Teman-teman, Selasa malam kemaren, aku baru saja pulang dari Helsinki, Finlandia dan tiba di Jerman, tempatku merantau. Di sana, aku mewakili Koteka atau Komunitas Traveler Kompasiana untuk menghadap ibu dubes Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI ibu H.E. Ratu Silvy Gayatri. Dubes yang pernah mengisi Kotekatalk-44 tahun 2020 itu menerima surat permohonan dari Komunitas untuk menghadap, sekaligus mengadakan zoom Kotekatalk-145 mengenai "Sekilas Helsinki dan Kopi Indonesia di Swalayan Finlandia." Rasanya selangit, secara aku bukan siapa-siapa.
Aku bilang. Kalau aku cuma turis atau traveler biasa, pasti nggak mungkin pejabat tinggi seperti beliau akan menerima kami (aku dan suami) untuk bertatap muka. Bayangkan, agenda seorang duta besar itu buanyaaaakkk dan panjangggg acaranya. Ibu dubes Silvy juga murah hati, itu barangkali sebab aku datang, nggak ditolak.
Bersyukur bahwa aku, menjadi satu dari founder Koteka tahun 2015 dan masih lestari sampai hari ini. Kebetulan tahun 2023 ini aku menjadi ketuanya. Aku bilang, aku nggak ngoyo dalam ikut membangun Koteka dari nol sampai sebesar sekarang ini. Aku menyebutnya konsekwen, bahwa mencintai Koteka itu bisa, kok luar dalam dan terus-menerus, nggak pakai putus. Nggak bertanya apa yang kudapat darinya, tapi apa yang bisa kuberikan padanya. Tenaga dalam untuk mengisi kegiatan itu selalu ada. Yup, percayalah. Selalu ada jalan untuk melakukan kebaikan. Yuk ... mari-mari.
Oh, iya. Sebelum diterima ibu dubes di Helsinki, Koteka pernah juga menghadap dubes LBBP RI Budapest (Hongaria), H.E Wening Esthyprobo Fatandari, Dubes RI Oslo (Norwegia), Konjen RI Frankfurt (Jerman) dan Konjen RI di Dubai (UEA). Semoga tahun-tahun mendatang, makin banyak dubes yang akan membukakan pintu kepada Komunitas yang getol mempromosikan Indonesia dan mempelajari wisata luar negeri demi membangunnya lebih baik lagi.
***
Aku ingat perjalanan menuju KBRI. Pagi-pagi aku bangun dan mandi, sarapan di hotel yang gratis karena kami langganan hotel. Setelah itu, kami diangkut taksi menuju sana. Aku nggak nyangka kalau harus keluar 50 euro (Rp 800.000) untuk sampai sana. Aku pikir setengahnya. Karena Koteka nggak ada dana, bea taksi ditanggung penumpang. Haha.
Tinggal di Jerman membuatku takut telat. Padahal sumpah, dulu suka banget telat. Bukan karena malas tapi karena memang punya sepeda motor BMW (bebek merah wagu) yang suka mogok. Belum lagi macet yang nggak pernah kuhitung. Nah, sekarang untuk menghingarinya, supaya nggak telat, lama perjalanan ditambah perkiraan waktu yang tak terduga. Jadinya, janji jam 11 siang, kami berangkat jam 10 dari hotel. Kami perkirakan perjalanan 25 menit dengan kemacetan 10 menit. Sehingga kami masih ada waktu untuk mengatur nafas dan mempersiapkan zoom bersama staff. Contohnya, cek video, cek kamera, cek suara, cek penampilan, cek meja, cek catatan pertanyaan dan masih banyak lagi.
Setiba di sana, aku langsung ke pintu yang terbuka. Itu menuju ruang konsuler yang mengurus visa dan sejenisnya. Kosong. Nggak ada orang. Aku pencet bel, keluar seorang pria. Setelah mengutarakan niat kami bertemu dubes, kami dipersilakan ke bangunan seberangnya.
Lagi-lagi aku pencet bel. Seorang pria lain membukakan pintu dan aku menyebut nama bu dubes dan pensosbud mbak Ameliya. Kami disuruh menunggu di ruang tunggu. Di sana, ya ampunnn mataku menuju jejeran kopi Indonesia yang membanggakan. Produk kita ini sudah banyak diperkenalkan KBRI Helsinki dalam acara-acara kenegaraan dan acara Indonesia bersama diaspora. Bahkan yang terakhir ada acara uji kopi oleh para ahli kopi Finlandia oleh KBRI.
Senang dan bangga membuncah di dada. Orang Finlandia memang maniak minum kopi. Per tahun diperkirakan satu orang habis 12 kg per tahunnya. Coba, orang Indonesia yang murah kopi. Mandi kopi saja aku kira bisa karena saking mudahnya menemukan kopi dan harganya murah di tanah air, apa juga sebanyak itu konsumsinya per tahun? Minum kopi sudah menjadi budaya orang Eropa, khususnya Finlandia. Padahal mereka tanam pohon kopi mana bisa karena dingin, nggak ada perkebunan kopi. Semua ekspor! Kita buang biji saja, tumbuhhhh!