Jarak antara tampilan tari satu dengan lainnya adalah satu jam. Lah iya, lah, kan harus lepas baju tari tradisional lalu ganti baju tari tradisional lainnya. Nggak bisa simsalabim. Belum lagi "make up" tari Jawa dan Bali berbeda, menyebabkan banyak waktu yang dibutuhkan.
Orang Jerman susah meniru gerakan kepala dan mata penari
Kami datang pukul 11.00 dan pulang pukul 15.30. Sebenarnya acara baru selesai pukul 17.00 seperti tertera dalam undangan. Namanya anak-anak, mereka nggak sabar, maunya pulang cepat-cepat. Mana yang hadir adalah orang Jerman berusia 50 tahun ke atas. Hanya ada satu anak kecil, dua anak remaja. Untuk anak ABG, jadinya kurang menarik.
Satu setengah jam berikutnya, kami tiba di rumah. Jika saja tanpa tersesat karena banyak jalan diperbaiki, satu jam sudah bisa sampai. Aduh, ngabis-abisin BBM saja.
Pukul 19.00 secara nggak sengaja, HP kepencet, menelpon yang ultah.
"Hallo ...Maaf aku baru sampai rumah. Tamu-tamu baru saja pulang." Suara di seberang saya menyapa.
"Sudah beres, ya? Terima kasih untuk undangannya. Anak-anak senang dikasih masing-masing 50 euro." Tawa saya menggelegar. Tadinya honor itu saya tolak karena saya nggak mau dibayar. Eh, malah dikasih ke anak untuk uang jajan. Dulu waktu umur saya 40 tahun, dia nyumbang nyanyi dan tamu-tamu senang sekali, gratis. Malah disumbang 30 euro untuk anak-anak Indonesia yang saya kunjungi satu tahun setelahnya dalam program "My bag is your bag" Dengan kentrung dan suaranya yang cetar, para tamu terhibur dan terkenang sampai hari ini. Alhamdulillah, hal yang sama telah saya lakukan.
"Para tamu senang dengan sajiannya. Mereka belum pernah melihat tarian yang kalian bawakan." Teman saya itu menyanjung. Mirip sanjungan beberapa tamu lainnya yang saya pamiti satu persatu.
Satu hari kemudian, teman saya mengirim pesan lewat whatsapp, tarian kami masih dibahas para ibu-ibu tetangganya yang diundang.
"Mereka masih penasaran. Apa sih rahasia penari Indonesia, kok bisa kepalanya geleng-geleng dan matanya kedip-kedip...?"
Gerakan mata yang dalam tari Bali disebut "nyedet" atau gerakan kepala saat "sembahan", "ulap-ulap" dalam tari Jawa, membutuhkan latihan. Keberhasilannya adalah hasil dari proses, nggak bisa serta-merta. Bayangkan para tamu meniru gaya saya, geleng-geleng begitu. Bisa keseleo kali.