Jadi ketahuan kan siapa Kompasianer yang paling cerewet. Ih, namanya juga banyak ibu-ibu, emberrrrr. Para bapak hanya bisa tersenyum, malu-malu mau.
Siapa mau jadi guide?
Pernah seorang guru bahasa Jerman menebak bahwa aku paling pantes untuk menjadi guide wisata, selain orangnya ramai, bisa fasih berbahasa Inggris dan Jerman serta pernah belajar beberapa bahasa asing lainnya. Aku geleng kepala. No, way.
Tapi memang betul sih, guide itu kan pertama harus banyak ngomong. Kalau perlu pinter banyol, biar bisa ngakak. Mosok jalan-jalan mukanya serem. Nggak asyik. Nah, kemampuan berbahasa harus bagus dan komunikatif.
Aku seneng dengerin mbak Ira cerita ini itu tentang Jakarta. Cuman bisa bilang "Oooo", setiap kali ia berkisah. Hanya saja karena logat orang Jakarta kental, jadi terlalu cepat untuk ukuran orang Indonesia yang sudah lama tinggal di luar negeri seperti aku. Wkwkw. Maafkan, oon sekali menelan kalimat demi kalimat yang deras di telingaku. Sebel, kan.
Selain itu guide pasti harus tahu banyak cerita tentang tempat wisata. Artinya kudu sering baca buku dan atau mencari informasi di internet tentang tempat-tempat yang akan diceritakan. Harus "up to date", karena banyak perubahan yang bisa saja terjadi di satu tempat, walaupun sejarah tetaplah sama.
Aku? Nggak ah, nggak mau jadi guide lantaran syarat menjadi guide yang ketiga itu, harus sabar mengatur banyak orang dalam satu grup. Ada kan orang yang nyebelin, nggak bisa diatur atau apa kek karakter yang kadang kita nggak bisa tolerir. Harus sabar, seperti mbak Ira, tuh.
Kalau aku pasti sudah ada acara timpuk payung kalau ada yang datang telat, ada yang nggak datang tapi nggak pamit atau kalau sedang diceritain tentang sebuah tempat, eee malah ngobrol "dhewe." Ngelus dada. Hahaha. Ususnya harus panjang, nih. Kek punya mbak Ira.
Keempat, menjadi guide itu pasti ada pasang surutnya. Kadang pendapatannya banyak, kadang kosong. Bergantung orang lain, kalau ada banyak pengunjung yang minat ikut jalan-jalan pasti asyik rejeki mengalir. Jika sedikit atau bahkan nggak ada sama sekali, aku pikir, repot juga.
Kelima, harus kuat secara fisik, khususnya kakinya. Apalagi model "walking tour" yang diadakan hari itu. Udah panas, keringetan, jalan ke sana ke mari. Guide pun harus mampu memotivasi wisatawan yang ikut tapi kadang kecapekan, nggak kuat jalan lagi dan sejenisnya. Nggak gampang, kan?
Guide juga harus jadi orang yang kreatif, supaya acara yang dipandegani nggak mbosenin. Bersinergi dengan network pemda sampai swasta. Goodie bag memang menjadi magnet. Walah seneng banget dapat topi ada tulisan "Jakarta." Kemasan jalan-jalannya juga dibuat semenarik mungkin supaya wisatawan nggak bosen, deh.