Bagaimana mungkin seseorang terjerembab dalam kesalahan yang sama berulang-ulang? Apakah ini sebuah penyesalan? Apa mungkin ini hanya dinamika menuju pendewasaan? Atau ini semacam keangkuhan diri karena berpikir semua akan berjalan sesuai keinginan?Â
Aku menikmati malam ini dengan sebuah kegundahan, dan hanya seorang diri. Ditemani bayanganmu, yang masih hadir dalam setiap pikirku. Mengungkapkan hanya menjadi persoalan, sedangkan memendam hanya menjadi keresahan. Lalu, aku memilih diam dan menikmati lamunan sepanjang malam ini.
Di sudut kota sepi dengan bertemakan pandemi, nampak di mataku mereka duduk bersama menikmati keindahan lampu kota yang berkedip. Menghitung roda yang melintas kencang didepan matanya.Â
Namun sesekali mereka hanya menatap garis jalan, mungkin sembari berkhayal. Menjadi superhero atau pahlawan yang datang di saat genting, mengalahkan musuh dengan satu jurus andalan, kemudian tak lama berselang kawan musuh akan datang untuk membalas dendam.Â
Dan masih sama, pahlawan akan datang dengan jurus andalan. Sampai kemudian alur ceritanya tak terduga, melebar kemana-mana, dan akhirnya kebingungan sendiri. Ya, itulah anak-anak.
Ketika dua roda melintas lagi, mereka berebut untuk memilikinya. Mengklaim bahwa itu adalah miliknya, dan berharap suatu nanti akan memenangkan pertarungan balapan untuk memperebutkan pengakuan. Kupikir hanya itu yang ada di pikirnya. Atau mungkin dia punya hal lain yang tak bisa kutebak.Â
Aku dulu pernah pada posisi itu, dan melihat mereka membuatku sedikit bernostalgia. Tapi entah kenapa yang muncul bukan khayalan itu, tapi lagi-lagi tentang perempuan yang masih kupikirkan sampai detik ini. Perempuan yang pernah aku lepaskan demi kebaikan diri, atau mungkin itu hanya kenaifanku saja. Terlalu naif mengakui diri sendiri. Terlalu takut untuk sesuatu hal yang pasti.
"mas, heiii.....mas?"
"mas....heiii "
Kualihkan ingatanku pada suara itu. Tersadarkan oleh suara anak kecil yang menyentuh telingaku.