Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mandalika, Banyak PR yang Harus digarap di Sana

19 November 2023   02:20 Diperbarui: 19 November 2023   06:02 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anakku menikmati Mandalika (dok.Gana)

Selamat datang di Mandalika

Tulisan "Kuta Mandalika" menarik mulutku untuk komat-kamit, membacanya dalam hati. Sampai sudah kami di pantai yang begitu indah dipagari oleh bukit-bukit unik yang di Jerman nggak ada. Karena panas, aku buka payung-payung. Satu untukku dan satu untuk ibuku. Anak-anak dan suami amat menikmati sengatan matahari yang di tempat kami tinggal, nggak digelar sepanjang tahun. Banyak gelapnya, jadi sengat matahari harus dinikmati kehangatannya.

Sembari duduk di tembok, kami menatapi pantai yang terbentang luas. Aku terdiam sembari mataku nanar memandanginya. Sebenarnya perlu banyak pembenahan dan peningkatan. Misalnya tempat sampah yang sebaiknya disebar di banyak titik, tempat duduk atau taman yang tertata dan nyaman, yang paling penting pohon-pohon rindang. Lantas toilet dan warung yang harus memadai, dengan standar kebersihan yang utama. Ada lagi  usul dari kalian yang pernah ke sana?

Bibir ibu tampak pucat. Perjalanan ke Lombok ini  pasti panjang dan melelahkan ibuku. Tapi tekatku waktu itu menyala supaya ibu sekali-kali liburan bersama kami. Hal yang tentu jarang kami lakukan karena kami tinggal berjauhan. Aku di Jerman, ibuku di Indonesia. Kalau ada rejeki, baru kami pulang setahun sekali. Ibu masih duduk sambil memegangi payung kuat-kuat supaya nggak terbang terbawa angin. Kutatap ibu dari bibir pantai. Ibuku lelah tapi aku tahu ibu senang.

Suamiku duduk di sebelah ibu. Ibuku selalu memanggil suamiku dengan panggilan "Sayang." Iri? Tidak, aku tidak iri. Aku bahkan bahagia dan bangga kalau ibu menyayangi suamiku, lelaki yang menjagaku jauh dari tanah air. Tanpa dia, mana mau aku jauh dari Indonesia. No peto.

Memandangi pasir coklat susu yang kupijak, aku menangkap sandal warna pelangi ibu yang aku beli di Jerman. Kata ibu, enak buat jalan. Empuk. Bentuknya sih sebenarnya nggak cantik, nggak lancip seperti sepatu-sepatu syantik yang biasa dipakai para artis. Crog ibu melebar seperti kaki bebek. Yang penting untuk Kesehatan, itu nomor satu.


Pedagang wastra datang dari segala penjuru

Beberapa penjual yang mengikuti kami dari restoran, masih nggak beranjak dari tempat berdirinya.

"Kan tadi sudah aku borong tiga?" Aku pura-pura cemberut. Anak-anak dan suami sudah melirik. Mereka nggak suka kalau aku terlalu  banyak belanja. Koperku bakal nggak muat, dan biasanya menitip barang di koper mereka. Hahaha ... pelit!

"Ini teman saya belum dilarisi." Si mbak yang tadi sudah aku kasih Rp 500.000,00 menggeret teman di sebelahnya. Si teman segera memperlihatkan kain-kain Lombok dagangannya.

"Hedeh, kalau semua yang jualan di sini harus aku larisi, gantian aku yang dagang karena bangkrut nggak punya duit. Ya, sudah, sini lihat. Ada sarung warna hitam nggak?" Dasar aku ini, orangnya galak tapi biasanya nggak tegaan. Kemudian aku pilih-pilih kain yang ada di depan mataku. Ibuku tersenyum. Mungkin saja ia setuju kalau aku beli. Ibu juga orang seni, menyukai wastra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun