Mohon tunggu...
Galuh Inggita
Galuh Inggita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UAJY

Halo! Selamat membaca artikel saya :D

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Jadi, Sebenarnya Facebook atau Fakebook?

28 Maret 2021   18:42 Diperbarui: 28 Maret 2021   18:57 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat realita saat ini, kehidupan konsumtif atau istilah konsumerisme telah akrab dengan masyarakat. Banyak hal yang dapat membuktikan bagaimana kehidupan konsumtif ini terjadi di masyarakat. Selain itu, budaya tinggi dan budaya rendah juga telah kehilangan batasannya. Beberapa hal tersebut sebetulnya menjadi ciri atau karakteristik dari salah satu era yang akan menjadi bahasan utama dalam artikel ini yaitu Postmodern. 

Postmodernisme merupakan suatu ide baru yang menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba untuk memberikan kritikan-kritikan terhadap modernisme yang dianggap telah gagal dan bertanggung jawab terhadap kehancuran martabat manusia (Setiawan & Sudrajat, 2018).

Era postmodern juga ditandai dengan mulai meledaknya media massa dan budaya populer. Berkaca dengan realita, kita juga bisa melihat bagaimana saat ini media sudah mulai berkembang dengan sangat pesat. 

Salah satunya dalam bidang periklanan atau advertising, di mana dewasa ini banyak iklan dengan berbagai konsep unik yang juga menjadi bukti dari adanya postmodernisme ini. Berbicara mengenai iklan masa kini, maka tak lepas hubungannya dengan culture jamming. Culture jamming merupakan salah satu konsep yang ada dalam postmodernisme.

Culture Jamming merupakan gerakan menentang bentuk-bentuk komunikasi iklan dengan suatu karya seni ekstrim yang sifatnya 'menghancurkan' atau 'membelokkan' pesan dari iklan tersebut (Putri, 2011). Culture jamming telah dikenal sejak tahun 1970an dan masih eksis hingga saat ini. 

Sebagian besar dari iklan-iklan yang diproduksi ini bersifat mengejek atau menyindir suatu iklan tertentu yang dianggap memiliki isu sosial atau lingkungan. 

Sebetulnya, metode yang digunakan dalam culture jamming bermacam-macam, ada yang membuat versi parodi dan ada juga yang secara langsung mengejek iklan tersebut. 

Beberapa contoh culture jamming ini banyak ditemukan dalam bentuk spoof ad atau iklan parodi. Iklan parodi ini, umumnya dapat kita temukan dengan maksud memunculkan makna lain yang cenderung membuat makna aslinya menjadi negatif, yang mana makna yang dibentuk akan didukung oleh realita pada produk yang diiklankan.

https://badmumsclub.co.uk/2019/05/11/facebook-or-fakebook/
https://badmumsclub.co.uk/2019/05/11/facebook-or-fakebook/

Kita bisa melihat pada gambar di atas. Gambar tersebut merupakan salah satu bentuk culture jamming. Bagaimana bisa?

Pada awal terbentuknya Facebook, media sosial ini menjadi salah satu platform yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Bahkan pada masanya, sebagian besar anak muda menggunakan media sosial ini. 

Facebook dinilai sebagai media sosial yang informatif dan sangat bermanfaat untuk aktivitas komunikasi. Namun, faktanya saat ini media sosial Facebook tak lagi sama seperti sebelumnya. Di Indonesia, kasus penyebaran berita hoax sudah banyak terjadi. Dilasir dari CNN Indonesia (2020), Facebook menjadi salah satu media penyebar berita hoaks terbanyak.

"Sebanyak 1.096 hoaks itu, terbagi menjadi 474 topik. Sebaran isu hoaks Covid-19 paling banyak terjadi di Facebook dengan 759 isu"

Bukti nyata tersebut menunjukan bagaimana media sosial Facebook mengalami masalah atau isu sosial yang memberi dampak sangat hebat pada masyarakat. Berkaitan juga dengan bukti nyata tersebut, pihak-pihak tertentu akhirnya menciptakan dan menyebarluaskan culture jamming berupa gambar sindiran. 

Gambar dengan tulisan "fakebook" yang berarti buku palsu tersebut menjadi salah satu gerakan untuk menghancurkan atau membelokkan pesan yang ada pada iklan media sosial Facebook, di mana sesuai dengan definisi yang telah dijelaskan sebelumnya. Media sosial yang sebelumnya dinilai sebagai platform yang informatif, menjadi bahan culture jamming karena banyaknya kasus terkait hoaks yang berkaitan dengan Facebook.

Jadi, bagaimana? Semoga artikel ini dapat membantu teman-teman untuk memahami culture jamming dalam postmodernisme ya!

DAFTAR PUSTAKA

Kominfo Catat 1.096 Hoaks di Medsos, Terbanyak Facebook. (2020, April 8). CNN Indonesia.

Putri, L. A. (2011). Culture Jamming Versus Popular Culture. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(1), 17-33.

Setiawan, J. & Sudrajat, A. (2018). Pemikiran Postmodernisme dan Pandangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan. Jurnal Filsafat, 28(1), 25-46.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun