Mohon tunggu...
Galeh Pramudianto
Galeh Pramudianto Mohon Tunggu... Guru - https://linktr.ee/galehpramudianto

Pengamat langit-langit kamar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

ASEAN Literary Festival 2014: Pojok Pengarang yang Benderang

19 April 2014   07:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13978404851205079511

Muhidin M. Dahlan dari Radio Buku, Benny Arnas dari Forum Lingkar Pena (FLP) Sumatra, Dicyki Senda dari Komunitas Sastra Dunia Sunyi (Dusun) Flobamora NTT dan Micel dari Kemudian.com saling bercerita tentang kisah pergerakan komunitas sastra dari awal berdiri hingga kini yang mengalami pasang dan surut.

Gusmuh (panggilan akrab Muhidin) bercerita tentang bagaimana ia mengarsipkan sebuah buku menjadi sebuah audio yang dapat di dengarkan. Bersama Indonesia Buku dan Warung Arsip, saling bekerja sama untuk menyelamatkan karya dan harta karun sastra Indonesia dengan mengarsipkannya. Ia juga menyesalkan mengapa kurangnya perhatian dari pemerintah dan ikatan-ikatan penerbit yang kurang membantu dalam hal mendokumentasikan sebuah buku, meskipun sudah terjadi dialog.

Sementara Dicky Senda dan Benny Arnas yang komunitasnya berasal dari daerah, menceritakan tentang dapur mereka masing-masing. “Disana kita semua belajar bersama, yang telah memiliki banyak ilmu saling berbagi kepada adik-adiknya tentang sastra. Kita membaca dan menulis, semuanya saling melengkapi demi kemajuan sastra du NTT” kata Dicky tentang Dusun Flobamora.

“Awalnya FLP di lubuk linggau terbentuk pada 2006 dan memiliki spirit untuk mencerahkan sesama” jelas Benny. Namun ia merasa sekarang FLP di Lubuk Linggau itu seperti Event Organizer, lebih sering mengadakan acara-acara daripada pelatihan menulis itu sendiri. Baginya FLP sekarang di Lubuk Linggau kalah dengan Linggau Writing Class dalam hal pelatihan kepenulisan kreatif. Benny merasa hal tersebut karena kurangnya kontrol sosial.

Berbeda dengan Kemudian.com. Kemudian.com terbentuk melalui forum di internet. Banyak penulis-penulis alumni Kemudian.com contohnya ada Bernard Batubara, Krishna Pabichara, dan Irwan Bajang. “Kemudian.com mengharapkan interaksi yang seimbang antara para penulis, dengan ini dibuat sistem penilaian agar interaksi saling memberi dan menerima berjalan dengan menyenangkan.” Ujar Micel. Tapi menurutnya Kemudian.com gaungnya tidak seperti pada tahun 2007 lalu yang begitu aktif saling mengkritik untuk kemajuan sebuah karya. “Kini Kemudian.com terlalu terlena oleh tulisan cinta-cintaan” bebernya ketika ditanya oleh pengunjung tentang aktivitas di Kemudian.com saat ini

Gusmuh menambahkan bahwa di setiap komunitas, anggotanya datang dan pergi itu hal yang biasa. “Ketika para penulis yang bisa dibilang telah suskes awalnya bergabung dengan komunitas, namun sekarang telah berjalan sendiri, hal itu mesti disikapi dengan bijak. Dengan upaya pengkaderan dan mencari penulis baru itu mungkin jadi solusinya” tutup Gusmuh.

Selain diskusi tentang pergerakan dan komunitas penulis, ada juga program lainnya yang tak kalah menariknya yaitu bedah buku. Untuk bedah buku ada buku Melangkah ke Dunia yang Luas karangan Jonannes Supriyono yang menjadi guru di papua dan menceritakan kisah murid-muridnya di Papua.

Kemudian ada Goodreads (Baca itu seru) bersama Windy Ariestanty yang membedah buku kumpulan cerpen Impian di Tepi Bakaro karya Everista Iriani Ayaan Dkk. Buku kumpulan cerpen pertama di Manokwari ini hasil dari lomba menulis cerpen dengan tema “Cinta di Manokwari” yang diselenggarakan oleh Komunitas Suka Membaca (KSM) Manokwari dengan Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Papua Barat. Di penghujung acara Writer’s Corner ada Lendabooks sebagai wadah untuk saling meminjamkan berbagai jenis buku.

Seluk beluk pengarang, penerbit, komunitas, bedah buku dan peminjaman buku adalah berbagai varian dari pojok pengarang dan memiliki masing-masing kisahnya tersendiri serta dapat memperkaya khasanah kita tentang sastra. (GP)

Sumber: http://bengkelsastra.net/blog/asean-literary-festival-2014-pojok-pengarang-yang-benderang/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun