Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Macet! Perlukah "Referendum" Warga Kota, untuk Menyelamatkan Jakarta?

9 November 2017   21:01 Diperbarui: 14 November 2017   16:16 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringnya pembicaraan terkait dengan Ibu Kota Jakarta pasti akan lekat dibenak publik terkait dengan masalah  kemacetan, banjir, polusi kronis sampai pada persoalan rumah kumuh serta penggusuran. Idealnya, Ibu Kota sebuah negara sebesar Indonesia  seharusnya menjadi centrum kota peradaban yang begitu indah bak surga  yang menjanjikan bagi peradaban modern. 

Sekaligus juga menjadi rujukan kota modern bagi kota-kota yang lain di Nusantara. Mengingat disanalah orang --orang penting Negeri ini bertengger dan bersemayam. Mulai Sang Presiden, para Menteri, tokoh publik, tokoh kaliber Nasional dan Internasional bahkan para artis kebanggan juga berada disana.  Namun yang terjadi adalah sebaliknya impian tersebut langsung sirna berubah menjadi siksaan yang mendera. Walhasil ketika menapaki ruas jalan di Ibu Kota, orang hanya disuguhi pemandangan kemacetan diiringi dengan polusi asap raksasa yang menyesaki ruang publik perkotaaan.

Memang benar menyelesaikan problem kemacetan lalu lintas di Jakarta adalah persoalan yang rumit dan maha dahsyat sulitnya. Tapi bukan berarti tidak ada solusi untuk jangka panjangnya. Menurut hemat penulis, dari sekian para pemerhati sampai pada tingkat pelaku kebijakan pemerintah di Jakarta terkait dengan masalah kemacetan, hampir semuanya terjebak pada cara pandang  keputusan yang tambal sulam tidak menyeluruh.

Sebut saja solusi heboh yang sampai hari ini masih dipandang krusial dan mendilema seperti dimunculkannya TransJakarta, pengadaan busway dan penambahan proyek Jalan layang yang terus dikebut hingga sekarang. Usulan penaikan pajak Mobil-mobil pribadi hingga kepemilikan mobil mewah sampai pada  tingginya tarif parkir bagi kendaraan non angkutan umum. 

Terakhir yang masih terdengat santer dan hangat adalah pembangunan transportasi alternatif MRT (Mass Rappit Transit)  yang digadang-gadang akan menjadi solusi terbaik bagi transportasi umum masa depan. Sederet usulan program yang sudah purna garap ataupun yang sedang berjalan masih terkesan  menambah daftar persoalan yang kian panjang. Sebut saja seperti proyek fly over hanya menjadi blunder bagi pihak-pihak lain yang tidak semua lapisan masyarakat bisa mengakses program  tersebut. Padahal semua program diatas masuk kategori Mega proyek menyedot dana anggaran sekaligus merogoh sangat dalam dana hutang yang terus menumpuk tanpa dapat berhitung kapan melunasinya.

Puncak Arogansi yang Paradok

Bisa digambarkan pada jam yang sama menit yang sama bahkan pada detik  yang sama pula di Jakarta terjadi banjir besar amarah. Jutaan orang tumpah ruah diruang publik menghujat dan mengumpat terhadap kemacetan. Sebuah tontotan yang aneh dan paradok, disaat semua orang merayakan era digital ditandai dengan canggihnya alat-alat komunikasi dan transportasi yang super cepat, sedang dilanda wabah macet yang berdampak serba lemot, serba buntu dan serba mandek dan terkesan jalan ditempat. 

Pertanyaan yang cukup rumit untuk menjawabnya adalah mengapa perilaku kebodohan seperti itu terus dan terus dilakukan berulang-ulang dalam tempo waktu yang hampir dibilang seusia Republik ini berdiri. Bukankah yang terjebak dalam dilema kemacetan tersebut didominasi oleh mobil-mobil pribadi yang notabene  juga kalangan menengah keatas. Bahkan mereka termasuk kelas  terdidik dan pintar diatas rata-rata warga Jakarta lainnya. Lantas mereka mau menghujat, mengumpat dan menyalahkan siapa kalau bukan membodohkan diri-sendiri.


Usulan diadakanya "HARI MACET NASIONAL".  

Macetnya Jakarta sama halnya dengan macetnya solusi dan cara berfikir Pemerintah dan masyarakatnya. Terkait dengan problem kemacetan Jakarta, sudah saatnya warga Kota terutama yang terkena dampak langsung ataupun warga kota-kota lain yang terkenal dengan istilah si JABOTABEK untuk menyerukan diadakannya "hari Macet Nasional". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun