Mohon tunggu...
Ganang Prihatmoko
Ganang Prihatmoko Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Seorang Pecinta Alam, http://kakustadz.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Obyektif Menilai Rokok

26 April 2013   13:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:34 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Menyelisihi Fitrah

Pertemuan saya dengan seorang ashabu udud akan mengakhiri risalah saya kali ini. Seorang perokok kawakanmenuangkan uneg-unegnya di depan saya dengan redaksi sebagai berikut:

“Saya itu kalau makan kayaknya ada yang kurang kalau ga ngrokok. Malah ngrokok itu lebih membuat saya kenyang daripada makan nasi.”

Sebuah pengakuan jujur dari seorang perokok aktif. Menggambarkan betapa rokok bak makanan pokok harian bagi penikmatnya. Seolah-olah tanpa makan apapun, asalkan bisa menghisap rokok setiap hari, kebutuhan gizi terjamin pasti.


Seandainya kalimat di atas terucap dari lisan salah seorang di antara kita, Anda misalnya, maka Anda patut curiga. Kalau benar demikian berarti itu menandakan bahwa Anda memang sudah gandrung dengan barang haram. Hingga yang halal pun seketika tak lagi menarik. Bukankah ini menyimpang? Ketahuilah, fitrah manusia itu menyukai segala yang halal dan baik. Demikian Allah nashkan dalam Alqur'an.

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ


"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (thayyib) dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk"  [Al A'raf: 157].
Dengan demikian, apa jadinya ketika seseorang sudah merasa bahwa sumber dari sumber penyakit, kotoran lingkungan, pembawa petaka bagi orang sekitarnya sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan jasmani setiap hari, sedangkan makanan yang halal, bergizi, dibutuhkan banyak orang tapi justru tak lagi ia sukai? Apakah Allah telah mencabut sebagian nikmatNya sehingga akalnya tak lagi mampu membedakan MASLAHAT dan MADHARAT? Adakah bencana yang lebih besar lagi dari ini?


Wallahu a'lam.
http://kakustadz.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun