Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar "Satu Nyawa TKI" Sama dengan "Kedaulatan RI"

22 Maret 2018   20:47 Diperbarui: 23 Maret 2018   08:42 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari praktek demikian pertanyaan umum akan mengemuka, lantas apa yang salah dari sistem yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun tersebut.

Menakar ulang "rasa-prihatin dan kepedulian" kita.

Pertanyaan demi pertanyaan diatas sudah terlalu  lama tercecer dan mengeram hingga menyesakkan dada kita. Bahkan problem kemanusian yang mendera bangsa ini sudah sekian lama "dipeti-eskan".  Sehingga berjibun dan segudang problem yang menimpa warga bangsa kita hanya berhenti dimeja "perdebatan dan perselisihan" pendapat tanpa adanya moratorium yang berarti.

Sebenarnya para founding fathers kita disaat bercita-cita ingin mendirikan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat lebih digerakkan oleh semangat dan spirit kemanusian yang tinggi dan meluap-luap. Selain berfikir dengan nalar filosofis umumnya kaidah sebuah negara-bangsa berdiri, sejatinya mereka tidak hanya  digerakkan oleh supra-nalar dan logika yang berkembang tentang konsep nation-state. Namun lebih mulia dari itu.  Gamblang dan terang benderang kita ingat seperti dalam pembukaan UUD 1945 yang secara tersirat menyebutkan bahwa "kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

Jelas dan tegas tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kata-kata Kemerdekaan,kemanusiaan dan keadilan menjadi tonggak tiang penyangga yang dijadikan perisai dan pondasi bagi berlangsungnya kehidupan. Sehingga diatas segala-galanya sebuah negara terbentuk harus dilandasi tiga nilai-nilai utama ini.

Saatnya keluarkan "opsi untuk menarik kembali TKI dari Arab Saudi."

Benar juga apa yang dikatakan oleh Muhaimin iskandar ( Mantan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi) yang dapat penulis simpulkan bahwa apapun cara pembelaan dan upaya pendampingan TKI di Arab Saudi akan terbentur  dan menabrak tembok yang sulit untuk dijebol. Hal ini terkait dengan konstitusi, aturan dasar sebuah negara yang mereka terapkan di sana  sangat jauh berbeda dengan Undang-Undang dasar serta perdaban dan kultur yang kita jalani. Ada prinsip-prinsip nilai kadaban dn kemanusian yang tidak mungkin dikompromian antara kita dan mereka.

Dengan dasar ini dan beranjak dari tragedi demi tragedi yang terus berjalan dengan tidak adanya kepastian maka sudah saatnya Pemerintah untuk  meninjau ulang kebijakannya  terkait dengan Ketenagakerjaan TKI kita yang ada diluar negeri. Sikap ini  akan berlaku juga terhadap pelaksaana teknis terkait dengan sistem pelembagaan ketenagakerjaan yang cenderung menjadi bisnis memilukan karena mengais keuntungan dengan memanfaatkan keringat dan derita sesama saudara kita  sendiri.

Dengan mengaca dari kasus-demi kasus yang terus menimpa  TKI baik itu berbentuk penipuan dan  penelantaran yang berakibat kerugiaan materi dan immaterial maka sudah saatnya Pemerintah untuk merombak kebijakannya secara total.

Diantara kebijakan tersebut adalah Pertama adanya upaya untuk segera mengambil alih seluruh kegiatan teknis pemberangkatan Ketenagakerjaan Luar negeri yang dikelola oleh pihak swasta.  Pengambil alihan ini didasarkan pada pemahaman tentang "skill and professionalitas" yang sangat minim bahkan cenderung dipaksakan guna memburu quota dan rupiah.

Keduasegera menutup akses penyaluran TKI ke negara tujuan Aab Saudi sekaligus menarik seluruh TKI yang ada disana.  Pertimbanganya adalah  lebih dikarenakan ketidakjelasan kapastian hukum terkait dengan kasus pembunuhan dan pemerkosaan oleh para majikan yang terus berlangsung tanpa sepengetahuan pihak Indosensia. Hal ini lebih didasarkan karena absenya Notifikasi yang menjadi kunci untuk menindak lanjuti setiap kasus yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun