[caption id="attachment_199761" align="aligncenter" width="620" caption="Statsiun Jakarta -Kota yang dulunya bernama Statsiun Batavia Benedenstad"][/caption]
Naik kereta api tut tut tut...siapa hendak turut...Itulah sepenggal dari lagu anak-anak yang menceritakan tentang angkutan kereta api yang pada saat mudik merupakan kendaraan yang paling banyak diminati oleh para pemudik untuk merayakan lebaran. Tidak peduli apakah dapat duduk dengan nyaman ataupun menggelar kertas koran di lantai kereta api. Bagi mereka yang utama adalah terangkut.
Berhubungan dengan sejarah kereta api di Jakarta, saya mencoba untuk menyelusurinya dengan menaiki kereta api dari statsiun Beos untuk bergabung dengan komunitas Sahabat Museum di Museum Bank Mandiri yang lokasinya persis di depan statsiun Beos. Tetapi karena jarang melintasi daerah ini akhirnya kehilangan orientasi sesaat ketika sampai di stasiun terakhir ini, Dan untuk mempersingkat waktu akhirnya menaiki ojek sepeda yang sebelumnya berputar-putar dengan menerobos masuk ke halaman Museum Fatahilah sampai akhirnya berhenti di Bank Indonesia Kota. Setelah celingak celinguk kesana kemari akhirnya bertanyalah kepada petugas keamanan Bank Indonesia Kota, lokasi Museum Bank Mandiri, yang ternyata bersebelahan dengan gedung Bank Indonesia Kota tersebut.
[caption id="attachment_199763" align="aligncenter" width="300" caption="Inilah Museum Bank Mandiri yang letaknya bersebelahan dengan bank Indonesia Kota"]
Segera setelah daftar ulang dan mendapatkan kartu pengenal dan peta jalan kaki Plesiran Tempoe Doeloe 11 Agustus 2012 “ Spoor-Linj NIS & BOS. Acara dimulai dengan pemutaran film dokumenter Sejarah Perkereta-apian di Indonesia dan Jakarta serta sejarah Statsiun Jakarta Kota (Beos) dan penjelsan singkat tentang perkeretaapian yang dipandu oleh Nara sumber dari Indonesian Railway Preservastion Society yaitu Mas Soni Gumilang dan Aditya Dwi Laksana.
[caption id="attachment_199765" align="aligncenter" width="300" caption="Inilah judul dari film dokumenter tentang kereta api di indonesia"]
Dari penjelasannya diperoleh informasi bahwa jalur kereta api pertama di Indonesia sudah mulai diperkanalkan pada masa penjajahan Hindia Belanda dengan menbangun jalur antara desa Kemijen di Semarang dengan Tanggung oleh perusahaan swasta NV. Nederlandch Indische Spoorweg Mij (NIS) pada 10 Agustus 1868 sepanjang 25 km dan berencana ajan melakukan ekspansi dengan membangun jalur kereta api di Batavia. Dan akhirnya NIS meresmikan jaringan rel pertama di Batavia pada tanggal 16 September 1871 yang menghubungkan antara Kleine Boom (Pelabuhan)- Koningsplein (Medan Merdeka ) sejauh 9 km.
Pada saat itu Batavia sudah mempunyai tiga perusahaan kereta api, yaitu :
1. Statsiun Batavia Noord /NIS,
2. Batavia Ooster Spoorweg Maatschapij (BOS ) dan
3. Batavia BOS / Zuid
Statsiun Batavia Noord
[caption id="attachment_199708" align="aligncenter" width="450" caption="Statsiun Batavia NIS (Ilustrasi diambil dari masoye mutiply.com)"]
Terletak di gedung Raad Van Justitie (sekarang Museum keramik) dilokasi yang saat ini merupakan lapangan parkir gedung Bank BNI 46.
Di saat yang sama Staatpoorwegen (SS) yang merupakan perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1877 menerima kontrak dari Departemen Pembangunan Kelautan untuk membangun jalur kereta api menuju pelabuhan baru Tanjung Priok . Jalur tersebut digunakan untuk mengangkut material selama proses pembangunan pelabuhan baru. Pada tahun 1885 SS mengambil alih pengelolaan jalur kereta api Batavia Noord karena jalur kereta Api Batavia Noord pada sat itu minus penumpang, sehingga pelabuhan baru itu terhubung dengan Batavia lewat jalur kereta api
Batavia Ooster Spoorweg Maatschapij (BOS )
Dibuka pada tahun 1887 dan menghubungkan Batavia dengan Bekasi, melewati sisi timur kota yaitu Kemajoran, Pasar Senen dan Meester Cornelis, Akan tetapi karena minimnya dana dan nyaris mengalami kebangkrutan serta pembanguan jalur rel belum selesaia maka pada tahun 1917 lintasan tersebut diserahkan oleh batavia Ooster Spoorweg ke perusahaan negara Hindia Belanda Staatpoorwegen (SS) bersamaan dengan Batavia Noord /NIS menjual lintasan Batavia Noord - Bogor ke SS juga. sehingga akhirnya semua lintasan kereta api di Batavia dikuasai oleh SS dan inilah cikal bakal dari PT KAI
Statsiun Batavia BOS / Zuid 1909 – 1923
[caption id="attachment_199710" align="aligncenter" width="398" caption="Statsion Batavia BOS (Ilustrasi diambi dari semboyan35.com)"]
Statsiun ini letaknya hanya 200 m dari statsiun NIS dan kondang di sebut dengan sebutan Beos yang ada saat itu penduduk selalu menyebut perusahaan pada saat akan menaiki kereta api, dan disinilah terjadi salah pengucapan kata BOS menjadi B(e)-OS.
Stasiun BOS ini merupakan stasiun antara stasiun antar pulau dengan bangunan kayu, yang kemudian diperbesar, dengan emplasemen barang-barang di dekatnya. Letaknya berhadapan dengan gedung Javasche Bank yang dibangun pada tahun 1909. Pada tahun 1913 stasiun ini ini berganti nama menjadi Batavia Zuid. Dan apada akhirnya statsiun ini harus dihancurkan pada tahun 1923 pada saat akan dibangunnya stasiun utama kota batavia yang telah lama direncanakan yaitu Statsiun Batavia Benedenstad .
Statsiun Batavia Benedenstad
[caption id="attachment_199704" align="aligncenter" width="400" caption="Statsiun Batavia Benedenstaad (ilustrasi diambil dari situs-betawi.blogspot.com)"]
Pada saat itu Batavia yang merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda belum mempunyai Statsiun utama Batavia Kota sehingga akhirnya dibuatlah Statsiun Batavia Benedenstad yang sekarang ini kita sering menyebutnya Statsiun Jakarta Kota yang pembangunannya di mulai pada tahun 1923 dan selama masa pembangunan akhirnya Statsiun Batavia Noord (Pasar Ikan) yang telah diambil alih oleh SS menjadi statisun pusat Batavia dan akhirnya setelah statsiun Batavia Benedenstad diresmikan pada tahun 1928, semua pusat maskapai perkeretaapian dipusatkan menjadi satu di statsiun Batavia Benedenstad ini.
[caption id="attachment_199703" align="aligncenter" width="312" caption="Lokasi tempat 3 Statsiun di Batavia (Ilustrasi diambil dari semboyan35.com)"]
Acara dilanjutkan dengan napak tilas dengan berjalan kaki menelusuri jejak bekas Batavia Noord dengan berjalan kaki ke belakang gedung BNI 46, ke halaman belakang Museum Sejarah Jakarta sampai ke kantor Pajak. Walaupun bekas rel sudah banyak yang hilang karena dijadikan pemukiman padata tetapi masih ada beberapa yang terlihat. Ini bisa kita jumpai pada jalur kereta api yang dijadikan pondasi untuk jembatan orang dan ada beberapa bagian jalan pemukiman penduduk yang terkelupas sehingga sisa kayu penyangga rel kereta api terlihat . Dan dilanjutkan ke belakang Statsiun Jakarta Kota dengan menyusuri koridor jakarta Kota, lalu masuk ke terowongan Halte Busway dimana lokasi bekas Statsiun Bos serta tugu jam buatan Ir F.J.L Ghijsels yang membuat statsiun Benedenstaad atau yang lebih dikenal dengan nama Statsiun Jakarta-Kota.
[caption id="attachment_199749" align="aligncenter" width="300" caption="aspal yang terkelupas sehingga Kayu dolken penyangga rel kereta api terlihat"]
[caption id="attachment_199768" align="aligncenter" width="300" caption="Tugu jam pada Statsiun Batavia BOS / Zuid"]
[caption id="attachment_199779" align="aligncenter" width="300" caption="Ir. F.J. Ghijsels "]
Acara diakhiri dengan kembali ke Museum Bank Mandiri untu buka puasa bersama dengan menyantap takjil kolak pisang ubi dan nangka serta nasi ulam yang lezat.
[caption id="attachment_199748" align="aligncenter" width="300" caption="Menu Buka Puasa Nasi Ulam"]
Akh... sungguh perjalanan sembari ngabuburit yang menambah wawasan akan sejarah perkereta-apian di Jakarta.
[caption id="attachment_199774" align="aligncenter" width="300" caption="Foto bersama komuniutas Sahabat Museum"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H