***
Dari tips di atas yang kubagi, sesuai pengalamanku mendapatkan SIM dan mengendarai jalanan Jerman, aku berharap banget, semoga ini bermanfaat bagi kalian yang sudah girang banget dengan perkembangan aturan di Indonesia ini di luar negeri. Tidak semudah itu, Yura. Utangnya bisa banyak karena Jerman penuh dengan aturan detil dan denda....
Tidak hanya soal aturan lalin-nya yang berbeda, tetapi juga cara dan gaya menyetir pun aku yakin pasti berbeda. Nggak bisa ugal-ugalan dan seenaknya sendiri seperti waktu di tanah air.
Orang Jerman tahu banget susahnya membuat SIM. Anakku yang nomor dua baru saja berusia 18 tahun dan mendapatkan SIM Jerman.
Gadisku habis 5000 euro atau 80 juta karena gagal di tes tertulis dan harus banyak kursus praktek dibanding aku yang sudah pernah naik motor di tanah air. Jadi anakku kami ingatkan terus, supaya harus selalu berhati-hati saat mengemudi dan memperhatikan rambu-rambu yang ada di jalanan.
Apalagi, setiap pemegang SIM yang masih muda seperti dia, mendapatkan masa percobaan selama 2 tahun. Jika banyak poin, ada penataran.
Kalau bandel, SIM-nya hilang. Kesadaran anakku juga didukung oleh latar belakang bahwa uang sebanyak itu yang digunakan untuk membayar SIM-nya adalah hasil jerih payah menjadi baby sitter dan tabungannya selama 18 tahun.
Pahit banget kalau melanggar lalin Jerman dan SIM-nya ilang, bukan. Ini berbeda jika SIM-nya mudah didapat, proses yang mudah atau boleh beli sehari jadi, kan.
Bagaimana? Sudah siap-siap menggunakan SIM Indonesia di Jerman? Aku dulu pilih sekolah lagi aka kursus menyetir (yang prosesnya panjang, rumit dan mahal) dan punya SIM Jerman yang ampuh. Bukannya membeli SIM sebelum ke Jerman, ya. Tentu tidak.
Salam hangat. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H