Mohon tunggu...
Galuh Fatika29
Galuh Fatika29 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya adalah berenag

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review dari Materi 1-14

9 Desember 2024   09:48 Diperbarui: 9 Desember 2024   09:53 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum yang hidup di masyarakat, yang sering disebut sebagai Living Law, merupakan hukum yang berkembang dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Tokoh utama dari aliran sejarah hukum, Friedrich Carl von Savigny, mengemukakan pandangan bahwa hukum merupakan bagian integral dari kehidupan bersama suatu bangsa, serupa dengan bahasa, adat, moral, dan tata negara. Menurutnya, hukum memiliki sifat supra individual, yakni tidak hanya sekadar aturan yang diciptakan oleh individu-individu, melainkan juga fenomena sosial yang lahir, berkembang, dan pada akhirnya menghilang bersama perjalanan sejarah suatu masyarakat. Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa living law merupakan sekumpulan aturan yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya masyarakat itu sendiri. Hukum tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena hukum diciptakan oleh masyarakat dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan serta kepentingan mereka. Menurut Eugen Ehrlich, hukum negara (state law) bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri atau terpisah dari pengaruh sosial yang ada dalam masyarakat. Hukum negara, dalam pandangannya, selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor kemasyarakatan, yang mencerminkan hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat. Dengan demikian, hukum tidak dapat dianggap sebagai entitas yang mandiri, melainkan sebagai bagian dari dinamika sosial yang berkembang sesuai dengan kehidupan masyarakat itu sendiri.Living law bukanlah konsep yang tetap atau tidak berubah, melainkan selalu berkembang seiring berjalannya waktu. Living law merujuk pada hukum yang hidup dan berfungsi dalam masyarakat, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Gagasan ini menjadi dasar dari sebuah gerakan yang disebut Sociological Jurisprudence, yang merupakan sintesis dari dua pendekatan: tesis positivisme hukum dan antitesis mazhab sejarah.

7. PEMIKIRAN HUKUM EMILE DURKHEIM DAN IBNU KHALDUN 

Sistem hukum nasional di Eropa semakin berkembang dengan menjadi lebih nyata, terlembaga, dan dikelola oleh tenaga profesional, sehingga hukum berfungsi sebagai sistem normatif yang mandiri. Pembentukan sistem ini terjadi melalui proses unifikasi hukum, yang bertujuan untuk menyatukan berbagai sistem hukum yang ada menjadi satu kesatuan normatif berdasarkan substansi atau objek yurisdiksi, bukan berdasarkan identitas subjek. Dengan kata lain, unifikasi hukum berupaya menciptakan negara yang berlandaskan hukum teritorial, tanpa menghidupkan kembali hukum yang berlandaskan pada identitas personal. Durkheim menghadapi berbagai masalah sosial pada masanya, seperti pemogokan buruh, ketimpangan antara kelas penguasa dan masyarakat umum, serta konflik antara negara dan gereja. Menurutnya, kekacauan semacam ini memerlukan penanganan melalui reformasi sosial, bukan diterima begitu saja sebagai konsekuensi yang tak terhindarkan dari kehidupan modern, sebagaimana pandangan teoretisi klasik lainnya, seperti Weber. Pemikiran Durkheim ini muncul dari kondisi transisi masyarakat Eropa yang sedang mengalami perubahan sosial dan hukum. Perubahan sosial tersebut seringkali disertai dengan kekacauan yang mendorong Durkheim untuk mengedepankan isu moral dalam mengatasi situasi tersebut. Sementara itu, perubahan di bidang hukum terlihat melalui penyatuan sistem hukum, yang beralih dari hukum personal menuju hukum nasional, sebagai dampak dari dominasi positivisme hukum pada masa itu. Durkheim mengembangkan pandangan sosiologisnya berdasarkan prinsip rasionalisme, moralitas, dan pendekatan positivisme dalam memperoleh pengetahuan. Melalui pendekatan tersebut, ia berusaha menjelaskan hubungan kausal antara hukum dan masyarakat, serta mengeksplorasi fungsi moral dan sosial hukum dalam berbagai pola hubungan sosial atau solidaritas. Pendekatan ini memberikan analisis yang lebih komprehensif mengenai bagaimana kekuatan sosial memengaruhi kategori dan institusi hukum. 

8. PEMIKIRAN HUKUM MAX WEBER DAN H.L.A 

Pemikiran hukum Max Weber menjadi salah satu tonggak penting dalam kajian sosiologi hukum, di mana ia menekankan bahwa hukum modern adalah hasil dari proses rasionalisasi dan birokratisasi. Weber melihat hukum sebagai instrumen untuk mencapai kontrol sosial melalui aturan-aturan yang diformalkan dan diterapkan secara sistematis oleh institusi negara. Dalam konteks ini, hukum bukan lagi sekadar refleksi dari norma sosial atau tradisi, melainkan mekanisme rasional yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat modern. Latar belakang kajian ini muncul dari kebutuhan untuk memahami bagaimana hukum berkembang dalam masyarakat yang semakin kompleks dan bagaimana teori Weber berkontribusi pada pemahaman kita tentang peran hukum dalam sistem sosial. H.L.A. Hart, seorang filsuf hukum asal Inggris, memberikan perspektif yang berbeda melalui teori hukum positif yang ia kembangkan.Berbeda dengan Weber yang menekankan aspek sosiologis dari hukum, Hart fokus pada analisis normatif dari hukum itu sendiri. Ia memperkenalkan konsep aturan primer dan sekunder dalam hukum serta rule of recognition sebagai mekanisme untuk menentukan hukum yang sah dalam suatu sistem. Teori Hart bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih sistematis tentang struktur hukum dan bagaimana aturan hukum berfungsi secara operasional

9. EFFECTIVENESS OF LAW 

Hukum harus dipahami oleh semua orang agar mereka dapat mengetahui apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Dengan demikian, hukum tidak hanya berfungsi untuk mencapai keadilan, tetapi juga untuk penting; hukum harus mudah diakses oleh semua orang, sehingga mereka dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka. memberikan kepastian bagi individu dalam kehidupan sehari-hari. Ini penting agar hak dan kepentingan masyarakat terlindungi dalam batas yang wajar, sehingga menciptakan tatanan sosial yang seimbang. Kepastian hukum berfungsi sebagai panduan bagi tindakan masyarakat, mencegah penyalahgunaan, dan memastikan bahwa setiap orang dapat mengandalkan hukum untuk melindungi kepentingannya. Indikator efektivitas hukum merupakan aspek penting yang menunjukkan seberapa baik hukum berfungsi dalam masyarakat. Beberapa indikator utama meliputi kepatuhan terhadap hukum, aksesibilitas hukum, keadilan dalam penegakan hukum, dan resolusi sengketa. Kepatuhan terhadap hukum mencerminkan seberapa banyak masyarakat mengikuti peraturan yang ada. Ketika tingkat kepatuhan tinggi, itu menunjukkan bahwa hukum diterima dan dihormati oleh warga. Selain itu, aksesibilitas hukum sangatpenting; hukum harus mudah diakses oleh semua orang, sehingga mereka dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka. 

10. Law and Social Control

Tujuan hukum adalah mencapai kedaimann  dengan mewujudkan  keadilan dalam masyarkat. Pengendalian sosial adalah upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat.Lebih jauh lagi, Socio-Legal Studies memungkinkan peneliti untuk memahami bagaimana norma-norma hukum dapat bervariasi di antara berbagai kelompok sosial dan budaya. Hal ini penting di Indonesia, di mana keberagaman etnis dan budaya menciptakan dinamika unik dalam penerapan hukum. Misalnya, hukum adat sering kali berinteraksi dengan hukum nasional, menciptakan tantangan dan peluang bagi penegakan hukum yang adil dan merata. Dengan mempelajari interaksi ini, para peneliti dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana hukum dapat berfungsi secara lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal 

11.  SOCIO-LEGAL STUDIES 

Pendekatan sosio-legal merupakan alternatif yang menganalisis kajian doktrinal terhadap hukum. Istilah "socio" dalam studi sosio-legal menggambarkan hubungan antara hukum dan konteks dimana hukum itu berada atau beroperasi. Studi sosio legal muncul sebagai respons terhadap kebutuhan di sekolah-sekolah hukum untuk mengembangkan pendekatan interdisipliner dalam mempelajari hukum. Pendekatan ini dapat dipandang sebagai disiplin, subdisiplin, atau metodologi yang berkembang baik dalam hubungan dengan hukum maupun sebagai kritik terhadapnya. Menariknya, studi ini jarang diinisiasi oleh ilmuwan sosial maupun para sosiolog, hal ini dapat dilihat dari sudut kurikulum sosiologi yang jarang membahas isu-isu hukum dari segi teori maupun praktik.2 Terdapat tiga bidang yang sering disalah artikan, yakni studi sosio-legal, sosiologi hukum, dan sociological jurisprudence. Perlu kita ketahui, bahwasaanya penting untuk tidak mencampurkan antara studi sosio-legal dengan sosiologi hukum, dimana Socio-legal ini lebih berkembang di negara-negara Eropa Barat, atau aliran Law and Society di Amerika yang lebih erat kaitannya dengan ilmu sosial. Studi sosio-legal berbeda dengan sosiologi hukum, yang berakar dari sosiologi arus utama dan berfokus pada pemahaman teoretis tentang hukum dengan menempatkannya dalam konteks struktur sosial yang lebih luas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun