Sehari setelah tes PCR keluar, wali kota setempat menelpon. Beliau mengucapkan semoga anak-anak dan suami lekas sembuh dan mengingatkan bahwa tes gratis akan dilakukan seminggu kemudian di balai kota. Ih, baik banget.
Memang selain mengucapkan selamat ulang tahun kepada warga yang melampaui usia 70 tahun ke atas, beliau juga perhatian pada pasien corona.
Maklum, daerah yang beliau pimpin akhir-akhir ini banyak total pasiennya. Padahal dulu paling banter 2-5 orang saja. Ada apa dengan daerahnya? Bukankah daerah kami alami, sehat dan bebas polusi?
Benarlah, seminggu kemudian, anak-anak dites, hasilnya negatif. Mereka diberikan surat keterangan bebas corona dari balai kota untuk diberikan kepada kepala sekolah dan diizinkan kembali menimba ilmu. Alhamdulillah, bebas.
Hanya saja butuh dua minggu bagi suami saya. Mungkin karena sistem kekebalannya kurang bagus dibanding anak-anak. Jadinya lebih lama.
Oh, ya, di Jerman, orang yang sudah pernah terpapar akan mendapatkan sertifikat "geboostert" secara alami yang berlaku selama 3 bulan dari klinik dokter kampung setempat.
Hasilnya bisa dimasukkan ke aplikasi di HP karena ada QR Code-nya. Ini saya bilang praktis karena kalau dibutuhkan saat ke restoran atau tempat pertemuan massal, tinggal buka HP dan ditunjukkan, selesai. Bagaimana dengan di Indonesia? Sudah diatur seperti itu?
***
Dari cerita sederhana dalam kehidupan kami di Jerman ini, semoga bisa diambil pelajaran bahwa corona masih mengintai di mana saja, kapan saja, dan terhadap siapa saja.
Walaupun sudah divaksin tiga kali alias booster, tetap bisa kena. Hanya saja gejalanya lebih ringan, nggak heboh amat.
Untuk itu, mari tetap menjaga jarak, memakai masker dan menjaga kebersihan tangan khususnya.