Baru-baru ini KPK mewacanakan usulan pemindahan napi koruptor ke Nusa Kambangan. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menilai, hal tersebut dapat membuat orang lebih takut melakukan korupsi dan dapat menimbulkan efek jera. “Ini masih wacana. Harapannya kalau penjara bagi koruptor itu di Nusa Kambangan, itu lebih menakutkan dan menimbulkan efek jera,” kata Ghufron dalam keterangannya pada Selasa, 9 Mei 2023.
Ghufron menyebut, usulan tersebut bertolak dari hasil kajian yang dilakukan internal KPK. Ia mengatakan, bila narapidana korupsi ditahan di lembaga pemasyarakatan lain, maka kejahatannya dianggap masuk kategori kejahatan biasa. “Sehingga perlu dikuatkan untuk lebih menakutkan dan menimbulkan efek jera,” ujarnya.
Wacana pemindahan napi koruptor ke Nusa Kambangan ini sebenarnya bukan hal baru. Pada 2018, Wiranto yang saat itu masih menjabat sebagai Menkopolhukam menyarankan, agar narapidana korupsi ditempatkan di pulau terluar Indonesia. Menurut dia, suasana perkotaan tidak akan memberikan efek jera kepada koruptor. Hal itu disampaikan Wiranto saat menyinggung penangkapan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein oleh KPK terkait dugaan suap pemberian fasilitas istimewa untuk terpidana korupsi. “Ya masalah utama sebenarnya adalah lokasi. Harusnya lapas itu ada di pulau terluar dan terpencil, tapi jangan terpencil-terpencil amat ya,” kata Wiranto kala itu.
Pada 2019, KPK juga sempat mengusulkan hal serupa kepada Kemenkumham. Namun usulan tersebut ditolak Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Politikus PDIP itu menilai, napi korupsi bukan kategori napi yang ditempatkan di lapas high risk. “Saya mengatakan begini, di Nusa Kambangan itu kita menempatkan memang lapas-lapas yang high risk, lapas super-maximum security, napi koruptor bukan kategori high risk yang memerlukan super-maximum security," kata Yasonna, Selasa (18/6/2019).
Akan Menimbulkan Efek Jera?
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yogtakarta, Zaenur Rohman mengatakan, Lapas Nusa Kambangan bukan untuk koruptor, melainkan diperuntukkan bagi warga binaan yang berpotensi membahayakan warga binaan lainnya bila ditempatkan di lapas yang sama. “Apakah efektif? Nusa Kambangan itu, kan, maximum security ya. Tujuannya untuk memisahkan para pelaku tindak pidana kejahatan yang serius dari warga binaan lainnya, karena bisa membahayakan warga binaan lain maupun petugas," kata Zaenur.
Hal senada diungkap Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari. Ia menyebut memindahkan napi koruptor ke Nusa Kambangan hanya akan mempertebal gimmick dalam upaya pemberantasan korupsi. “Kalau membahas memindahkan koruptor ke Nusakambangan akan terlihat lebih banyak gimmick untuk memberikan kesan upaya pemberantasan korupsi itu angker, padahal senyatanya banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk memastikan pemberantasan korupsi itu maksimal," katanya.
Sementara itu, pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, pemindahan napi koruptor ke Nusa Kambangan justru berpotensi membuat para koruptor lebih leluasa karena tak terjangkau pengawasan publik yang intens. “Kalau memindahkan ke Nusa Kambangan itu selama aturannya masih seperti sekarang ini belum ada UU Perampasan Aset misalnya, asetnya tidak bisa dirampas, itu tetap aja nggak akan banyak efeknya. Malah mereka nanti di sana karena jauh dari pengawasan masyarakat, mereka bisa jalan ke mana-mana," kata Trubus.
Sedangkan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto menyebut, pemindahan napi koruptor ke Lapas Nusa Kambangan bukanlah sebuah solusi yang tepat untuk membuat jera para koruptor. “Jika konsep efek jera yang dituju, maka untuk jangka panjang, menempatkan napi koruptor di Nusa Kambangan, saya rasa bukanlah solusi permanennya," kata Didik dalam keterangannya, Jumat, 19 Mei 2023. Didik menilai, perlu langkah yang lebih progresif lagi untuk memberikan efek jera bagi para koruptor. Salah satunya melalui pembentukan instrumen UU Perampasan Aset.
Saat ini, RUU Perampasan Aset masih dalam pembahasan di DPR. “Memiskinkan koruptor melalui perampasan aset hasil tindak pidana dan memaksimalkan pemberantasan korupsi melalui instrumen hukum saat ini, saya yakin akan mampu menahan laju korupsi, dan mudah-mudahan akan menjadi efek jera," kata dia. Demikian pula jika ada temuan-temuan terkait dengan perlakukan khusus dan istimewa terhadap napi koruptor yang terjadi di lapas, kata Didik, maka pembenahannya ada pada manajemen lapas. Bukan dengan memindahkan napi koruptor ke lapas lainnya.
Koruptor Lebih Takut Dimiskinkan daripada Dipindah ke Nusa Kambangan
Trubus mengatakan, saat ini yang lebih dibutuhkan untuk membuat jera para koruptor adalah instrumen hukum yang dapat memiskinkan mereka. “Yang mendesak itu malah sebenarnya UU Perampasan Aset itu karena yang ditakuti koruptor itu mereka miskin. Dengan UU Perampasan Aset itu, kan, mereka dimiskinkan," kata Trubus.
Untuk itu, menurut Trubus, pemerintah dan DPR perlu segera mengesahkan UU Perampasan Aset bila memang ingin membuat jera para koruptor. “Karena korupsi sekarang ini mengarah ke korupsi kebijakan, sudah direncanakan dengan matang dan melibatkan banyak pihak," kata Trubus.
Feri Amsari menyatakan hal serupa. Ia menyebut pemiskinan lebih efektif untuk membuat para koruptor jera dibanding sekadar memindahkan lokasi penjara. “Problematika penjeraan bagi koruptor bukan di mana ditempatkan, tapi lebih efektif dengan memiskinkan para koruptor. Misalnya memastikan asset recovery terjadi bagi kejahatan korupsi. Menggunakan delik pencucian uang jika memang bagian dari TPPU," kata Feri.
Selain itu, Zaenur juga menambahkan, penjeraan terhadap para koruptor memerlukan ketegasan dari para aparat penegak hukum dalam menjatuhkan sanksi. “Penjeraan itu tentu terkait ketegasan. Bagaimana bisa jera kalau misalnya tuntutan terhadap para pelaku rendah, putusan rendah, banyak dapat fasilitas, dan lain-lain," kata Zaenur.
Karena itu, menurut Zaenur, alih-alih memindahkan para napi koruptor ke Nusa Kambangan, lebih baik penegak hukum memaksimalkan upaya untuk merampas aset hasil korupsi tersebut. “Yang harus dibenahi ya itu tadi, rampas asetnya semaksimal mungkin. Caranya ya setiap kali menuntut yang ada kerugian keuangan negaranya, menggunakan TPPU," kata Zaenur.
Zaenur menambahkan, pemindahan napi koruptor ke Nusa Kambangan juga tidak efektif untuk menghindarkan para napi dari praktik suap di lingkungan lapas. “Kalau alasannya untuk menghindari suap, sama saja, LP manapun rawan untuk dibeli dengan sejumlah uang, apalagi terpidana korupsi yang biasanya berasal dari latar belakang cukup berada secara ekonomi," ujarnya.
**Jangan lupa tinggalkan tanggapan kalian di kolom komentar ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H