Mohon tunggu...
Galuh Fatika29
Galuh Fatika29 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya adalah berenag

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Konsep Agama dalam Perspektif Max Weber

28 Oktober 2024   20:30 Diperbarui: 28 Oktober 2024   23:53 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama : Galuh fatika Ardiatmi 

nim: 222111034

Matkul: Sosiologi Hukum islam 

jurnal : Al-Adyan: Journal of Religious Studies | Volume 1, Nomor 1, Juni (2020) 

1. cari artikel jurnal yang membahas toh marx waber dan herbert lionek adalphus hart(HLA Hart)

Agama telah menjadi objek kajian para ahli dalam jangka waktu yang cukup lama. Satu dari ahli tersebut adalah Max Weber. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengkaji pandangan Max Weber tentang agama dan perannya dalam kehidupan masyarakat. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif teks dengan sumber data penelitian yang diperoleh dari telaahan literatur , baik berupa buku, maupun laporan hasil penelitian. Bagi Max Weber agama merupakan sebuah keyakinan yang terkait dengan kekuatan supernatural. Lebih dari sekedar kepercayaan, setiap agama seperti Islam, Kristen, Budha, Yudaisme, memiliki tradisi yang berbeda satu sama lain. Selain itu, agama sangat terkait dengan sesuatu yang gaib dan bersifat universal. 

2. pokok pokok pemikiran 

Max Weber, seorang sosiolog klasik Jerman, mengembangkan pemikiran penting mengenai agama dan hubungannya dengan masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan ekonomi dan perubahan sosial. Dalam perspektif Weber, agama bukan hanya soal kepercayaan spiritual, tetapi juga menjadi kekuatan penting dalam membentuk perilaku individu dan institusi sosial. Berikut adalah pokok-pokok pemikiran Weber tentang agama:

1. Agama sebagai Etika Ekonomi dan Rasionalitas

Weber menekankan bahwa agama memiliki pengaruh besar terhadap perilaku ekonomi. Hal ini terwujud dalam karyanya "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" (Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme), di mana ia berargumen bahwa:

  • Etika Protestan (terutama Kalvinisme) mendorong kerja keras, disiplin diri, dan penghematan.
  • Keyakinan bahwa keberhasilan duniawi adalah tanda "predestinasi" (takdir keselamatan) memicu orang untuk bekerja keras dan menghindari kemewahan.
  • Sikap ini menciptakan "semangat kapitalisme", yaitu rasionalitas ekonomi modern, yang pada akhirnya menjadi basis perkembangan kapitalisme di Barat.

2. Agama dan Rasionalisasi Masyarakat

Weber menyoroti bahwa seiring dengan perkembangan masyarakat, terjadi proses rasionalisasi, yaitu perubahan cara pandang dari pola-pola tradisional dan mistis menuju cara berpikir yang lebih logis dan ilmiah. Dalam konteks agama:

  • Agama awal berisi kepercayaan animisme dan magis.
  • Agama-agama besar kemudian berkembang menjadi sistem etis dan lebih rasional.
  • Pada masyarakat modern, pengaruh agama mulai menurun karena dominasi ilmu pengetahuan dan birokrasi.

3. Tipe-tipe Otoritas dalam Agama

Weber juga mengklasifikasikan jenis otoritas dalam kehidupan sosial dan agama menjadi tiga tipe:

  • Otoritas tradisional: Didasarkan pada adat istiadat atau kebiasaan turun-temurun.
  • Otoritas kharismatik: Berasal dari kekuatan pribadi pemimpin yang dianggap luar biasa (contoh: nabi, pemimpin spiritual).
  • Otoritas rasional-legal: Berbasis pada aturan atau hukum formal, seperti dalam lembaga agama modern.

4. Agama sebagai Sumber Perubahan Sosial

Weber berpendapat bahwa agama memiliki potensi untuk mendorong perubahan sosial, seperti yang ia ilustrasikan dengan contoh Protestantisme yang memicu perkembangan kapitalisme.

  • Selain berperan sebagai kekuatan konservatif (menjaga stabilitas sosial), agama juga bisa menjadi alat revolusi sosial (contoh: gerakan reformasi atau pembaharuan dalam agama).

5. Perbandingan Agama-Agama Dunia

Weber melakukan studi komparatif terhadap beberapa agama besar seperti:

  • Protestanisme dan pengaruhnya pada kapitalisme Barat.
  • Konfusianisme dan Taoisme di Cina, yang ia nilai lebih mengutamakan harmoni sosial daripada akumulasi kekayaan.
  • Hinduisme dan Buddhisme di India, yang lebih menekankan pada kehidupan spiritual dan pelepasan duniawi sehingga kurang mendukung kapitalisme.

6. Asketisme dan Mistisisme

Weber membedakan dua bentuk orientasi keagamaan:

  • Asketisme: Menekankan pengendalian diri dan tindakan duniawi, seperti dalam Kalvinisme.
  • Mistisisme: Berfokus pada pengalaman batin dan penarikan diri dari dunia, seperti dalam agama-agama Timur (Hinduisme dan Buddhisme).

Pemikiran Weber tentang agama berfokus pada bagaimana agama bukan hanya menjadi keyakinan personal tetapi juga membentuk struktur sosial dan perilaku ekonomi. Ia menunjukkan bahwa perkembangan agama memengaruhi proses rasionalisasi masyarakat, dan agama memiliki peran penting dalam mendorong atau menghambat perubahan sosial di berbagai konteks budaya.

3. pendapat saya tentang pemikiran max waber dan HLA Heart dalam masa sekarang ini

 Relevansi Pemikiran Weber di Era Modern

Dalam masyarakat kontemporer, pandangan Weber tentang hubungan agama, etika, dan ekonomi masih relevan, namun dengan beberapa modifikasi:

  • Konsumerisme dan spiritualitas modern: Saat ini, agama sering digabung dengan gaya hidup dan konsumerisme (misalnya, fenomena agama digital dan influencer spiritual).
  • Rasionalisasi dan sekularisasi: Weber memprediksi bahwa masyarakat akan semakin sekuler dan terfokus pada rasionalitas ilmiah. Namun, fenomena global seperti kebangkitan fundamentalisme dan gerakan spiritual menunjukkan bahwa agama masih signifikan.
  • Birokrasi dan teknologi: Weber memperingatkan tentang "kandang besi" (iron cage), yaitu dampak negatif dari birokrasi yang kaku. Saat ini, kita melihat teknologi dan algoritma berperan seperti "kandang besi" baru, yang mengatur kehidupan kita dengan cara yang sering tak terlihat.

4. Gunakan pemikiran mark weber dan HLA Heart untuk menganalisis perkembangan huku islam 

eber menekankan rasionalisasi sebagai salah satu proses utama dalam perkembangan masyarakat. Ia melihat bahwa agama dan sistem hukum tradisional (termasuk hukum Islam) awalnya muncul dalam bentuk yang lebih karismatik atau tradisional, namun seiring waktu mengalami rasionalisasi untuk bisa diterapkan dalam masyarakat modern. Dalam konteks hukum Islam:

  • Hukum Islam Klasik: Pada awalnya, syariah dibangun berdasarkan otoritas tradisional dan kharismatik, yaitu ajaran Al-Qur'an, hadis, serta pendapat para fuqaha (ulama).

  • Rasionalisasi Hukum Islam: Dalam masyarakat modern, ada tuntutan untuk rasionalisasi syariah, yaitu menerjemahkan dan menafsirkan hukum Islam agar sesuai dengan kebutuhan zaman dan nilai-nilai modern (seperti HAM dan demokrasi). Contohnya:

    • Ijtihad modern: Proses penafsiran ulang syariah dalam konteks kekinian (contoh: fatwa tentang fintech atau perubahan gender dalam hukum keluarga).
    • Kodifikasi hukum Islam: Beberapa negara seperti Indonesia dan Malaysia telah mengkodifikasi syariah dalam bentuk aturan hukum positif (contoh: UU Perkawinan dan UU Perbankan Syariah).
  • Ketegangan antara Tradisional dan Modern: Sebagian masyarakat ingin mempertahankan kemurnian ajaran tradisional, sementara sebagian lain mendorong penyesuaian syariah dengan hukum modern. Hal ini mencerminkan ketegangan antara otoritas tradisional dan rasionalitas modern seperti yang dijelaskan Weber.

 Analisis: Weber akan melihat perkembangan hukum Islam ini sebagai bagian dari pergeseran dari otoritas kharismatik dan tradisional menuju otoritas rasional-legal. Proses ini terlihat dari transformasi syariah menjadi hukum formal dalam negara modern dan adopsi sistem birokrasi dalam lembaga-lembaga peradilan Islam.

2. Perspektif H.L.A. Hart: Aturan Primer dan Sekunder dalam Hukum Islam

H.L.A. Hart membagi hukum menjadi aturan primer (yang mengatur perilaku masyarakat) dan aturan sekunder (yang mengatur cara hukum diciptakan, diubah, atau diterapkan). Perspektif Hart dapat digunakan untuk memahami dualitas hukum Islam sebagai:

  • Hukum Primer dalam Syariah:

    • Syariah berisi aturan yang mengatur ibadah dan muamalah (hubungan sosial), seperti zakat, puasa, jual beli, dan perkawinan. Aturan-aturan ini berfungsi sebagai aturan primer, yaitu norma yang langsung mengatur perilaku umat Islam.
  • Hukum Sekunder dalam Konteks Modern:

    • Aturan sekunder dalam hukum Islam modern mencakup ijtihad, fatwa, dan peran lembaga legislatif dalam mengesahkan undang-undang berdasarkan syariah. Contoh aturan sekunder dalam praktik:
      • Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sebagai panduan syariah.
      • Mahkamah Syariah di negara-negara seperti Malaysia dan Aceh, yang menangani kasus-kasus tertentu berdasarkan hukum Islam.
  • Hukum Islam dalam Sistem Hukum Positif:

    • Beberapa negara mengintegrasikan hukum Islam ke dalam sistem hukum negara, seperti Indonesia yang mengatur perbankan syariah atau perkawinan melalui undang-undang. Ini menunjukkan bahwa hukum Islam modern memerlukan aturan sekunder agar dapat beroperasi dalam kerangka negara dan beradaptasi dengan hukum sekuler.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun