Berada jauh dari tanah air? Pasti kangen banget, dong dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Indonesia. Mulai dari makanan, orang-orangnya yang ramah dan rameee bingit dan tentunya bahasa Indonesia yang nggak bikin lidahku ngilu kayak bahasa asing. Iya, pakai bahasa Jerman aku, kok, nggak pinter-pinter. Parah.
Nah, suamiku tahu banget kalau aku suka rindu banget sama tanah air. Mau pulang pasti nggak gampang, selain aku masih kuliah sambil kerja, di mana liburan hanya pada waktu tertentu dan waktunya sempit, anak-anak butuh perhatian khusus. Jerman juga bukan pasar Johar yang kalau dari rumah ibu 15 menit sudah sampai. Butuh 16 jam terbang nonstop dengan pesawat atau 24 jam sampai di tempat. Selain itu, harga tiket pasca pandemi juga meroket. Yaoloh, memang ujian beraat banget. Hidup di luar negeri memang berkilau tapi kalau mau pulang kampung nggak seperti membalikkan telapak tangan.
Makanya suami usul, awal Februari kami nonton film dari Indonesia dari Netflix atau dari internet. Kami nobar berdua di sofa ruang tamu. Anak-anak nggak suka nonton film Indonesia, sedih. Katanya selain bahasa Indonesianya cepet banget ngomongnya, mama (red: aku) kalau ketawa atau teriak kenceng banget, nggak nyaman. Yahhhh, nggak tahu orang happy nonton film Indonesia.
Beruntunglah kalian yang ada di tanah air. Bisa nonton film Indonesia sepuasnya dari TV, bioskop atau layar tancap. Ah, kangeeeen. Jadinya walaupun kalian suka film drakor atau dari Jepang, Bollywood sampai Hollywood, jangan lupakan film tanah air, ya. Kalau udah kayak aku, pasti ngilu di hati. Baru tahu rasa.
Baiklah. Tadinya aku pengen nonton film horor yang banyak dibincangkan orang "Penari di Desa KKN" atau apa, ya judulnya. Sayang, suami paling nggak suka film horor. Ehhhh, untungnya nggak ketemu. Ya, udah suami yang pilihin film. Dia klik film komedi "Ashiap Man." Film itu udah tayang di bioskop 10 Februari 2022. Udah lama, ya. Lambreta, aku ketinggalan.
"Ashiap Man"? Hah, film apaan? Tadinya aku BT banget, suami pilih film ini. Demi menyenangkan hatinya, aku nurut. Kata suami, aku orang Indonesia, harus "Ya, pak." Nggak boleh melawan. Lhoooo, bukannya kami tinggal di Jerman, yang artinya kami nurut adat di Jerman, di mana perempuan dan laki itu sederajat. Ih, sebel banget nggak sih. Huh!
Adegan lucu mulai kentara ketika kami melihat adegan-adegan di kampung yang khas Indonesia; dempet-dempetan rumahnya, ramai anak-anak, ramai lalu-lalang orang dan kegiatan sehari-hari dan masih banyak lagi.
Aku sudah ngakak begitu melihat ada Zul mau terbang dengan spanduk di pundak, terbuat dari kain iklan yang biasa dipakai warung-warung. Hahahaha ... emang bisa terbang? Kalau basah itu pasti!
Dan suamiku ngakak lihat aku ngakak. Dia tahu Bahasa Indonesia tapi karena cepat, dia lambat mikirnya. Jadi ceritanya dia ngetawain aku yang sampai jumpalitan di sofa menahan sakit perut dari tawa. Mataku sampai berlinang karenanya. Ngakak tingkat dewa. Tapi sungguh, nggak sampai pipis, kok. Aman.
Gantungkan cita-cita setinggi bintang di langit
Zul yang diperankan Atta Halilintar memang sejak kecil dididik ayahnya dengan cerita kepahlawanan. Mungkin sebagai bapak, ia berharap anaknya juga mewarisi keteladanan para pahlawan. Dan nampaknya itu berhasil, Zul kecil ternyata gedenya bisa membela kampung yang diobrak-abrik sama para bandit.
Ini pasti juga kalian alami. Bapak dan ibu kita adalah orang-orang pertama yang mendidik kita sebelum mereka mengirim kita ke sekolah. Mereka juga menjadi model bagi kita di rumah. Pengaruhnya pasti besar. Aku juga nggak nyangka kalau aku suka organisasi, suka memimpin orang, suka menulis, suka memotret, suka jalan kaki dan bersuara keras, jelas-jelas meniru bapak. Sifat ibu yang menyayangi anak-anaknya, suka dandan, suka menari, keras kepala dan pekerja keras serta rajin, aku warisi dari ibu. Kalau kalian bagaimana? Jangan meniru tetangga, ya... Hahaha bisa dibalang sandal.
Oh, iya, orang yang nggak punya mimpi itu rugi banget, guys, karena biasanya mimpi itu sebagian dari masa depan. Orang akan bisa mewujudkannya karena udah ada di kepala. Ia bisa mencapainya! Mimpi juga butuh motivasi dari orang terdekat. Di film ini, Zul didukung sang ayah, Ibrahim yang diperankan Arswendy bening Swara.
Jadilah orang baik, supaya cepat jodoh
Nggak salah karena kesiapannya dalam memberi bantuan kepada orang-orang di sekelilingnya, ia dijuluki orang kampung "Ashiap Man." Ingat adegan saat ia mengantar gallon air dengan gerobak, lalu ketemu dengan sosok Aisyah yang pemerannya ternyata Aurelie Hermansyah. Tadinya aku nggak yakin karena ia pakai jilbab, wajahnya nggak keliatan jelas. Apalagi waktu nonton, aku nggak pakai kacamata rabun jauh. Halahhh!
Dari gambaran Zul yang baik, ini menjadi catatanku bahwa dalam hidup yang biasanya cuma sekali, kita harus mengisi hari dengan hal-hal yang baik, berkumpul dengan orang-orang baik dan ini akan memancarkan karisma dalam diri. Aura kita jadi positif. Nggak usah nanya kenapa Aisyah juga suka sama Zul. Sudah baik, bisa diutangin gallon air lagi. Wkwkw ... nggak papa utang air. Kalau soal hutang uang, silakan mlipir teman-teman. Karena ini akan merusakkan hubungan kalian dengan orang yang meminjam uang ke kita. Lah iya waktu datang, manis biar dapat pinjaman. Giliran ditagih, kita yang dicakar. Emang enaaaaak.
Menjadi orang baik walaupun wajahnya jelek (apalagi pakai wig jadul dan pasti gatalnya si Zul), ini juga mendatangkan rejeki jodoh, lho. Buktinya, karena kebaikan hati yang tulus dari Zul, Aisyah mau juga sama Zul. Happy ending, sih nantinya. Aku lihatnya seneng. Dalam kehidupan pribadi selain di film, bukankah mereka juga hidup berdua? Idih, main sama istrinya sendiri. Attila yang jadi sutradara pinter, tuh. Haha, aku ngakak berkali-kali liat Zul. Typical orang Indonesia yang hormat orang tua, tulus, baik dan apa adanya. Jarang-jarang, nih.
Ngomongin soal hero, ini adalah sisi seksi seorang laki-laki yang biasanya dinilai oleh kaum perempuan yang melankolis. Ingat film Superman, Spiderman atau Tarzan? Cewek mana yang nggak meleleh melihat sosok pria yang suka menolong tanpa pamrih, badan macho dan super hero untuk semua orang? Kalau nggak mellow berarti hatinya dari batu. Eh.
Jangan bagai pungguk merindukan bulan
Hati itu tempat untuk menaruh cinta. Cinta itu anugerah. Jodoh itu rejeki. Kalau udah jodoh tak lari ke mana. Tuhan sudah menggariskannya di setiap telapak tangan kita manusia.
Ah, ada aja aral melintang untuk Zul berdua satu tujuan dengan Aisyah. Karena Zul suatu hari menyelamatkan seorang gadis cantik di sungai, yang ternyata adalah anak pengusaha kaya yang ingin menyelamatkan kampung di mana Zul tinggal. Dari pertemuan singkat itu, Zul dadanya ada yang aneh. Zul jatuh cinta. Walau sudah pernah menaruh hati pada Aisyah, Zul ingin PDKT dengan si gadis berambut panjang itu. Untungnya, si gadis menghilang, walau akhirnya kembali lagi saat kampung terbakar.
Menurutku, Zul nggak mengukur diri. Jika ia sudah menaruh perhatian khusus pada Aisyah yang sudah lama dikenalnya, mengapa ia harus mengalihkan fokus pada gadis baru yang nggak tahu asal-usulnya? Jangan patahkan hati Aisyah. Ia yang melihat Zul mendekati si gadis baru, pasti ada rasa cemburu. Menyakiti orang yang kita sayangi itu pamali dan nggak cool.
Zul kan juga nggak tahu kalau si gadis sudah punya pacar atau pasangan? Seandainya Zul tahu kalau si gadis anak orang kaya, apakah Zul bisa mengimbangi kehidupan bahtera berdua nanti? Pekerjaan tetap ia belum ada. Kalau hanya mengandalkan dari jualan galon, pasti susah. Dan lagi, sepertinya si gadis tidak tertarik dengan Zul. Harusnya Zul menangkap signal. Ingat adegan waktu mereka duduk berdua, Zul deket-deket dan si gadis jaga jarak? Untung saja nggak digrebeg satpam kampung karena Zul dihormati di kampungnya. Malah satpamnya dukung supaya acara PDKT nyaman dengan mengurus "nyamuk-nyamuk" berambut hitam. Hahaha ... aku ngakak abis lihat adegannya. Olala, ada-ada saja Zul, kamu.
Udaaaah, sama Aisyah saja kenapa? Udah cantik, sholehah, mencintai anak-anak terlantar dan memang sudah jodohnya, mau apa lagi? Jodoh itu pasti. Yang belum, semoga kalian menemukan jodoh kalian segera. Ayo, belajar dari Zul di film "Ashiap Man." Jangan jadi pungguk merindukan bulan. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H