Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meneladani si Mbok sebagai sumber inspirasi & energi tiada henti.

4 Januari 2018   17:16 Diperbarui: 13 Agustus 2018   05:08 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap dan kepribadian yang selalu mengutamakan kekeluargaan (nduluri;bahasa djawanya) yang melekat disetiap tindak tanduk dan perkataannya tersebut yang menjadikan dirinya sering disambangi oleh sekian kalangan.

Yang membuat saya heran sampai sekarang,  teman-teman sekolah bahkan kuliah saya yang sempat dolan kerumah, hampir semuanya terkesan dengan perangai beliau. Itupun juga dialami oleh teman dari adik-adik  juga kakak saya mempunyai kesan yang sama terhadap simbok. Terkdang salah satu diantara mereka juga sempat menanyakan kabar dan kesehatannya beliau.

Konsep rumah tanpa sekat dan batas privasi ini betul-betul dipraktekkan  cukup lama. Dan saya lihat model hubungan guyub-patembayat nirsekat individu inilah yang begitu kental menjadi tradisi turun temurun sampai pada generasi si Mbok. Satu keharmonisan melampaui dari sekedar konsep rumah tangga "harmonis" zaman now. 

Itulah satu kelebihan beliau yang membuat saya iri sampai sekarang.

Ketulusan memadati hati setiap yang mengenalnya.

Tidak hanya berhenti disitu, sampai sekarang kesan mendalam yang tertoreh pada orang-orang kampung masih betul-betul membekas. Rata-rata semua orang dari kerabat dekat beliau mempunyai kesan dan kenangan yang tersendiri dengan si mbok. 

"Mbokmu kuwi ra tau pisah seko luweng. Sopo wae sing teko dijak wedangan". Begitu ujar salah satu karibnya si mbok mengenang. Sanepan (ibarat) dari seseorang yang tidak pernah mrenggangkan tali persaudaraan dan silaturrohmi pada siapapun tanpa pandang bulu.

Faktualnya memang sebuah tungku dapur yang dipakai tersebut tidak pernah padam. Api dalam tungku itu nyaris sebagai "pepesan hidup" yang terus menyala dan hangat serta ceria pada siapapun. Itulah yang membuat heran orang disekitar kampung. 

Anehnya beberapa orang yang berkepentingan dengan si Mbok, lebih terasa nyaman dan hangat ketika ngobrol disekitar tungku tersebut. Sehingga fungsi rumah layaknya tempat untuk menghormati para tamu, harus bergeser tempat kepojok dapur.

Kesadaran saya muncul dari ungkapan jujur beberapa orang sohib beliau yang terus mengenangnya. Terlapas dari yang saya tahu ternyata banyak orang menilai lebih dari yang saya pahami.

Saya masih ingat pada pesan pesan beliau yang seringkali dikatakan disaat makan bersama keluarga." Ojo bosen-bosen ngopeni anak yatim" (Jangan pernah merasa capek dan bosan untuk memelihara anak-anak yatim). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun