Malam itu bulan bersinar terang bagai biasanya, namun entah kenapa bintang enggan menemaninya. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 malam. Seharusnya sekarang kami sedang makan malam bersama. Tapi sepertinya tidak untuk hari ini. Karena seisi rumah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Sedangkan aku hanya bisa duduk termenung menatap langit malam. Berharap hari esok akan lebih baik daripada hari ini. Aku menghembuskan nafas kasar lalu berjalan ke arah meja makan.
 "Tidak adakah yang mau makan malam?" tanyaku pada seisi rumah. Namun tak satupun yang menjawab kecuali satu orang, vara adikku.Â
" Kak, aku mau makan," ucapnya dengan tersenyum sambil menggembungkan pipinya. Aku pun ikut tersenyum ketika melihatnya tersenyum.
Setelah usai makan entah bagaimana vara malah ikut duduk di sebelahku menatap langit malam. Beberapa saat kemudian ketika aku lelah menatap langit aku memperhatikan sekelilingku. Dan tiba-tiba mataku terpaut sesuatu. Sesuatu yang berhasil mencuri perhatianku. Yaitu sebuah boneka beruang abu-abu.Â
Seingatku warna matanya adalah hitam pekat seperti warna langit di malam hari. Namun malam itu kenapa warna matanya adalah merah. Awalnya kupikir hanya halusinasi semata. Tetapi ketika aku melihat adikku yang menatap ngeri ke arah boneka tersebut sambil memanggil-manggil namaku. Disitu aku yakin kalau aku tidak salah lihat.
" Kak?" panggilnya lagi masih dengan mata yang sesekali melirik ke arah boneka beruang tersebut.
" Ya," sahutku cepat meskipun kepalaku tak menoleh.
" Kak, dia menatapku terus dengan mata merahnya," ujarnya seraya menunjuk ke arah tempat boneka tersebut berada. Kini aku menoleh kearah adikku, terlihat wajahnya sudah begitu pias. Lalu sedetik kemudian ia bersembunyi di balik punggungku sambil berkata dengan suara sedikit parau seakan orang yang ketakutan. " Kak, bukannya seharusnya boneka beruang itu ada di gudang."
Aku berpikir sejenak mencerna ucapan adikku. Lalu aku melihat ke arah gudang. Dan aku baru menyadari satu hal. " Benar, seharusnya boneka beruang tersebut berada di dalam gudang. Tapi kenapa sekarang malah berada di dapur.
Aku yang tau bahwa adikku ketakutan menyuruhnya masuk keruang tengah. Ia menurut dan segera mencari ibuku. Dan ibuku yang mengetahui itu malah mengatakan sesuatu yang tidak disangka-sangka. "Makanya tidak usah ditatap matanya jika kamu tatap maka ia akan menatapmu kembali seakan kamu mangsanya dengan mata merahnya itu".
**
Mentari mulai menyinari bumi, suara burung-burung berkicau terdengar dimana-mana pertanda hari sudah pagi. Bagai biasa rumahnya ramai dikala pagi hari. Semua orang sibuk bersiap untuk pergi. Mungkin kecuali ia. Sekarang ia kini hanya menjadi penonton yang memperhatikan setiap gerakan orang-orang yang tengah terburu-buru itu. Dan ketika jam menunjukkan pukul 08.00 pagi rumah itu mulai sepi perlahan. Beberapa dari anggota rumah mulai pergi meninggalkan rumah.
" Oh, ya." Ia menepuk jidatnya ketika ia hampir lupa akan sesuatu. Dan agar tak lupa lagi ia segera masuk ke gudang mencari sebuah buku yang hampir saja ia lupakan tadi.Â
" Eh, tunggu sebentar. Kenapa boneka ini sudah ada disini?," tanyanya sambil melihat boneka beruang itu dari atas hingga bawah. "Bukannya tadi malam ini ada di dapur, ya".
Ane yang tidak mau ambil pusing segera mengambil buku yang ia perlukan dan segera pergi dari gudang. Namun siapa sangka ternyata pikirannya masih dipenuhi pertanyaan tentang boneka beruang tadi. "Aneh, bukan jika dia bisa berpindah-pindah tempat bahkan matanya bisa berubah warna tiba-tiba. Jelas tadi malam boneka itu ada di dapur dan matanya berwarna merah lalu pagi ini boneka itu sudah ada di gudang bahkan matanya berubah menjadi berwarna hitam pekat".
Seketika itu satu pertanyaan muncul di kepalanya. " Siapakah yang memberiku boneka beruang tersebut?," tanyanya pada dirinya sendiri. Dan sekeras apapun ia berpikir hanya ada satu yang terlintas dipikirannya "rumah walet".
Dulu sekali sebelum kakeknya meninggal ia pernah pergi ke rumah walet. Awalnya ia biasa saja bahkan sempat bahagia karena ia dapat melihat banyak burung walet langsung dari sarangnya. Tetapi ketika ia mulai menginjakkan kakinya dipekarangan rumah walet tersebut. Secara tiba-tiba hawa dingin langsung menyelimuti tubuhnya bukan hanya itu bahkan bulu kuduknya sampai berdiri, merinding. Dan itulah satu-satunya hal yang terlintas dipikirannya saat melihat boneka beruang abu-abu tersebut. Tetapi dari mana mata merah itu berasal?. Ataukah jangan-jangan ada hubungannya dengan bapak penjaga rumah walet tersebut?. Dan kemungkinan yang paling tau hanyalah satu orang yaitu kakekku.
Ini aja tapi cerita dah lama😀
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H