Mohon tunggu...
Muhammad RakyanGalih
Muhammad RakyanGalih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki tinggi sekita 170an, senang berjalan-jalan dan berkenalan denganmu

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengenal Perniagaan Beserta Asas-Asasnya Dalam Pandangan Sosiologi Hukum Islam

11 Desember 2024   20:41 Diperbarui: 17 Desember 2024   07:54 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Jual-Beli, Sumber Gambar: https://www.canva.com/design/DAGY6EPYBKs/Cws_i1MCFran8V6bXFZdLQ/edit

Perniagaan atau jual beli saat ini terus mengalami perkembangan dan menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Perdagangan atau jual beli adalah suatu kegiatan pertukaran benda dengan benda lainnya dengan saling merelakan melalui cara yang diperbolehkan oleh adat dan hukum yang berlaku di suatu negara. Saat ini perniagaan bukan lagi dilakukan dengan saling menukar barang tetapi lebih menggunakan uang.

Perniagaan atau jual-beli yang dilakukan masyarakat dalam pelaksanaannya sangatlah membutuhkan hukum untuk menciptakan ketertiban umum dan menghindari suatu konflik yang terjadi akibat perniagaan di dalam masyarakat. Hubungan antara hukum Islam dengan fenomena sosial bisa dilihat dari penerapan hukum Islam yang dilakukan masyarakat dan pengaruhnya terhadap perubahan masyarakat.

Dalam perniagaan biasanya tercipta sebuah perjanjian antara seseorang dengan orang lain atau pembeli dengan penjual. Perjanjian yang terjadi di dalam perniagaan haruslah terdapat sikap saling merelakan diantara kedua belah pihak, sebelum terjadinya akad. Merelakan di sini dapat di artikan bahwa antara pihak penjual dan pihak pembeli sama-sama ikhlas dalam transaksi yang dilakukan.

Pengertian Perniagaan Dalam Islam

Istilah Perniagaan atau jual-beli dalam hukum Islam adalah al-bay (jual) dan asy-syifa (beli) yang memiliki makna pertukaran terhadap suatu barang guna mendapatkan barang lain yang bernilai sama. Menurut Islam, jual-beli adalah persetujuan atau kontrak yang dilakukan antara pihak penjual dan pihak pembeli untuk saling bertukar barang sehingga terjadi suatu proses serah terima yang sesuai hukum perdagangan.

Menurut para ulama hukum  Islam  dilihat  dari  substansinya  dikelompokkan menjadi dua  bagian  yaitu  ibadah  dan  muamalah. Jika dilihat dari pengertian yang lebih sempit,  hukum  ibadah adalah hubungan manusia dengan tuhan. Sedangkan muamalah merupakan  hukum  yang  berkaitan  dengan suatu perbuatan  manusia  terkait masalah-masalah dunia,  seperti  ekonomi,  politik,  sosial,  budaya  dan  lain-lain. Para ulama sepakat bahwasannya harus terdapat penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi muamalah.

perniagaan atau perdagangan adalah akad yang dibolehkan dalam Al-Qur’an, sunnah, dan ijma ulama, sehingga hukum bagi perniagaan atau perdagangan ini ialah mubah atau boleh. Setiap orang berhak atau boleh untuk melakukan perdagangan atau perniagaan tetapi harus sesuai dengan syarat-syarat dan prinsip yang berlaku.

Jual-beli yang terjadi saat ini dilakukan dengan barang yang ditukar atau dibayar dengan uang. Pada proses jual-beli ini nantinya akan terjadi perpindahan hak milik atas barang atau uang yang dimiliki sebelumnya. Artinnya pada saat ini ketika seseorang ingin membeli sebuah barang harus menyiapkan uang sejumlah harga barang yang akan dibelinya.

Kegiatan perniagaan atau perdagangan sudah ada sejak zaman Nabi Muhmmad SAW. Namun, pada masa itu kegiatan perniagaan atau perdagangan yang dilakukan terdapat sebuah kecurangan atau kebohongan. Kecurangan itu dilakukan antara lain dengan cara tidak jujur, menutupi barang yang rusak, menyembunyikan kecacatan barang yang dijual, mengurangi timbangan dan lainnya.

Allah SWT menurunkan surat yang berkaitan dengan perniagaan atau perdagangan secara umum. Mengenai perniagaan atau perdagangan dalam Islam terdapat di dalam surat An-Nisa ayat 29.

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." ( Qur’an Surat An-Nisa (4): 29).

Pada ayat di atas bahwasanya dijelaskan tentang perniagaan yang dilakukan harus berdasarkan suka sama suka diantara penjual dengan pembeli. Selain, itu terdapat larangan di dalamnya jangan saling memakan harta milik sesama manusia dengan cara yang batil (tidak benar) termasuk kecurangan, kelicikan dan penipuan dalam perniagaan atau perdagangan. Seorang muslim harus mengetahui mana perniagaan atau perdagangan yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan.

Perniagaan diperbolehkan untuk dilakukan asalkan sesuai dengan syarat dan tidak menyimpang atau berlawanan dari rukun yang ada. Maka, dengan begitu pertukaran barang atau jasa dilakukan sesuai dengan hakikatnya yang dapat memberikan manfaat yang dibenarkan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW. Pada pelaksanaan jual-beli harus sesuai dengan isi Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 29, yaitu suka sama suka diantara kamu (penjual dan pembeli).

Gambar Ijab Kabul, Sumber Gambar: https://www.canva.com/design/DAGY9kUAj3Q/s9F86NQfIsENRArEbCOVtQ/edit
Gambar Ijab Kabul, Sumber Gambar: https://www.canva.com/design/DAGY9kUAj3Q/s9F86NQfIsENRArEbCOVtQ/edit

Akad Perniagaan

Nantinya dalam proses perniagaan atau perdagangan antara pihak pembeli dan pihak penjual akan adanya akad dalam jual-beli ketika keduanya sudah saling sepakat. Akad yang dimaksud ini berbentuk ijab dan kabul. Ijab kabul yang diucapkan haruslah dengan shighat yang jelas karena jika dalam pengucapannya tidak jelas jual-beli yang dilakukan tersebut tidak sah atau batal. 

Dalam ijab kabul berbentuk shighat, shighat yang diucapkan haruslah dapat dipahami dan dimengerti oleh para pihak yang melakukan jual-beli. Contoh: seorang penjual berkata “Saya jual sepatu ini kepada anda dengan harga Rp 250 ribu secara tunai.” Lalu seorang pembeli nanti akan berkata “Saya terima untuk membeli sepatu ini dengan harga tersebut tunai”.

Selain ijab kabul yang diucapkan atau dilakukan dengan bentuk shighat, terdapat juga akad yang berbentuk perbuatan (al-aqad bi al-mu’athah). Akad dalam bentuk perbuatan (al-aqad bi al-mu’athah) ini dilakukan dengan mengambil atau memberikan barang yang sudah diketahui harganya tanpa perkataan (ijab dan kabul). 

Seseorang nantinya akan langsung mengambil barang atau benda yang ingin dibeli dengan langsung memberikan uang untuk membayar sesuai harganya kepada penjual. Akad ini lebih dikenal dengan istilah ijab kabul mubadalah karena di dalamnya lebih mengutamakan pertukarannya.

Asas-Asas Perniagaan Dalam Sosiologi Hukum Islam

Di dalam melaksanakan perniagaan atau perdagangan, seseorang haruslah memperhatikan  asas-asas perniagaan. Terdapat asas-asas perniagaan dalam pandangan sosiologi hukum Islam terutama dalam jual-beli, yakni:

  • Kejujuran, dalam perniagaan kejujuran sangatlah penting guna memperoleh keberkahan. Setiap pihak baik penjual ataupun pembeli harus bersikap jujur dan tidak boleh terdapat kecurangan atau kelicikan.
  • Saling merelakan, perniagaan khususnya dalam jual-beli antara pembeli dan penjual harus saling merelakan barang atau benda yang dimiliki. Dalam hal ini saling merelakan dapat di artikan bahwa setiap pihak yang melakukan perniagaan sama-sama ikhlas dalam melepas dan mendapatkan barang yang diperjual-belikan.
  • Keterbukaan dalam hal transaksi, dalam hal ini para penjual haruslah memberikan informasi yang benar terhadap para pembeli terkait barang atau benda yang dijual, hal ini menjaga keberkahan dalam transaksi.
  • Manfaat dari barang yang diperjual belikan, setiap barang yang diperjual-belikan harus memiliki dan memberikan manfaat terutama bagi pembeli yang nantinya barang tersebut akan menjadi harta miliknya.
  • Bekerjasama dalam kehidupan ekonomi, bekerjasama merupakan aktivitas usaha yang dilakukan oleh beberapa orang guna mencapai tujuan bersama khususnya tentang kehidupan ekonomi.
  • Realistik dengan cara menghindarkan perniagaan yang spekulatif, selain kejujuran dalam perniagaan atau jual-beli antara penjual dan pembeli haruslah berpikir dengan penuh perhitungan agar tidak timbul dugaan-dugaan yang tidak benar (buruk).
  • Tolong menolong, memberikan waktu atau tempo pembayaran terhadap seseorang yang kurang mampu untuk membayar secara kontan. (Saebani, 2024:232)

Kesimpulan

Secara sosiologis dalam hukum Islam ditetapkan syarat-syarat yang bertujuan untuk menjaga hubungan sosial antara manusia dengan manusia lainnya dengan baik, mencegah terjadinya konflik dan perselisihan di dalam masyarakat karena melakukan perniagaan secara curang. Dalam perniagaan haruslah saling memberikan sebuah manfaat atas barang atau benda yang diperjual-belikan serta terjaganya tali silaturahmi yang baik antara penjual dan pembeli yang menciptakan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.  

Referensi

Beni Ahmad Saebani. (2024). SOSIOLOGI HUKUM ISLAM. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.

Bung Hijaj Sulthonuddin, Enceng Iip Syaripudin. (2023). "ASPEK SOSIOLOGIS DALAM HUKUM JUAL BELI".  Jurnal Hukum Ekonomi Syariah. Vol. 01. No. 02.

 https://www.megasyariah.co.id/id/artikel/edukasi-tips/pembiayaan/jual-beli-dalam-islam#:~:text=Mengenal%20Jual%20Beli%20dalam%20Islam,yang%20bergantung%20pada%20usaha%20sendiri

https://www.republika.id/posts/12601/asas-bisnis-menurut-islam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun