..!!!" Vivi mulai histeris. Erin tambah bengong. "Kita mesti cepat lapor Polisi, Rin... Dewa pasti udah di cuci otaknya.Terus Dewa ngelakuin Bom Bunuh Diri, dan...dan..."

"Viii... Viviii...!!!" erin mengguncang bahu temannya tersebut. "Elu gila apaaa..!!!" lanjut Erin sebel.

"Tapi Rin..."

"Udah diem. Gue cuma mau tahu rumahnya Dewa. Elu tahu kan...?"

"Engga..." Vivi bengong lagi. "tapi gang rumahnya, Gue tahu..." lanjutnya.

"Ok... Tar pulang sekolah, Gue kesana dan Elu ngga usah ikut".

Suasana pun jadi hening. Di iringi semilir angin yang berhembus. pucuk Akasia di samping perpustakaan bergoyang manja. Sementara jauh di bawahnya Pak Amat, penjaga sekolah asyik menyapu halaman.

Tet...Tet...Teeeet....

Bel tanda pulang bergema di antero kelas. Suasana pun jadi riuh. Para Siswa menyemut di gerbang sekolah. Erin salah satunya. Melangkahkan kaki menuju halte yang berada tidak jauh dari Sekolah. Erin menutupi kepalanya dengan tas. Siang ini, matahari bertahtah gagah dengan teriknya. Sesekali ia mengibas-ibaskan tangannya. mencoba mengalihkan penat yang mulai menjalar di betisnya. Menunggu Angkot yang menuju ke arah  rumah Dewa.

Gadis manis ini tidak sendiri. beberapa orang berdiri di sampingnya. hingar bingar klakson kendaraan yang menyiput, menambah penyesalannya yang menolak di jemput oleh sopir keluarganya. Sekarang Dia baru merasakan rutinitas 'orang kebanyakan', yang sama sekali belum pernah dirasakannya. Menunggu  angkot di pinggir jalan.

Erin baru saja menyeka keringat di keningnya, ketika tiba-tiba.....

"Tolooong, Tolooong...Jambret, Jambret...!!!" Erin terkesiap.

Seorang Ibu-ibu paruh baya berteriak histeris. Sambil berusaha mempertahankan tas yang coba di rebut oleh Penjambret tersebut. Erin makin panik, karena penjambret tersebut berhasil merebut tas Ibu itu. Dan mulai berlari ke arahnya. Sementara orang-orang mulai ramai berteriak serta berusaha menangkap Pejambret tersebut.

(Pembaca yang Budiman : Dengan berat hati, Saya tidak bisa menceritakan kronologis kejadian. karena kekacauan dan kerusakan yang terjadi akibat kejar-kejaran ini. Mulai dari mobil terbalik. Hingga ledakan disana-sini. Persis adegan di film-film Action. hihihi....)

Kita kembali ke tokoh cerita.

Erin makin gelagapan. beberapa langkah lagi pejambret itu sampai ke tempatnya. 5,4,3,2... dan "Gubraaak...!!!" Erin terhuyung. pejambret itu tanpa sengaja menabraknya. Bahunya terasa sakit. erin hampir saja terpelantig, kalau saja penjambret itu tidak buru-buru mendekapnya. 

"Maaf..." Erin mendengar ucapan itu dari si penjambret. selaras pandangan mereka beradu. Erin terkap. Suaranya tercekat di tenggorokan. Saat menangkap wajah pejambret yang tertutup oleh topi. Tiba-tiba...

DOR..DOR..DOR...!!! suara letusan senjata menggema di antara gemuruh suara kendaraan. Pejambret itu terkulai di pelukan Erin. Sebutir peluru menembus punggungnya. Erin merasakan tangannya basah oleh darah. pandangannya mendadak gelap. Lalu jatuh terkulai di atas trotoar, tepat di samping Penjambret yang juga terkulai lemas.

"DEWA..." Ucap Erin lirih.

 

,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun