Dari sate yang rasanya menurutku belum bisa menandingi sate di Jl. Supriyadi dekat rumah ibukku itu, kami menuju es cendol. Satu gelas 5 euro. Kalau dirupiahkan Rp 80.000,00 termasuk mahal, ya. Tapi karena di Jerman, nggak ada yang jual, harus dibeli mumpung hari itu ada. Enak memang, suamiku aja doyan.
Kemudian, aku membeli 2 plastik rempeyek kacang. Harga satunya 15 euro atau Rp 240.o00,00. Aku beli dua. Soalnya, kami biasa rebutan di rumah. Selain aku, aku nggak nyangka kalau suamiku juga pengen nyemil rempeyek. Jadi satu untukku, satu untuknya. Bisa, sih, membuat sendiri. Bahan semua ada di rumah, tapi nggak sempat membuat dan kadang kalau sudah seminggu kerja, malas kalau dapur nanti jadi berantakan. Enak beli jadi, deh.
Selain rempeyek, aku beli juga empek-empek. Gerombolan mahasiswa yang tergabung dalam PPI, jualan juga. Harga bahkan dibanting saat pasar mau ditutup. Pembagian martabak manis gratis juga membuat pengunjung happy. Terima kasih, adik-adik.
Sebelum pulang, kami kebagian gorengan dari mbak Lis, stand sebelah Koteka yang colokan listriknya rusak lalu suamiku bantu membetulkannya. Mbak Siti yang kebagian banyak sisa dari warung mbak Lis, juga berbaik hati membungkuskan nasi dan ayam untukku. Terima kasih, mbak Siti. Berkat mbak Siti, Koteka mendapatkan meja stand dan aku punya kesempatan menari Srikandi.
Menari Srikandi Yuda
Srikandi Yuda adalah tarian Sunda yang diciptakan oleh almarhum bapak Alim Saim, S.Sen. Tari yang melambangkan kegagahan perempuan bernama Srikandi yang pandai memanah dan berperang.
Tarian ini sengaja aku pilih, karena warna kostumnya merah. Menyala! Filosofi dari tariannya juga aku suka. Bisa menari ini, belajar dari youtube. Setelah pentas berkali-kali aku jadi hafal dan PD. Memang kalau sudah pernah latihan dasar menari, tari apapun jadi lebih mudah dipelajari. Aku belajar sejak dari TK.
Usai makan, aku ganti baju di toilet yang sempit. Nggak tahu mengapa beberapa kali pasang peniti susah sekali. Beberapa kali memasang panah, merosot ke bawah terus. Memang harus sabar. Yah, aku terlambat 5 menit untuk hadir di ruangan sebelah toilet. Akhirnya jadwal yang harusnya pukul 13.00 menjadi pukul 14.00 karena grup Angklung dari Frankfurt sudah hadir. Aku harus menunggu mereka selesai. Selama menunggu, banyak yang minta foto bersama. Aku jadi kayak artis dadakan.
Tak terasa, aku tampil juga menari. Namaku dipanggil MC, yang ternyata suaminya mbak Nainggolan. Suamiku sudah siap merekam dari samping kiri, saat aku menari. Temanku Tary juga sudah siap dengan HP dari arah depan. Penonton yang duduk melingkar di atas kursi, bertepuk tangan dengan meriah. Gemulai tanganku menyihir ruangan dalam 5 menit. Byakkkkk!!!