Erin memandang bego.
"OOH, MY GOD..!!!" Vivi mulai histeris. Erin tambah bengong. "Kita mesti cepat lapor Polisi, Rin... Dewa pasti udah di cuci otaknya.Terus Dewa ngelakuin Bom Bunuh Diri, dan...dan..."
"Viii... Viviii...!!!" erin mengguncang bahu temannya tersebut. "Elu gila apaaa..!!!" lanjut Erin sebel.
"Tapi Rin..."
"Udah diem. Gue cuma mau tahu rumahnya Dewa. Elu tahu kan...?"
"Engga..." Vivi bengong lagi. "tapi gang rumahnya, Gue tahu..." lanjutnya.
"Ok... Tar pulang sekolah, Gue kesana dan Elu ngga usah ikut".
Suasana pun jadi hening. Di iringi semilir angin yang berhembus. pucuk Akasia di samping perpustakaan bergoyang manja. Sementara jauh di bawahnya Pak Amat, penjaga sekolah asyik menyapu halaman.
Tet...Tet...Teeeet....
Bel tanda pulang bergema di antero kelas. Suasana pun jadi riuh. Para Siswa menyemut di gerbang sekolah. Erin salah satunya. Melangkahkan kaki menuju halte yang berada tidak jauh dari Sekolah. Erin menutupi kepalanya dengan tas. Siang ini, matahari bertahtah gagah dengan teriknya. Sesekali ia mengibas-ibaskan tangannya. mencoba mengalihkan penat yang mulai menjalar di betisnya. Menunggu Angkot yang menuju ke arah  rumah Dewa.
Gadis manis ini tidak sendiri. beberapa orang berdiri di sampingnya. hingar bingar klakson kendaraan yang menyiput, menambah penyesalannya yang menolak di jemput oleh sopir keluarganya. Sekarang Dia baru merasakan rutinitas 'orang kebanyakan', yang sama sekali belum pernah dirasakannya. Menunggu  angkot di pinggir jalan.