Mula-mula ia memegang kain batik warna pink di kiri, aku di kanan. Aku minta cintaku itu untuk mengatur 5 sketsa dari Ruang Garasi dan 5 foto dari wisata Indonesia di atas kain. Kemudian, aku serahkan satu topeng tari Reog, satu kuda lumping dan tulisan Ruang Garasi padanya, supaya digantung.
"Byurrrr ..." Suara air hujan dari tenda mengguyur kostum tariku. Basahhhh.
"Piye, tho, pak!" Jeritku. Aku kaget. Kok, ada-ada saja suamiku. Dia ini kebiasa kalau di rumah dan diserahi membawa kue, kuenya tumpah. Disuruh mengambil kue yang dipanggang di oven, jatuh juga ke lantai. Harus diruwat, barangkali?
"Aku nggak tahu kalau ada air hujan di atas tenda. Aku tadi cuma menonjok pelan dari bawah." Suamiku meringis, sambil membantu aku menyerap baju. Aku mengangin-anginkannya di atas kursi panjang. Aku pikir, hari itu panas sekali, siapa tahu cepat kering. Dua jam lagi aku harus ganti kostum tari itu.
Kami pun meneruskan persiapan stand. Kami pasang foto wisata lain di atas spanduk yang digelar di dinding belakang stand. Satu per satu suamiku sabar menempelkannya. Mbak Siti yang sudah siap dengan stand tentang wisata Yogyakarta dan bahan makanan Indonesia sudah wara-wiri. Maklum, seksi sibuk.
Tak berapa lama, stand Koteka sudah rapi. Oh, ya. Lupa kalau aku membawa kaos Kompasiana, kaos Koteka dan kaos Werkudara. Semua aku pasang di meja, menghadap jalan. Ini, supaya orang tahu, stand ini milik siapa. Supaya nggak terbang dari angin, aku gencet dengan box dari boneka Kepodang dari Semarang yang merupakan hadiah dari dinas pariwisata Jateng.
Hunting kuliner Indonesia
Dua teman yang katanya mau datang; Tary dan Stu dari Inggris belum juga tiba di tempat. Mereka ini janji mau membantu jaga stand. Sembari menunggu, aku ajak suami keliling stand-stand. Kami lapar, mau makan. Bingung juga mau pilih apa, karena semua kelihatan menggoda. Akhirnya, suamiku pilih bakso dan aku sate Maranggih. Suamiku sudah dilayani cepat sekali. Sedangkan aku, 30 menit saja antriannya masih panjang. Untung kakiku nggak kesemutan.
Di depan stand Sate Maranggi, aku harus membayar biaya refund piring sebanyak 10 euro atau RP 160.000 ditambah harga sate yang sama. Anjuran ramah lingkungan dari panitia ini harus dipatuhi. Tidak ada stand yang boleh pakai plastik. Jika ada yang melanggar, stand langsung ditutup. Aku sampai kaget karena panita sampai teriak-teriak gara-garanya. Semua harus menggunakan barang-barang yang bisa digunakan berulang kali atau "mehrweg." Untuk ukuran orang Indonesia pada umumnya, mungkin jadi gegar budaya dulu baru paham.