Mohon tunggu...
Ganang Prihatmoko
Ganang Prihatmoko Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Seorang Pecinta Alam, http://kakustadz.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Obyektif Menilai Rokok

26 April 2013   13:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:34 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana menurut Anda, kenapa selama ini orang-orang sinis sensitif acap kali mendengar kata rokok maupun konsumennya. Apalagi yang mengaku sebagai pakar kesehatan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang langsung memberikan stigma negatif. Seakan dunia tak lagi berpihak kepada ashabu udud (tukang merokok). Apa pula di luar sana sampai keluar fatwa haram. Memangnya mereka ini belum tahu toh rokok itu nikmat? Apakah karena mereka iri dengan perokok yang hidupnya lebih enjoy (walaupun terlilit hutang)? Cobalah obyektif dalam menyikapi rokok. Jangan su’uzhon dulu Pak!

Betul, Pak. Sudah saatnya kita membuka mata. Di atas saya mencoba menyampaikan aspirasi kawan-kawan kita perokok aktif atau minimal simpatisannya. Kita akui barangkali kritik mereka ada benarnya. Siapa tahu selama ini saya atau Anda terhalangi mengetahui banyaknya manfaat rokok. Saatnya kita bersikap obyektif. Berusaha mengungkap secara ideal dan dapat diterima oleh semua pihak. Tulisan ini bukan hasil dari asumsi (kira-kira), prasangka, ataupun nilai-nilai yang dianut oleh subjek tertentu, lebih kepada sisi lain dari fakta yang ada. Yang pro maupun unpro silakan menilai dengan kacamata ilmu dan hati nurani. Kita akan sama-sama buktikan apakah penentangan rokok itu obyektif? Dan apakah sesuai dengan neraca keadilan dan hak asasi?

Saya awali dengan hal yang paling sedehana saja. Semua orang sepakat efek luar paling kecil yang ditimbulkan dari merokok adalah polusi udara dan menganggu pernafasan orang. Apakah ini obyektif? Lihatlah berapa korbannya setiap hari, berapa orang ‘tak berdosa’ terpaksa menghirup racun ini tanpa mampu menghindari. Lantas apakah hanya karena itu kemudian rokok menjadi haram? Tunggu dulu, Pak. Ini baru sebagian kok.

Lanjut, Pak. Kali ini saya perkenalkan 5 fakta unik 'tak terbantahkan' seputar rokok. Ya barangkali setelah mengenalnya lebih dekat, Bapak semakin yakin bahwa tulisan ini obyektif :)

1. Mubazir.

Bagaimana menurut Anda ketika melihat seseorang membakar uangnya setiap hari tiga ribu rupiah saja? Tentu sepakat kita katakan ia adalah orang yang mubazir, boros. Sejatinya orang yang mengkonsumsi rokok pun demikian. Boleh jadi malah lebih dari sepuluh ribu rupiah ia keluarkan tiap hari demi satu bungkus rokok.

2. Hati Kecil Berontak.

Bahkan ia mengingkari. Buktinya tak seorang pun tatkala hendak merokok membaca bismillah. Dia malu, hati kecilnya tak kuasa untuk melafazhkan kata bismillah. Secara fitrah ia sadar bahwa perbuatannya ini tidak dibenarkan secara ilmu dan akal sehat.

Tidak ada seorangpun manakala selesai merokok ia ucapkan alhamdulillaah. Bukankah setiap kita makan makanan yang halal apapun itu, lisan kita terbiasa melafazhkan bismillah? Bahkan benda secuil cokelat ataupun permen, lisan kita pun reflek mengucapkan bismillah. Kemudian setelah selesai pun kita mengucap alhamdulillah. Berbeda dengan rokok, di awal ngisap tidak dibacakan basmallah dan di akhir riwayatnya pun terinjak di bawah kaki majikannya.

3. Hilang rasa malu.

Bermula dari penasaran akan ‘nikmatnya’ rokok, lalu mencoba dan akhirnya jadi pecandu rokok. Manakala sudah demikian, mulailah sedikit demi sedikit rasa malunya berkurang. Ia tak peduli lagi ketika ia asyik menghisap rokok, sementara di sekitarnya banyak anak kecil maupun orang tua terbatuk-batuk, ia abaikan saja. Baginya ini adalah soal kebebasan. Baginya tak ada lagi toleransi dengan orang yang tidak setuju dengan perbuatannya.
Dia seorang yang merasa senang. Padahal kita tahu dari para ilmuwan bahwa perokok pasif lebih berbahaya. Artinya bahwa seseorang penghisap rokok yang sejatinya bukan perokok, ia tidak menyadari bahwa apa yang ia hirup walaupun itu sedikit-sedikit akan sangat berpeluang menimbulkan cacat pada paru-parunya. Hal ini dikuatkan lagi banyak fakta di lapangan bahwa didapati banyak pasien wanita penderita sakit paru-paru, setelah diselidiki ternyata disebabkan asap rokok suaminya, saudaranya, atau ayahnya yang ia hirup sehari-hari. Benar-benar sudah hilang rasa malunya, nyawa orang lain pun jadi taruhannya.

4. Rongsokan.

Tak pernah didapati perokok menghabiskan puntungnya. Habis ngisap belum sampai ujung, puntung sisa dibanting lalu diinjak-injak sampai gepeng. Benar-benar rongsokan sampah. Tiap kali melihatnya, kaki-kaki mesti gatel ingin menggencetnya. Hanya barang hina tak berharga yang mendapat perlakuan demikian sadisnya.


5. Menjijikkan.

Rokok itu menjijikkan, dan hanya cocok untuk orang yang suka sesuatu yang menjijikkan. Kok subyektif banget? Tunggu dulu. Saudara tahu tidak, rokok itu saudara kandungnya kotoran. Buktinya? Ngisap-nya pun tetap nikmat walau dekat-dekat dengan kotoran. Mana buktinya? Sudah maklum di telinga kita bahwa seorang pecandu rokok ‘beradab’ lagi ‘sopan’ ia berusaha merokok di tempat yang tidak diketahui orang. Tahukah Anda kemana ia nyepi? Ke toilet, Saudara. Sambil jongkok kuda-kuda juga dengan gaya suka-suka ia menghirup makanan pokoknya itu dengan nikmatnya, serasa makan di restaurant bunda. Secara akal, adakah orang normal akalnya makan di tempat pembuangan kotoran selain para perokok sopan ini? Mustahil! Tapi tak perlu kaget, karena memang demikian kondisinya. Sekali lagi rokok adalah kotoran, atau paling tidak ia saudara kembarnya.

Sampai di sini, apakah bisa diterima?

Rasa-rasanya masih ada yang kurang. O iya, barangkali karena saya belum sebutkan 3 pilar utama manfaat rokok. Secara garis besar rokok memberikan manfaat bagi perokok:

1. Rahasia Awet Muda.

Benar, merokok bisa membuat seseorang awet muda. Memang iya, karena belum sempat tua ia keburu dipanggil dulu sama Yang Kuasa. Berapa sudah fakta dan data berkata sama. Bolehlah kau bilang, buktinya kakek saya sampai tua sehat-sehat saja. Untuk menjawabnya saya juga mau bilang konsumen narkoba saja ada kok yang masih eksis hingga usia senja. Loh, bisa jadi si kakek tua diberikan sisa usia agar masih sempat bertaubat dari dosa. Lha emang siapa yang bisa jamin sempat bertaubat sebelum tua? By the way, tetap saja rokok menghantui nyawa banyak penghisap muda.

2. Mencegah Pencuri Masuk.

Ini termasuk salah satu keistimewaan perokok. Pencuri mikir-mikir dulu kalau mau masuk rumahnya. Apa pasal? Tiap hari si empunya rumah masih terjaga hingga larut malam. Kok tahu? Dengar saja tuh suara batuknya, pasti bikin pencuri gigil merinding. Hebat bener ya!

3. Menghemat Anggaran Belanja.

Bahkan sangat hemat lho, serius. Sampai-sampai anggaran belanjanya hanya 0%. Luar biasa bukan? Iya lah, ongkos makannya kan sudah beliau alih fungsikan buat beli rokok. Akhirnya satu rumah harus jadi orang sabar karena sang bapak menerapkan system hematnya.

***

Menyelisihi Fitrah

Pertemuan saya dengan seorang ashabu udud akan mengakhiri risalah saya kali ini. Seorang perokok kawakanmenuangkan uneg-unegnya di depan saya dengan redaksi sebagai berikut:

“Saya itu kalau makan kayaknya ada yang kurang kalau ga ngrokok. Malah ngrokok itu lebih membuat saya kenyang daripada makan nasi.”

Sebuah pengakuan jujur dari seorang perokok aktif. Menggambarkan betapa rokok bak makanan pokok harian bagi penikmatnya. Seolah-olah tanpa makan apapun, asalkan bisa menghisap rokok setiap hari, kebutuhan gizi terjamin pasti.


Seandainya kalimat di atas terucap dari lisan salah seorang di antara kita, Anda misalnya, maka Anda patut curiga. Kalau benar demikian berarti itu menandakan bahwa Anda memang sudah gandrung dengan barang haram. Hingga yang halal pun seketika tak lagi menarik. Bukankah ini menyimpang? Ketahuilah, fitrah manusia itu menyukai segala yang halal dan baik. Demikian Allah nashkan dalam Alqur'an.

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ


"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (thayyib) dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk"  [Al A'raf: 157].
Dengan demikian, apa jadinya ketika seseorang sudah merasa bahwa sumber dari sumber penyakit, kotoran lingkungan, pembawa petaka bagi orang sekitarnya sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan jasmani setiap hari, sedangkan makanan yang halal, bergizi, dibutuhkan banyak orang tapi justru tak lagi ia sukai? Apakah Allah telah mencabut sebagian nikmatNya sehingga akalnya tak lagi mampu membedakan MASLAHAT dan MADHARAT? Adakah bencana yang lebih besar lagi dari ini?


Wallahu a'lam.
http://kakustadz.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun