Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

7 Hal yang Harus diketahui Sebelum Menggunakan SIM Indonesia di Jalanan Jerman

31 Agustus 2024   05:36 Diperbarui: 31 Agustus 2024   06:26 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senang campur ketar-ketir. Itu kesan pertama yang ada di benakku, ketika membaca berita dari dalam negeri. Namanya juga orang Indonesia, biar up to date dengan kondisi tanah air, nggak hanya selalu mengikuti medsos seperti Kompasiana, Facebook atau Instagram tetapi juga berita online, dong.

Dilansir dari laman Korlantas Polri, bahwa SIM orang Indonesia bisa digunakan di luar negeri, terutama di beberapa negara Asia Tenggara per 1 Juni 2025. Ini kemajuan, aku bangga karena kalau bisa dipermudah mengapa sesuatu harus dipersulit. Bukankah hidup itu singkat?

Sebenarnya, sudah sejak lama aku tahu banyak orang Indonesia dan orang asing yang berkunjung atau tinggal di Jerman yang menggunakan SIM dari negara mereka berasal, untuk menyetir selama 6 bulan.

Konon, ada proses umschreiben dengan total bea 36-79 euro (Rp 500 ribu-Rp 1,2 juta). Setelahnya, SIM itu tidak bisa digunakan di Jerman dan wajib membuat SIM Jerman (3 bulan kursus dengan pilihan beragam bahasa kecuali bahasa Indonesia, kursus praktek dengan batas minimal kira-kira 30 jam mengemudi ditambah 1 kali di jalan tol, satu kali di malam hari dan 3 kali luar kota, tes tertulis, ujian praktek).

Aku beruntung karena memegang SIM sulit dari Jerman ini. Bagaimana nggak sulit karena waktu itu aku belum bisa berbahasa Jerman. Lucu juga, kursusnya bahasa Jerman, tesnya pakai bahasa Inggris. Alhamdulillah lulus. Bonusnya, SIM Jerman bisa aku pakai di EU, jadi aku boleh dan pernah menyetir ke Swiss, Austria, Italia, Hongaria, Belanda, Perancis.

Namanya di EU ke luar negeri kayak ke luar kota, kan tapi asli, asyik banget. Untuk ke Indonesia dan negara di luar EU, kami membuat SIM internasional dengan 5 bahasa di Rathaus atau balai kota setempat. Dengan bea sekira 20 euro atau Rp 320.000an. 1-2 minggu sudah jadi.

Tapi aku tetep keder menyetir di Indonesia walau itu tanah tumpah darahku. Mending naik taksi online atau dianterin. Maklum, sudah terlanjur ditertibkan oleh Jerman. Malah bingung kalau disuruh sembarangan. Enggak bisa.

Nah, sebagai orang Indonesia yang dulu pernah punya SIM sepeda motor tapi nggak ada SIM mobil, dan sudah mengendarai mobil di Jerman selama 18 tahun dengan SIM dari Jerman--yang waktu itu harus aku bayar sebanyak 2.000 euro atau waktu itu setara dengan Rp 25.000.0000--aku ingin berbagi tips berkenaan dengan peraturan baru dari tanah air. Lain ladang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya. Atau kata orang Jerman andere Laendern, andere Sitten

Kalian memang sudah punya SIM mobil dari Indonesia. Kepolisian sudah bersiap-siap membuat aturan baru bahwa SIM itu bisa digunakan di luar negeri.

Namun, berikut adalah hal-hal yang perlu diketahui sebelum kalian menggunakan SIM Indonesia di Jerman:

1.Menyetir di sebelah kiri, ambil jalur menyetir di sebelah kanan

Mengadopsi Belanda sebagai negeri yang pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun dan banyak mempengaruhi aturan, budaya dan kebiasaan bangsa kita, setir ada di sebelah kanan dan lajurnya kiri.

Pada perkembangannya, Belanda mengubahnya karena Napoleon dari Perancis. Begitu pula penjajah berikutnya selama 3,5 tahun, Jepang. Makanya orang Indonesia terbiasa menyetir di sebelah kanan dan jalur menyetir di kanan.

Ini tentu menjadi aturan yang berlawanan dengan kebiasaan di Jerman, yang kemudinya di sebelah kiri dan lajur sebelah kanan. Sebagai pengguna tangan kanan, sistem di Jerman ini menguntungkanku, sebab gigi yang harus diubah pada mobil manual menggunakan tangan kanan (kecuali yang otomatis tinggal pancal).

2. Jangan membunyikan klakson sembarangan

Selama di Jerman, aku jarang banget mendengarkan suara klakson kecuali saat ada pawai pernikahan orang Turki dan saat Jerman menang pertandingan sepakbola.

Di Indonesia, suara klakson sangat sering aku dengar. Di Jerman, secara resmi klakson ini diperbolehkan jika untuk mengingatkan misalnya; pengendara lain yang lupa kalau sudah lampu merah tapi mobilnya paling depan sendiri, atau ketika ada mobil yang mendahului tapi sebenarnya dia dilarang sesuai dengan rambu jalanan yang dipasang.

Bagi pelanggar yang asal membunyikan klakson tanpa alasan jelas, akan dikenakan denda sebesar 5-10 Euro (Rp 50 ribu-Rp 160.000).

Jika ada kasus yang lebih berat gara-gara membunyikan klakson, ada hukuman dilarang mengendarai sampai batas waktu yang ditentukan atau dikenai poin.

Dalam jumlah poin tertentu ada denda dan atau hukuman tersendiri. Misalnya, SIM -nya dicabut, dilarang menyetir selama 3 bulan dan lain-lain.

3. Jangan memakai HP selama mengendarai kendaraan bermotor

Di jalanan Jerman seperti di jalan tol atau jalan luar kota, biasa dipasang baliho gede yang memperingatkan untuk tidak memakai HP saat berkendara, supaya pengemudi dan penumpang selamat dan atau tidak membahayakan pengguna jalan lainnya.

Seorang teman suami, tertangkap basah sedang bermain HP ketika sedang mengendarai mobilnya. Foto dari speed trap menjadi bukti kuat. Ia tidak bisa berdalih. Ingat, ya.

Di Jerman banyak disebar speed trap (baik yang kasat mata maupun sembunyi-sembunyi, ngeri kaaaan). Mereka yang terbukti bersalah pakai HP, harus membayar setidaknya 100 euro atau RP 1.600.000 (masing-masing negara bagian bisa saja memiliki tarif berbeda).

Jika pengguna HP itu menjadi penyebab sebuah kecelakaan, dendanya naik 150-200 Euro (Rp 2,4 - Rp 3, 2 juta) ditambah 2 poin dan satu bulan tidak boleh mengendarai kendaraan bermotor.

Sebaiknya meminggirkan kendaraan, mematikan motor dan menggunakan HP dalam kondisi penting atau lebih baik jika ada sambungan bluetooth ke speaker mobil.

4. Tidak ada salam tempel ke polisi jika ditilang

Dua puluh tahun yang lalu, seorang teman dari Indonesia yang lama di Amerika dan pindah ke Jerman cerita. Dia pernah ditangkap polisi dan beralasan "Maaf pak, aku orang baru dari Indonesia, nggak ngerti. Maaf, ya pak." Ia pun dimaafkan, tidak ditilang dan dipersilakan melanjutkan perjalanan. Cerita itu hanya satu kali aku dengar.

Di Jerman nggak ada ya, salam tempel dan berseru "Maaf pak, lupa", "Maaf pak, nggak tahu" atau "Omku polisi ..." Orang Jerman rata-rata yang aku kenal sangat lurus, detil dan penuh aturan. Nritik nan komplit.

5. Sabuk pengaman wajib untuk pengemudi dan penumpang.

Suatu hari, aku pernah melihat instagram beberapa artis Indonesia yang memperlihatkan anak kecil entah itu anak sendiri atau cucunya, duduk di depan. Ada yang dipangku yang pegang setir sambil ketawa-tawa, ada yang di sebelah sopir atau di kursi penumpang tanpa kursi khusus anak-anak, ditambah tidak menggunakan sabuk pengaman.

Di Jerman, baik sopir atau penumpang harus menggunakan sabuk pengaman. Ini bukan bikin kita langsing, tentu tidak. Ini demi keamanan selama berkendara. Jika ketahuan tidak memasang sabuk pengaman, didenda 30 Euro (Rp 480.000). Bagi yang tidak menggunakan "Kindersitz" atau tempat duduk khusus untuk anak-anak di bawah 15 kg, tambahan denda 30 euro lagi. Lumayan buat makan di restoran itu.

6. Mengisi BBM sendiri

Bagi kalian yang sudah terbiasa mengisi BBM sendiri di Tanah Air, pasti ini bukan barang baru ketika menyetir di Jerman. Baik SPBU yang menggunakan kasir, di mana kita bisa membayar BBM yang kita beli, maupun SPBU otomatis yang menggunakan mesin pembayaran mirip ATM untuk BBM yang kita beli, semua dikerjakan sendiri.

Jika takut kotor, biasanya ada tisu atau sarung tangan plastik yang disediakan. Jika tidak, bawalah tisu, lotion sendiri supaya nggak bau dan kotor. Yah, kayak di film-film Hollywood gitu, deh.

Aku masih ingat di medsos pernah beredar beberapa SPBU memberlakukan pengisian BBM mandiri, bikin bingung pelanggan dan akhirnya tetap dibantu petugas. 

Masih banyak aturan menggunakan jalanan Jerman karena rambu-rambunya banyak. Coba, deh kalian kalau lagi nyetir di Jerman dan ada rambu-rambu gambar katak. Artinya apa, hayo???

Bukan karena di depan ada warung Sweekee. Bukaaaan. Itu tandanya, harus mengendarai kendaraan hati-hati karena banyak katak yang migran, loncat sana-sini jangan dipenyet. Atau bahkan tidak boleh melewati jalan itu. Atau ada rambu kuning "U" atau Umleitung" yang artinya pengalihan jalan.

Kalau nggak ngerti bahasa Jerman, bingung juga kan. Umleitung nama siapa, ya? Bukan saudaranya si Untung, deh.

7. Jangan menggunakan ban mobil gundul

Di tanah air, aku sering banget mengalami ban bocor baik pakai sepeda motor atau mobil. Apakah memang ada kesengajaan nyebar paku deket tempat tambal ban, ya? Wkwkw.

Di Jerman, kalian harus tahu juga bahwa walaupun mobil kalian harus selalu lulus uji kelayakan atau TUV dalam kurun waktu tertentu. Ada lembaganya sendiri yang menangani tapi bukan polisi.

Masalah ban ini sangat penting karena ada batas minimal ketebalan ban. Ban yang aus, kurang dari 1,6 mm, akan dikenai denda minimal 60 euro atau Rp 960.000 ditambah poin minus. ADAC sebagai salah satu asuransi kecelakaan mematok angka 3 mm untuk musim panas dan 4 mm untuk musim dingin karena ada salju dan es, jalanan licin. Buat amannya, kan. Jadinya jangan merasa aman kalau mobilnya bagus tapi bannya gundul. Prosotan, deh.

***

Dari tips di atas yang kubagi, sesuai pengalamanku mendapatkan SIM dan mengendarai jalanan Jerman, aku berharap banget, semoga ini bermanfaat bagi kalian yang sudah girang banget dengan perkembangan aturan di Indonesia ini di luar negeri. Tidak semudah itu, Yura. Utangnya bisa banyak karena Jerman penuh dengan aturan detil dan denda....

Tidak hanya soal aturan lalin-nya yang berbeda, tetapi juga cara dan gaya menyetir pun aku yakin pasti berbeda. Nggak bisa ugal-ugalan dan seenaknya sendiri seperti waktu di tanah air.

Orang Jerman tahu banget susahnya membuat SIM. Anakku yang nomor dua baru saja berusia 18 tahun dan mendapatkan SIM Jerman.

Gadisku habis 5000 euro atau 80 juta karena gagal di tes tertulis dan harus banyak kursus praktek dibanding aku yang sudah pernah naik motor di tanah air. Jadi anakku kami ingatkan terus, supaya harus selalu berhati-hati saat mengemudi dan memperhatikan rambu-rambu yang ada di jalanan.

Apalagi, setiap pemegang SIM yang masih muda seperti dia, mendapatkan masa percobaan selama 2 tahun. Jika banyak poin, ada penataran.

Kalau bandel, SIM-nya hilang. Kesadaran anakku juga didukung oleh latar belakang bahwa uang sebanyak itu yang digunakan untuk membayar SIM-nya adalah hasil jerih payah menjadi baby sitter dan tabungannya selama 18 tahun.

Pahit banget kalau melanggar lalin Jerman dan SIM-nya ilang, bukan. Ini berbeda jika SIM-nya mudah didapat, proses yang mudah atau boleh beli sehari jadi, kan.

Bagaimana? Sudah siap-siap menggunakan SIM Indonesia di Jerman? Aku dulu pilih sekolah lagi aka kursus menyetir (yang prosesnya panjang, rumit dan mahal) dan punya SIM Jerman yang ampuh. Bukannya membeli SIM sebelum ke Jerman, ya. Tentu tidak.

Salam hangat. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun