12. PROGRESSIVE LAW (Hukum Progresif)Â
Hukum progresif menjadi sangat relevan dalam penegakan hukum di Indonesia, yang diwarnai oleh berbagai kasus yang mempertanyakan keadilan substantif. Kasus-kasus seperti Mbok Minah yang dipenjara karena mencuri beberapa biji kakao atau kasus Nenek Asyani yang terjerat hukum karena penebangan beberapa batang kayu kecil menunjukkan bahwa penerapan hukum yang terlalu kaku justru sering kali mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam masyarakat1 . Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam penegakan hukum, di mana keadilan prosedural lebih dikedepankan dibandingkan keadilan substantif yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Hukum progresif juga membawa perspektif baru dalam memandang hukum sebagai instrumen untuk melindungi hak-hak kelompok rentan, termasuk masyarakat hukum adat. Permasalahan hukum yang sering kali dihadapi oleh masyarakat adat adalah sulitnya memperoleh perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak tradisional mereka, seperti hak atas tanah ulayat dan penguasaan sumber daya alam. Hukum progresif melihat bahwa dalam situasi ini, negara perlu mengambil tindakan yang tidak sekadar legalistik atau prosedural, melainkan lebih bersifat kontekstual dan berfokus pada kesejahteraan masyarakat adat tersebut. Dengan demikian, hukum progresif menjadi alternatif pendekatan dalam memberikan pengakuan yang lebih adil terhadap hak-hak adat yang sering kali diabaikan.
13. LEGAL PLURALISMÂ
Pluralisme hukum secara umum dapat dijelaskan sebagai kondisi di mana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang berlaku dalam sebuah negara. Dan plurasilems hukum itu hidup berdampingan pada dimensi sosial masyarakat. Hal ini berimplikasi pada pemahaman dan penerapan hukum di masyarakat yang berbeda-beda. Dalam konteks Indonesia, pluralisme hukum tidak dapat diabaikan, karena merupakan sebuah realitas yang ada dalam kehidupan dan sistem hukum negara kita. Dalam konteks pluralisme hukum, berbagai sistem hukum yang berbeda dapat hidup berdampingan dan berinteraksi. Misalnya saja di negara yang penduduknya heterogen seperti Indonesia, diberlakukan sistem hukum yang berbeda-beda seperti hukum adat, hukum agama, dan hukum positif. Masing-masing dari sistem hukum tersebut mempunyai ciri dan prinsip berbeda yang diakui dan dihormati oleh masyarakat.Â
14. PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI HUKUM ISLAMÂ
Kata sosiologi secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu socius yang artinya teman dan logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan. Dalam artian sosiologi adalah suatu ilmu yang membicarakan mengenai manusia dalam lingkup pertemanan atau bermasyarakat. Adapun secara terminologis sosiologi dapat diartikan seabagai ilmu yang mencangkup studi tentang struktur sosial dan proses sosial yang meliputi perubahanperubahan di dalamnya. Sosiologi sebenarnya memiliki banyak pengertian atau definisi sebagaimana yang diberikan oleh para ahli. Definisi-definisi tersebut dalam Suhartanto dan Haniefah diantaranya1 : 1. Pitirum Sorokin menyebutkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara fenomena sosial yang berbeda. 2. Rocek dan Waren menjelaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang membahas mengenai adanya keterkaitan antara manusia dengan kelompok. 3. Wiliam F. Ogburn dan Mayer F. Nimkof mengartikan sosiologi sebagai penelitian secara ilmiah terkait intraksi sosial dan hasilnya. 4. Selo Sumarjan dan Sulaiman Hadi mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial yang didalamnya ada norma, kelompok, dan lapisanlapisan sosial dengan berbagai proses dan perubahan-perubahan sosial yang ada. 5. J.A.V. Dorn dan C.J. Lamers memberikan arti sosiologi sebagai ilmu pengetahuan tentang struktur serta proses sosial atau kemasyarakatan yang bersifat stabil. 6. Max Weber mengartikan sosiologi sebagai pengetahuan yang mampu memahami tindakan sosial.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H