Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harga Beras Adalah"Harga Diri" Bangsa (Sebuah Perangkap Politik "Berbahaya" bagi Jokowi)

17 Maret 2018   11:29 Diperbarui: 17 Maret 2018   11:37 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SUMBER GAMBAR: monitorriau.com

Isu tentang kedaulatan pangan sampai hari ini tetap manjadi judul yang seksis disetiap disetiap moment-moment strategis. Lebih lebih sekarang sudah memasuki tahun politik, issu tentang pangan kususnya beras menjadi judul politik yang menggairahkan sekaligus juga membikin gerah. Bagaimana tidak, ibarat "senjata", issu perberasan adalah sebuah piranti utama  yang tidak bertuan. Ia akan selalu berpindah tangan sesuai kuasa-kepentingan yang akan memainkannya.

Beras dan politik perberasan sudah terlanjur menjadi rumus pokok jika diletakkan dari beragam sudut pandang. Di mata penguasa, beras adalah sebagai barometer wujud dan wajah perekonomian pada sebuah rezim Pemerintahan. Rapor baik dan buruk pemerintah akan ditengok dan dirasakan oleh rakyat dari sistem kelola politik perberasan ditingkat nasional.

Sebaliknya dari sudut pandang blok politik yang tidak sehaluan dengan Pemerintah, beras akan menjadi judul menarik sekaligus amunisi untuk menghantam kebijakan negara yang dianggap gagal. Bahkan realitas beras akan dengan mudah dsulap menjadi "bubuk mesiu" yang bisa diledakan tepat kejantung sasarannya. Karena sudah terbukti banyak rezim kekuasaan manapun akan limbung begitu saja ketika kebijakan perberasanya tidak mampu  dikendalikan kaitan harga dasar dan rasio quotanya.

Memasuki tahun politik 2019 ini kebetulan  harga beras terus merangka naik. Bahkan untuk awal tahun ini harga beras dipasaran sudah menembus angka 13.000 harga eceran yang diterima oleh konsumen rumah tangga pemakai. Karena bagaimanapun angka yang melekat pada  beras adalah menjadi angka yang paling  sensitif.  Harga ini betul-betul diluar dugaan sebelumnya. Karena untuk tahun kemarin memasuki lebaran 2017 harga beras boleh dibilang sangat stabil dan mantap.

Tingkat kegusaran pemerintah ini semkain nampak jelas ketika Wapres Jusuf Kalla sempat mengatakan dalam rapat kabinetnya

Bahwa Indonesia sudah saatnya mengambil kebijakan import beras. Kebutuhan import yang dicananangkan pada kisaran  500.000 ton. Kebijakan ini dirasa mendesak karena   ambang batas yang ditentukan adalah sekitar 2-3 juta ton sebagai stok cadangan pertahunya  

Indikator lain yang cukup terang benderang digunakan sebagai rujukan adalah transaksi yang terjadi di PIBC (Pasar Induk Beras Cipinang) sudah menabrak portal HET yang telah ditetapkan  dari pemerintah yaitu dengan patokan harga 9.450/kg.

Berankat dari fluktuasi beras tersebut akhirnya memicu  banyak pihak mulai pengamat dan para jajaran kebinet urusan perekonomian berebut naik panggung untuk bersilat lidah mengamankan diri dan mengamanan situasi. Tengok saja apa yang diungkap oleh Menteri Pertanian sendiri yang sempat mengatakan bahwa untuk tahun ini ketersediaan beras masih dibilang normal. 

Bahkan Pak Menteri juga mengatakan untuk panen raya ini bisa dibilang melimpah. Tapi apa lacur, pergerakan harga sudah terlanjur tidak terbendung. Respon publik, kususnya mayoritas ekonomi lemah dan dibawah garis kesejahteraan sudah terlanjur pesimis dan apatis.

Problem "laten" Negeri yang disarang penyamun

Setiap pergantian rezim, banyak orang akan bertanya mengapa problem perberasan ditandai dengan kelangkaan beras dipasaran. Perasaan galau ini  selalu muncul dan menghantui masa depan kelangsungan hidup warga miskin di Indonesia.

Kelangkaan bahan pokok ini biasanya disikapi dengan oleh Pemerintah denga dua langkah yang selalu dijadikan solusi andalan dari setiap kali muncul gejolak beras . Sebut saja dua jurus tersebut adalah Operasi pasar dan penggelontoran beras subsidi atau yang terkenal dengan raskin.

Namun kenyataanya dua pola pendekatan krisis ini ibarat  sebatas peredam obat sakit kepala saja. Sehingga ketika di diagnosis yang muncul hanyalah sakit flu dan demam biasa. Padahal pusing yang diderita oleh pasien adalah sebuah gejala luar yang terdeteksi dari penyakit akut yang bersifat kronis karena sudah masuk kategori "komplikasi.

Seperti yang kita ketahui dua program andalan pemerintah tersebut seperti langkah kucing-kucingan saja.  Bagaimana tidak, karena sejak dulu antara pemerintah dan para mafia beras selalu saling berebut dan berkompetesi dalam memainkan barang yang menjadi hajat hidup orang banyak ini. Namun pada endingnya kelompok mafialah yang menjadi pemenang dan sekligus operator dari fluktuasi harga dan kelangkaan beras ditanah air.

 Sudah menjadi rahasia umum bahwa Sejak zaman pak Harto sampai kini, komoditi beras  selalu menjadi masalah besar karena disektor ini  banyak bersemayam  mafia beras dan para pemburu rente kelas kakap. Bisnis berskala raksasa ini selalu  melibatkan para kartel kelas kakap dengan dana trilyunan rupiah. Para  mafia perberasan biasanya "mendikte harga" beras di pasar lokal melalui mekanisme impor beras yang terselubung .

Gampang saja menebaknya karena disaat China, Vietnam, India, atau Thailand surplus produksi beras, maka harga beras dunia pasti akan jatuh. Harga beras Vietnam terkadang tak sampai dari setengah harga beras lokal, dan ini bisnis yang sangat menggiurkan untuk bermimppi sebagai milyader!

Penilaian diatas akan selaras dengan temuan yang seringkali diungkap oleh Rizal Romli. Dia  menjelaskan, ada beberapa tindakan jahat yang ada dibalik kebijakan yang tidak pro petani tersebut. salah satunya adalah adanya komisi yang besar untuk pejabat yang melakukan impor beras.

"Dalam sejarah politik Indonesia, uang paling mudah itu dari impor komoditi. Jadi kalau mau main ya main di gula, beras, kedelai, daging. Duitnya gampang buat dicolong," kata mantan kepala Bulog itu.(Kantor berita politik.RMCOL.coSELASA, 16 JANUARI 2018 , 16:44:00 WIB |,)

Apa yang diungkap oleh Begawan ekonomi tersebut adalah sebuah warning yang sangat keras buat pemerintah. Karena praktek pat-gulipat yang dilakukan oleh oknum dalam pemerintah di balik kebijakan impor beras adalah sebgaian dari upaya mencari keuntungan sesaat dalam rangka dijadikan ATM untuk pendanaan politik. Dan lagi-lagi yang menjadi korban adalah mayoritas rakyat jelata.

Mengembalikan kedaulatan politik pangan.

Sajian tentang Pagelaran politik kedaulatan pangan akan berakhir mengenaskan. Karena jika dikaji lebih mendalam tentang basis mendasr pperekonomian rakyat akan bernjak dari tolok ukur kesiapan dan akan ketahanan pangan secara menyeluruh. Dan pembahasan tentang kedaulatan pangan akan berbanding lurus dengan rasio produksi beras dan puataran distribusi beras mulai dari hulu kehilir.

Jika dibedah anatomi relasi-kuasa politik beras akan bertumpu pada tiga kekuatan utama...Pemerintah, pengusaha beras dan para petani sebagai sapi perahan.

Sedari dulu jaring kuasa politik perberasan akan dipegang oleh para mafia beras. Kalau dibongkar pemain utamanya ya itu-itu saja. Tapi anehnya Pemerintah bersama jajarannya tetap saja tidak berdaya menghadapi gurita bisnis raksasa yang terlanjur berurat --berakar sampai pada tingkat bawah. 

Boleh dibilang jaringan sindikat bisnis mereka suda h kadung terlanjur sagat kuat dan menjalar kemana-mana. Bahkan untuk jalur ekspor impor sudah mereka kuasai. Kalu misal mau transaksi hanya tinggal klik saja.

Seharusnya pada saat inilah pemerintah didalam kepemimpinan Jokowi untuk segera meredefenisi kembali tetang konsep "kedaulatan pangan". Karena ini sebagai upaya serius bentuk gerakan ekonomi populis untuk mewujudkan hak dan daulat petani sebagai pemegang kedaulatan pangan yang sesungguhnya. 

Rumusan kedaualatan pangan mensyaratkan keberpihakan dari peran dan posisi Pemerintah untuk merombak paradigma lama yang melihat petani tidak hanya sebagai obyek dari paketan program yang sudah tinggal pakai. Namun petani harus dilhat secra totalitas sebagai kekuatan luar biasa yang harus disatukan tekad dan visinya dalam kerangka kesatuan organik dan menyeluruh.

Petani harus dorong untuk secara bersama-sama membentuk satu kekuatan blok politik rakyat sekaligus  soko guru utama dari sistem bergeraknya perekonomian Nasional.

Konsep kedaulatan pangan tidak bisa dirancang sebagai program karitatif dan mombastis. Karena model bantuan seperti halnya raskin dan BLT (bantuan Langsung Tuna) berdampak melangengkan mentalitas "pengemis" dan "peminta-minta" dalam sekala massif. Pola ini secara tidak langsung menghancurkan karakter dan sikap hidup petani. Jika praktek "model bantuan" terus berlanjut  maka pada  gilirannya hanya menciptakan jutaan kaum tani sebagai "buruh abadi" ditanah air sendiri.

Ada beberapa prasyarat utama untuk memujudkan cita-cita 'kedaulatan pangan" yang sesungguhnya. PertamaPemerintah harus melakukan prakondisi awal yang bertujuan untuk menggeser mindset dan cara pandang petani dari sekedar bertahan hidup dengan segala keterpaksaanya. 

Trend dan tuntutan zaman dengan diberlakukannya sistem "pertanian  organik" harus menjadi sebuh keniscayaan bagi hidup dan penghidupan petani. Karena kemandirian harus berawal dari cara pandang dan sistem berfikir mandiri untuk segera melepaskan ketergantungan produk input barang pabrikan.  Perombakan cara berfikir ini juga harus bersamaan komitmen pemerintah sendiri untuk segera memberikan pendidikan petani dengan aplikasi program kemandirian.

Prakondisi ini juga  sebuah upaya pemetaan ulang seluruh resources basis --basis produksi pertanian di semua zona-zona produktif  yang harus disinergiskan antara kekuatan Geo-politik, Geo-ekonomi yang terintegrasi dengan kekuatan kultur lokal.

Kedua, Pemerintah harus tegas untuk membatasi dan memberikan garis portal kepada pengusaha besar untuk tidak masuk dan memainkan bisnis disektor pangan kususnya polowijo, karena bisnis di zona pangan rentan dimainkan dengan nalar monopoli. Sudah saatnya Pemerintah mengambol kebijakan yang tidak populer dengan mengambil alih secara total kartel bisnis beras yang dikuasai sepenuhnya oleh para mafia beras.

Ketiga membentuk perombakan infrastruktur pertanian dari hulu ke hilir. Mulai produksi pasca Produksi harus dikelola secara kolektif dengan kawalan Pemerintah. Caranya adalah eksistensi koperasi harus dibenahi dan ditata ulang dari tingkkat basis desa sabagai satu pintu managamen keluar-massuknya barang sekaligus penyeragaman harga dasar yang berpihak pada petani. 

Orientasi dan visi program yang terbangun harus berbasiskan kemandirian "saprodi" pertanian (bibit,pupuk dan tekhnologi) yang di dampingi oleh pemerintah bersama dengan jaringan kekuatan organisassi petani independen diseluruh indonesia.

Kempatmengoptimalkan seper visi dan managemen petani dengan menciptakan pasar induk yang terbuka  dengan harga yang masih dikawal oleh pihak pemerintah satu atap dan satu pintu. Jadi dalam hal ini Petani juga dihitung otoritasnya untuk menentukan harga sebelum dilepas kepasaran.  

Kelima, Penggalaan produksi pangan non polowijo (langkah diversifikasi tanaman padi).Sedari dulu Pemerintah sudah menghimbau kepada warganya untuk menggunakan basis pangan selain beras. Hal kedepan akan menjadi issu strategis karena mengingat "pangan" akan tetap menjadi prioriitas utama jika kembali pada pokok basis pertahanan sebuah bangsa.

Saya kira lima pokok prasyarat ini akan menjadi urgen dan mendesak diupayakan ketika sebuah pemerintah bersama rakyatnya akan mengembalikan kedaulatan sebuah negara-bangsa yang sesungguhnya.

Magelang, 17-3-2018  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun