Trubus mengatakan, saat ini yang lebih dibutuhkan untuk membuat jera para koruptor adalah instrumen hukum yang dapat memiskinkan mereka. “Yang mendesak itu malah sebenarnya UU Perampasan Aset itu karena yang ditakuti koruptor itu mereka miskin. Dengan UU Perampasan Aset itu, kan, mereka dimiskinkan," kata Trubus.
Untuk itu, menurut Trubus, pemerintah dan DPR perlu segera mengesahkan UU Perampasan Aset bila memang ingin membuat jera para koruptor. “Karena korupsi sekarang ini mengarah ke korupsi kebijakan, sudah direncanakan dengan matang dan melibatkan banyak pihak," kata Trubus.
Feri Amsari menyatakan hal serupa. Ia menyebut pemiskinan lebih efektif untuk membuat para koruptor jera dibanding sekadar memindahkan lokasi penjara. “Problematika penjeraan bagi koruptor bukan di mana ditempatkan, tapi lebih efektif dengan memiskinkan para koruptor. Misalnya memastikan asset recovery terjadi bagi kejahatan korupsi. Menggunakan delik pencucian uang jika memang bagian dari TPPU," kata Feri.
Selain itu, Zaenur juga menambahkan, penjeraan terhadap para koruptor memerlukan ketegasan dari para aparat penegak hukum dalam menjatuhkan sanksi. “Penjeraan itu tentu terkait ketegasan. Bagaimana bisa jera kalau misalnya tuntutan terhadap para pelaku rendah, putusan rendah, banyak dapat fasilitas, dan lain-lain," kata Zaenur.
Karena itu, menurut Zaenur, alih-alih memindahkan para napi koruptor ke Nusa Kambangan, lebih baik penegak hukum memaksimalkan upaya untuk merampas aset hasil korupsi tersebut. “Yang harus dibenahi ya itu tadi, rampas asetnya semaksimal mungkin. Caranya ya setiap kali menuntut yang ada kerugian keuangan negaranya, menggunakan TPPU," kata Zaenur.
Zaenur menambahkan, pemindahan napi koruptor ke Nusa Kambangan juga tidak efektif untuk menghindarkan para napi dari praktik suap di lingkungan lapas. “Kalau alasannya untuk menghindari suap, sama saja, LP manapun rawan untuk dibeli dengan sejumlah uang, apalagi terpidana korupsi yang biasanya berasal dari latar belakang cukup berada secara ekonomi," ujarnya.
**Jangan lupa tinggalkan tanggapan kalian di kolom komentar ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H