Hari Senin, aku mengajar "Wonderful Indonesia." Itu di mana aku mempromosikan wisata alam, wisata budaya dan wisata kuliner kepada anak-anak Jerman. Kadang gemes mengajari mereka karena nakalnya minta ampun. Tapi karena aku tahu manfaat dari jam yang aku pegang, aku nyerah. Yo wis, namanya anak-anak. Pada hari Selasa, aku mengajar "Magic pencil."
Di sana aku mengajari anak-anak menggambar hanya dengan menggunakan pensil. Itu sebabnya ada kata pencil. Aku ajarkan teknik dan langkah menggambar sesuatu (kelinci, ikan, landak, babi, sapi dan lain sebagainya). Aku kasih judul magic karena dengan pensil, kita bisa menggambar sesuatu yang menarik dan membuat hati kita senang (walau hasilnya kurang maksimal, wkwk).
Hari Rabu, aku sengaja membawa koleksi angklung mang Ujo yang aku beli di Frankfurt untuk mengajarkan anak-anak Jerman bagaimana cara memainkannya. Ada pendidikan disiplin, konsentrasi, seni dan kesabaran di sana. Aku bangga banget mereka sudah bisa mengikuti simbol tangan ala Angklung dengan lagu "Twinkle-twinkle little star" dengan baik. Lain kali lagu anak Indonesia, ya. Pelan-pelan. Hari Kamis, sesuai ketertarikanku di dunia tari, aku mengajar "Smart dance." Aku bilang smart karena sebelum menari, aku ajari mereka bahasa Inggris aka teks lagu yang akan kami putar.
Sudah ada Cha-cha slide dance dan macarena yang kami pelajari bersama. Setelah aku beritahu arti tiap kata dan kalimat, aku tanya balik, lagi dan lagi. Anak-anak butuh belajar berkali-kali. Minggu ini, kami belajar Poco-poco. Cepat sekali mereka menghafal gerakannya. Hanya kurang latihan ketukan saja supaya gerakan dan musik Yopie Latul pas.
Seru banget, ya, jadi guru di Jerman. Kalian mau? Aku bikin bukunya, deh.
Guru rapat, murid boleh dipulangkan
Nah, masih berkaitan dengan kasus yang sedang diperbincangkan di medsos, aku mau berbagi informasi bagaimana kalau kami rapat? Rapat yang kami adakan, sama seperti yang ada TK. Ada dua jenis. Rapat guru mingguan (Teams) dan rapat dua bulan sekali (GLK).
Sudah dua kali aku mencatat agenda dan isi rapat. Deg-degan banget secara bahasa Jermanku grotal-gratul. Dalam rapat, kami biasa mencatat jadwal penting tiap guru. Misalnya ada yang liburan tanggal berapa aja, ada yang ujian tanggal berapa, ada yang menikah tanggal berapa, ada peringatan natal tanggal berapa, ada paskah tanggal berapa dan sejenisnya. Baru kemudian membicarakan tentang siswa dan organisasi kami, "Ganztagsbetreuung."
Sebab diadakan setelah siswa pulang alias jam 4-6 sore, kami tidak usah memulangkan siswa, dong. Kadang ada, sih, siswa yang ketinggalan bus atau orang tua lupa menjemput. Nah, ada, tuh dari kami yang akan menunggu sampai meninggalkan sekolah. Kasihan kalau ditinggal sendiri di halte atau depan sekolah, nanti diculik. Kemarin-kemarin heboh karena ada pria setengah baya yang membagikan permen kepada anak-anak di halte bus sekolah. Padahal mereka tidak saling mengenal. Duh.
Rapat guru yang kedua namanya GLK (gemeinsame Lehrer Konferenz). Pertemuan semua guru dari kelas 1-10 itu, kami hadiri juga. Sebutan kami adalah Erzieher/in bukan Lehrer/in. Artinya, kami rapat bersama. Untuk itu, kami memulangkan semua siswa sejak sekolah usai (pukul 12.30). Maklum, namanya sekolah sehari, harusnya sampai pukul 16.00. Untuk mengantisipasi bahwa ada orang tua yang super repot, single parent atau nggak bisa jemput lebih awal, ada "Not Betreuung" atau penitipan darurat. Itupun hanya sampai menit terakhir sebelum rapat dimulai (pukul 14.00). Setelah itu, mereka harus dijemput orang tua, jalan kaki atau naik bus ke rumah. Rapat guru berakhir pukul 18.00 dengan beragam topik pembahasan yang sangat panjang dan beragam. Pemberitahuan tentang ini sudah dikirim ke orang tua jauh-jauh hari. Batas akhir pengembalian formulir untuk mengetahui apakah orang tua membutuhkan penitipan darurat bagi siswa atau tidak adalah dua hari sebelum rapat guru. Jadi tidak asal memulangkan anak tanpa dasar. Ada pemberitahuan dan bukti hitam di atas putih. Aku pikir ini berdasar dan cukup kuat.
***