Pada hari pertama saya masuk, sudah ada siswa baru dari Ukraina. Bersama ibu dan kakak perempuannya, Lagi disekolahkan di SD tempat saya magang di kelas 2.
Begitulah Jerman, modelnya nurunin pangkat. Kalau dia di Ukraina kelas 3 SD, dia turun jadi kelas 2 SD. Kalau kelas 1 SD jadi TK, deh.
Selama mendampingi mereka, saya seperti ibu sambung. Awal-awal, maunya sama saya, seperti buntut ke mana-mana. Baru minggu kedua, sudah bisa nakal. Eh, mereka bergabung bersama teman sebayanya.
Karena saya sudah punya anak tiga, sudah tahu model malu-malu kucing begitu. Harap maklum. Jadinya, dinikmati saja. Toh, mereka masih di bawah umur. Anak-anak sudah melewati masa itu. Jadi seperti mengulang cerita lama. Eaaaaa.... Awet muda.
Susahnya Bahasa Ukraina
Begitulah, saya masuk di kelas 2 di mana seorang guru akan meminta bantuan saya mendampingi 2 bocah Ukraina yang mengungsi bersama mama dan saudaranya. Mengapa nggak ada ayahnya? Karena beda dengan perang di Suriah yang membuat banyak generasi muda Suriah mengungsi ke Jerman, justru laki-laki di Ukraina patriotisme banget nggak mau meninggalkan negaranya dan memilih membantu negaranya, perang!
Biasanya, orang tua dari laki-laki yang memutuskan untuk tetap berada di Ukraina, akan tinggal bersama juga. Makanya nggak ada nenek-kakek yang ikut. Ceritanya sih, begitu.
Dalam lamaran dan kontrak, saya sebenarnya ditempatkan di kelas 1 dan 2 ditambah kelas siang untuk bimbel (membantu anak-anak mengerjakan PR). Nah ini, karena saya didapuk jadi guru bahasa Jerman dadakan, awalnya, saya ikut bingung.
Saya harus bagaimana? Beberapa modul buku untuk dipelajari anak-anak pengungsi memang sudah disiapkan oleh sekolah. Tetapi rupanya, saya liatnya pening. Mana bisa saya baca? Itu tulisannya kan simbol bukan ABC. Gimana coba? Bisa koprol, ah. Thanks to technology! Untung ada Google Translate dan HP.
Jika ada apa-apa, mengalami kesulitan, segera mengetik di sana dan menyodorkan pada si anak. Namun saya ingat, bahasa adalah praktek. Kalau nggak dipraktekkan anak nggak bisa-bisa. Semaksimal mungkin saya berbicara dengan bahasa Jerman. Walaupun demikian, sesekali mama atau kakak mereka mengajak saya bahasa Inggris. Nggak papa, sih, daripada lidahnya kegigit.
Oh, ya. Modul yang harus dipelajari adalah ABC, misalnya A untuk Apfel" (red: apel), R untuk Rucksack" (red: ransel) dan seterusnya.