Mohon tunggu...
Galuh Namora Ps
Galuh Namora Ps Mohon Tunggu... Mahasiswa - 21107030080 - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Ambivert yang sedang belajar menulis "Take time to do what makes your soul happy."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Unik! Situs Sejarah "Batu Beranak", Menguak Mula Peradaban di Kota Dumai, Riau

5 Juni 2022   07:36 Diperbarui: 5 Juni 2022   07:43 2308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura Selamat Datang Situs Batu Beranak dan Makam Syech Umar (sumber: riaumagz.com)

Dumai merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Riau. Terkadang masih banyak orang yang tidak mengetahuinya karena usia kota ini masih tergolong muda. 

Kota Dumai merupakan hasil pemekaran dari wilayah Kabupaten Bengkalis, Riau dan sudah memiliki batas wilayah administrasi kota sendiri pada tanggal 20 April 1999, dengan UU No. 16 tahun 1999 serta terdiri dari 3 kecamatan saja pada awalnya. Hingga sekarang berkembang menjadi 7 kecamatan.

Terletak di pesisir pantai timur Sumatera membuat kota Dumai terkenal dengan pelabuhan dan pesona lautnya. Berbatasan dengan Pulau Rupat, Bengkalis dan juga wilayah negara tetangga yakni Malaysia yang hanya berjarak dengan waktu tempuh selama 2 jam saja. Oleh karena itu, kota Dumai cukup terkenal dengan kegiatan perdagangan khususnya di wilayah perairannya yang sangat sibuk.

Pada masa sebelum kemerdekaan, Dumai hanya sebuah kotamadya atau bagian wilayah administrasi dari kabupaten Bengkalis. Walau demikian, masyarakat Dumai yang mayoritas bersuku Melayu sudah menjalani kehidupan yang cukup modern dan tetap berasaskan nilai keagamaan Islam.

Menurut sejarahnya, dahulu terdapat seorang tokoh atau pemuka agama yang tinggal di sekitar sungai dumai dan menyebarkan agama islam. Tokoh ini tak lain adalah Syech Umar, seorang Suluk /pemuka agama yang berasal dari daerah Langkat, Sumatera Utara. Diperkirakan beliau lahir pada tanggal 1869 dan wafat pada 1960.

Sebagai seorang Suluk, ia terkenal suka merantau dan menimba ilmu. Suatu hari saat ia sedang berguru, ia dibekali dengan sebuah mumbang /tunas kelapa. Guru beliau kemudian menyuruh untuk menanam tunas kelapa dan apabila tunas tersebut tumbuh, maka akan berdiri sebuah kota yang ramai. Benar saja setelah ia datang ke wilayah Dumai, ia menanam tunas tersebut dan terus tumbuh hingga sekarang menjadi sebuah wilayah perkotaan yang mulai sibuk dengan berbagai kegiatan ekonomi maupun transmigrasi.

Disinilah ia juga mulai menyebarkan ajaran agama islam kepada masyarakat sekitar dan membangun masjid. Setelah itu, tak lama ia harus pulang menjenguk gurunya. Sesampainya disana, ia disuruh untuk berziarah ke makam para guru terdahulu. Kemudian ia menemukan sebuah batu berwarna coklat. Saat itu, ia menjumpai gurunya untuk bertanya. 

Lalu gurunya mengatakan bahwa batu coklat tersebut adalah "batu betina" dan sudah menjadi milik Syech Umar. Ketika nanti Syech Umar pulang (ke wilayah Dumai), di perjalanan ia akan menemukan "batu jantan" yang mirip dengan "batu betina". Benar saja dalam perjalanan pulang beliau menemukan batu yang disebut oleh gurunya tersebut.

Kedua batu tersebut kemudian disimpan dalam sebuah kain putih. Tak lama, beberapa malam berlalu batu itu kemudian terdengar mengeluarkan suara dan ternyata batu tersebut kemudian menghasilkan batu-batu kecil. Setiap malam kedua batu itu terus menghasilkan beberapa batuan kerikil yang kecil. 

Setelah cukup banyak kemudian Syech Umar menyimpan batu-batu tersebut ke dalam tempayan (seperti kendil penampungan air) dan mengisinya dengan air hujan yang turun setiap malam jumat. Batu - batu inilah kemudian yang menjadi Situs "Batu Beranak". Dipercaya hingga saat ini batu tersebut jumlahnya tersebut bertambah, oleh sebab itu situs tersebut diberi nama "Batu Beranak".

Tempayan penyimpanan Batu Beranak (dok. Direktori Pariwisata Kota Dumai)
Tempayan penyimpanan Batu Beranak (dok. Direktori Pariwisata Kota Dumai)

Tempayan tempat disimpannya batu beranak tersebut sekarang berada di Wilayah komplek Makam Syech Umar yang berada di Jalan Syech Umar, Budi Kemuliaan, Kota Dumai. Tempat ini hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari pusat kota Dumai. Lokasi komplek pemakaman ini juga dipinggir jalan dan tepat bersebelahan dengan Masjid Baiturrahman (setelah Jembatan Sungai Dumai).

Bangunan Makam Syech Umar berciri arsitektur Melayu yang khas. Pemerintah berupaya untuk tetap menjaga dan melestarikan salah satu cagar budaya dan situs bersejarah ini dengan membangun  sebuah bangunan gapura berwarna hijau dan kuning. 

Di sampingnya juga terdapat papan atau penanda berwarna oranye dilengkapi dengan ucapan selamat datang dan penjelasan singkat mengenai sejarah Makam Syech Umar. 

Kemudian untuk komplek Makam Syech Umar sendiri sudah ditambah bangunan makam dengan batu berbentuk rumah berwarna kuning. Disana terdapat juga kelambu berwarna biru yang biasa dibuka tutup oleh peziarah yang datang. Situs batu beranak sendiri diletakkan di permukaan makam dan diberi sebuah penyangga besi di bawahnya.

Situs bersejarah ini cukup populer baik di kalangan pengunjung dalam kota maupun luar kota. Tak hanya itu, banyak juga pengunjung yang berasal dari wilayah lain bahkan datang dari negara tetangga yakni Malaysia yang ingin melihat bukti sejarah peradaban dan proses penyebaran agama islam yang dilakukan oleh Suluk terkenal, Syech Umar.

Syech Umar selama hidupnya juga sangat berjasa bagi pengembangan kota Dumai. Untuk, itu masyarakat berharap pemerintah berupaya untuk tetap menjaga situs sejarah ini demi menghormati jasa beliau.

Saat ini komplek Makam Syech Umar dirawat dan diurus oleh menantunya yang bernama Khalifah Yunus. Dalam komplek makam tersebut juga ada beberapa makam dari keluarga Syech Umar. 

Makam tersebut terdiri dari makam sang istri Syech Umar, kedua anaknya yakni Budin dan Siti Maimunah, dan satu cicit dari Syech Umar. Selain itu, kerabat dan sanak saudara dari keluarga Syech Umar masih tinggal di wilayah sekitar komplek pemakaman.

Bagi yang sedang berwisata ke kota Dumai dan ingin berziarah serta mengunjungi  situs sejarah ini sangat mudah sekali untuk mengakses tempat ini.  Tidak ada biaya untuk memasuki wilayah komplek ini. Hanya saja perlu izin dan menjaga tata krama yang sudah ditentukan selama berada di wilayah komplek makam Syech Umar. 

Perlu diketahui juga, untuk wilayah di sekitar makam sangat jarang ditemukan tempat kuliner. Untuk itu, sebelum mengunjungi situs ini lebih baik untuk makan di pusat kota terlebih dahulu dan diniatkan hanya untuk berziarah dan mengunjungi situs bersejarah saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun