Habitat fisik hanya merupakan faktor pembatas bagi kemungkinankemungkinan karya manusia, ia berperan pasif. Perubahan habitat fisik memainkan peranan besar dalam rangka perubahan sosial, misalnya menciutnya lahan pertanian akan berpengaruh pada cara pemilikan dan cara pemanfaatan. Perubahan inin sangat lamban dan berada diluar pengamatan manusia, namun bias diprcepat dan pada gilirannya menggerakkan perubahan sosial pula.
- Teknologi
- Teknologi merupakan faktor yang sangat nyata pengaruhnya dengan perubahan sosial, tetapi bukan merupakan faktor berdiri sendiri melainkan sebagai proses sosial yang bersifat kolektif. Dalam hubungannya dengan kerangka hubungan antar sistem, teknologi dikaitkan dengan sistem kebudayaan. Selanjutnya ia berhubungan pula dengan bidang ekonomi yang akan mengatur prosedur secara sosial disamping hubungan dengan kompleks kembagaan, seperti pemilikan dan kontrak.
- Struktur Masyarakat dan Kebudayaan
Struktur masyarakat dan kebudayaan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan sosial. Hal ini menimbulkan daya adaptasi yang amat besar, yang dimulai dengan keterikatan orang pada nilai tertentu, yaitu:
- Rasionalitas
- Pengkajian secara pasti habitat fisik dan biologis.
- Penerobosan dengan menggunakan akal pikiran terhadap hukum alam.
Teknologi telah benar-benar merupakan hasil dari ilmu pengetahuan. Pengembangan sikap keilmuan ini telah membebaskannya dari penyadarannya pada otoritas masjid-gereja (agama) atau kekuatankekuatan lain kepada kemampuan akal pikiran itu sendiri. Adaptasi terjadi dalam bidang ekonomi: dikenal dengan uang dan pasar, mobilisasi sumber daya secara lebih intensif. Tingkat kemanfaatan pengunaan uang sangat dipertinggi oleh adanya lembaga-lembaga pemilikan dan kontrak yang mengaktifkan hukum formal.
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat pula faktor revolusi, peperangan dan pengaruh kebudayaan. Faktor yang mendorong proses jalannya perubahan sosial tersebut antara lain:
- Sistem pendidikan yang maju
- Toleransi terhadap perilaku yang menyimpang
- Sistem stratifikasi sosial yang terbuka
- Penduduk yang heterogeny
- Ketidakpuasan terhadap beberapa bidang kehidupan tertentu
Sedangkan faktor penghambatnya antara lain:
- Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
- Perkembangan ilmu pengetahuan yang lamban
- Sikap masyarakat yang tradisionalis
- Adanya kepentingan yang tertanam kuatsekali
- Rasa takut terjadi disintegrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal baru, dan ideologi.
BAB IV
PERAN TEORI SOSIOLOGI DALAM PEMBAHARUAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM KELUARGA ISLAM
- Aturan Dalam Hukum Positif
- Mengingat di dalam pertanyaan di atas disebutkan kata “KUA”, maka dapat kita asumsikan bahwa pasangan yang akan menikah tersebut adalah beragama Islam. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, yang menyatakan bahwa. “Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KUAKec, adalah satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam”.
- Aturan Dalam Hukum Fikih
Permasalahan di atas dalam teori teori fungsional struktural Talcot Parsons bisa dipetakan menjadi 4 hal. Pertama dikenal dengan konsep adaptasi. Maksudnya adalah dalam masyarakat suatu sistem harus bisa mengatasi kebutuhan mendesak yang bersifat situasional eksternal. Suatu sistem itu harus beradaptasi dengan lingkungannya dan mengadaptasikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya. Dalam konteks ini persoalan pasangan di atas harus mendapat kepastian hukum mengenai terkait bisa tidaknya dia menggunakan resi cerai untuk pengantar surat ke KUA sebagai ganti dari akta cerai. Persoalan ini sampai hari ini belum menemukan titik terangnya. Sedangkan yang kedua dikenal dengan istilah goal attainment/pencapaian tujuan. Sebagai umat Islam jelas pertimbangan maqashid syar’iyyah harus menjadi ukuran begitupun juga dengan dalam perspektif hukum positif harus ada kepastian hukum yang menjadi tujuan dan asas dalam bangunan negara hukum. Peran teori sosiologi dalam pembaharuan dan pengembangan sosiologi hukum Islam bisa kita lihat dalam tiga aspek. Pertama adalah bisa kita potret dalam kerangka hukum positif, nanti dilihat bagaiamana Undang-Undang serta aturan-aturan lain yang bermain disana. Yang kedua adalah aspek fikih. Dalam fikih semua aturan sangat jelas dan terperinci. Terakhir yang ketiga adalah kita menggunakan teori sosiologi dalam memecahkan semua kasus di masyarakat. Kata kunci dalam memahami kasus di atas adalah administrasi, dimana hukum keluarga Islam khususnya dalam masalah cerai dan segala hal yang berkaitan dengannya jelas secara administrasi karena dalam aturan fikih sudah jelas, tinggal masalah administrasi ini yang belum jelas dalam konteks kita sebagai negara hukum.
- BAB V
- PERAN TEORI SOSIOLOGI DALAM PEMBAHARUAN DAN PENGEMBANGAN
- HUKUM EKONOMI SYARIAH.
- ATURAN DALAM HUKUM POSITIF
- Dalam sistem hukum positif Indonesia, perjanjian pinjam-meminjam yang disertai bunga merupakan suatu bentuk perjanjian yang lahir berdasarkan atas kepakatan antara pemilik uang dan pihak peminjam. Perjanjian semacam ini, di satu pihak dikenal atau diperbolehkan baik dalam sistem Hukum Adat maupun dalam sistem Hukum Perdata, dan di lain pihak tidak ada larangan dalam Hukum Pidana (khususnya tindak pidana perbankan). Sehingga adalah sangat keliru kalau seseorang yang meminjamkan uang dengan bunga dikatakan menjalankan praktik "bank gelap" (istilah ini bukan istilah hukum dan tidak dikenal dalam Perbankan).
- Dalam kasus yang diduga praktik "bank gelap", yang akhir-akhir ini muncul dipermukaan, pihak tersangka tidak menghimpun dana dari masyarakat, tetapi hanya menyalurkan dana kepada masyarakat yang disertai bunga s/d 10%. Dengan demikian sangat keliru kalau dikatakan telah terjadi praktik "bank gelap" yang merupakan suatu kejahatan perbankan. Untuk jelasnya seseorang barulah dapat dikatakan menjalankan praktik "bank gelap" bila ia menghimpun dana masyarakat dan sekaligus menyalurkan dana kepada masyarakat tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Sampai berapa besar "bunga yang diperjanjikan" tidak disebutkan, hanya dikatakan: asal tidak dilarang oleh undang-undang. Pembatasan bunga yang terlampau tinggi hanya dikenal dalam bentuk "Woekerordonantie 1938", yang dimuat dalam Staatblaad (Lembaran Negara) tahun 1938 No. 524, yang menetapkan, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari kedua belah pihak dari semula terdapat suatu ketidakseimbangan yang luar biasa, maka si berutang dapat meminta kepada Hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk membatalkan perjanjiannya.
- Contoh dari kasus atau kalau kita qiyaskan adalah pada masalah tidak diperbolehkan menjual buah yang belum layak panen, karena mengandung gharar di dalamnya, namun jika dijual bersama pohonnya dibolehkan. Sama halnya dengan bunga bank, tidak boleh mengembalikan uang lebih dari jumlah utang, karena mengandung gharar, tetapi boleh mengembalikan utang sesuai dengan jumlah utangnya.
Gharar secara harfiah adalah resiko, sementara dalam istilah bisnis adalah menjalankan suatu usaha secara buta tanpa memiliki pengetahuan cukup, atau menjalankan suatu transaksi yang resikonya berlebihan, atau dalam kata lain, bahwa dalam setiap transaksi, akibat abai atau lalai dalam menetapkan point-point perjanjian penting yang berhubungan dengan pertimbangan atau ukuran objek, para pihak penanggung resiko yang sebenarnya tidak perlu terjadi pada mereka. Jenis resiko ini dianggap tidak bisa diterima dan sama dengan spekulasi karena sifatnya yang tidak pasti. Oleh karena itu, transaksi spekulatif yang seperti ini dilarang. alam kaidah yang lain, “Ketika telah diharamkan sesuatu, maka diharamkan segala jalan yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam tindakan tersebut”. 136Atau kaidah lain pula bisa diberlakukan yakni la darara wala dhirar. Dengan hadis ini para ahli fikih berkesimpulan dengan garis umum hukum: Segala perilaku yang berakibat merugikan menjadi haram.
- Analisis Sosiologi hukum Islam
Dalam teori sosiologi ada seorang yang bernama Ralf Dahrendorf. Dia meyakini bahwa masyarakat punya dua wajah, yakni konflik dan konsensus. Dan oleh karena itu teori sosiologi harus dipecah ke dalam dua bagian. Teori konflik dan teori konsensus. Para teoritisi konsensus harus mengkaji niai integrasi di dalam masyarakat, dan teoritisi konflik harus mengkaji konflik-konflik kepentingan dan paksaan yang menjaga kesatuan masyarakat di dalam menghadapi tekanan-tekanan itu. Hal ini sebagaimana yang dipesan oleh Rasulullah pada saat berhaji terakhir, menyerukan larangan riba dengan kata-kata, “setiap bentuk riba harus dilenyapkan, modal murnilah yang semestinya kalian miliki; maka kamu tidak akan dirugikan dan tidak akan merugikan. Allah secara total telah memberikan larangan terhadap riba. Saya pertama kali memerangi riba pada orang-orang yang meminjam kepada Abbas dan aku nyatakan bahwa itu batal”. Ia kemudian atas nama pamannya, Abbas, membatalkan semua riba secara total terhadap modal pokok dari para peminjamnya”. Peran teori sosiologi dalam pembaharuan dan pengembangan sosiologi hukum ekonomi syariah bisa kita lihat dalam tiga aspek. Pertama adalah bisa kita potret dalam kerangka hukum positif, nanti dilihat bagaiamana Undang-Undang serta aturan-aturan lain yang bermain disana. Yang kedua adalah aspek kaidah ushul fikih. Dalam kaidah ushul fikih semua aturan sangat jelas dan terperinci terutama pada kaidah-kaidahnya yang sangat lengkap. Terakhir yang ketiga adalah kita menggunakan teori sosiologi dalam memecahkan semua kasus di masyarakat. Kata kunci dalam memahami kasus bunga bank di atas adalah pada ‘illat hukumnya yakni gharar (resiko), dimana secara hukum Islam jika terdapat salah satu pihak yang bertransaksi ada yang durugikan maka disanalah sebenarnya permasalahan inti.
- PERAN TEORI SOSIOLOGI HUKUM ISLAM DALAM PEMBAHARUAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
Adapun mengenai pinjam-meminjam uang yang disertai dengan bunga dibenarkan menurut hukum, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1765 KUH Perdata, yang merumuskan "bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian. Sampai berapa besar "bunga yang diperjanjikan" tidak disebutkan, hanya dikatakan: asal tidak dilarang oleh undang-undang. Pembatasan bunga yang terlampau tinggi hanya dikenal dalam bentuk "Woekerordonantie 1938", yang dimuat dalam Staatblaad (Lembaran Negara) tahun 1938 No. 524, yang menetapkan, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari kedua belah pihak dari semula terdapat suatu ketidak seimbangan yang luar biasa, maka si berutang dapat meminta kepada Hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk membatalkan perjanjiannya. Bahkan dalam sistem Hukum Adat, penetapan besarnya bunga lebih liberal, artinya besarnya suku bunga pinjaman adalah sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan (Yurisprudensi Mahkamah Agung, tanggal 22 Juli 1972, No. 289 K/Sip/1972) Dalam kasus pinjam-meminjam uang dengan bunga 10% yang dewasa ini dilakukan oleh anggota masyarakat tertentu, yang terjadi sebenarnya bukan suatu tindak pidana, melainkan suatu Penyalahgunaan Keadaan ("Undue Influence” atau “misbruik van omstandigheden”) yang dikenal dalam hukum perdata. Penyalahgunaan keadaan dapat terjadi, bila seseorang menggerakaan hati orang lain melakukan suatu perbuatan hukum dengan menyalahgunakan keadaan yang sedang dihadap orang tersebut.134 Pihak kreditur dalam suatu perjanjian-peminjam uang dengan bunga yang tinggi telah memanfaatkan keadaan debitur yang berada posisi lemah di mana ia sangat membutuhkan uang untuk suatu keperluan yang sangat mendesak, sehingga terpaksa menyetujui bunga yang ditetapkan oleh kreditur.